AKHIRNYA "teka-teki petisi" mulai tersingkap juga. Selesai
diterinl. Presiden Soeharto di Cendana Selasa pekan lalu, para
wartawan bertanya pada Menteri Penerangan Ali Moertopo tentang
pengaruh berbagai pernyataan masyarakat yang disampaikan ke DPR
akhir-akhir ini terhadap stabilitas keamanan. Sambil tersenyum
Menpen menjawab: "Kembali pada 'Petisi 50 orang'. Kalian mau
tanya tapi takut. Jadi lebih baik saya jelaskan."
Menurut Menpen, para penandat angan "Petisi 50 orang" yang
disampaikan ke DPR beberapa waktu yang lalu telah membuat
asumsi, persepsi dan konklusi yang keliru terhadap pidato tanpa
teks Presiden Soeharto pada Rapim ABRI di Pakanbaru akhir Maret
yanr lalu, terutama yang menyangkut malah kedudukan dan
peranan ABRI. "Itu sebagai dasar mereka berpikir," kata Menpen.
Para penandatangan petisi itu, menurut Ali Moertopo, membuat
asumsi seakan-akan ABRI mendukung Golkar tanpa reserve. "Ini
salah," ujar Menpen. Dijelaskannya, ABRI sudah mempunyai aturan
permainan, yaitu Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Di dalamnya
dinyatakan, anggota ABRI pertama-tama adalah warga negara, kedua
pejuang dan ketiga prajurit. Ini berarti ABRI mempunyai
multifungsi dalam kedudukannya sebagai anggota masyarakat
Indonesia.
Tiap anggota ABRI atau TNI baru menaati Sapta Marga dan Sumpah
Prajurit. "Intinya, di antaranya ialah memilah negara yang
bersendikan Pancasila dengan pantang mundur, bila perlu
berkorban demi kepentingan bangsa dan negara," lanjut Menpen.
"Itu berarti ABRI hanya akan mendukung kelompok masyarakat atau
bangsa Indonesia yang bersendikan Pancasila. Sedang kalau masih
ada perorangan-perorangan yang ingin merongrong Pancasila pasti
tidak akan mendapat dukungan."
Menurut Menpen, dilihat dari segi ini seakan-akan 50 orang
penandatangan petisi itu tidak menyetujui kalau ABRI hanya
mendukung yang Pancasilais saja.
Jadi kalau ABRI harus pecah, sebagian mendukung Golkar, sebagian
mendukung PPP, sebagian mendukung PDI, sebagian lagi mendukung
'Petisi 50 orang', sebagian mendukung yang lain umpamanya, ini
artinya ABRI dirobek-robek. Pengalaman yang lampau. adanya
perang saudara di mana-mana juga karena ABRI tidak kompak, sebab
digunakan oleh orang luar, diadu-domba seperti yang terjadi pada
pemberontakan-pemberontakan yang kita alami," ujar Menpen.
Menurut Ali Moertopo, para penandatangan petisi tersebut
seakan-akan tidak setuju kalau Golkar mendapat dukungan dari
ABRI dalam memperjuangkan dan menegakkan Pancasila dan UUD 1945
pada pemilu. "Jadi kalau begitu yang dilawan oleh 'Petisi 50'
itu sebenarnya adalah Golkar. Karena itu seharusnya Golkar yang
menghadapi mereka untuk menjelaskan bahwa pandarlgan mereka
tidak benar," simpul Menpen.
Penjelasan panjang lebar Menpen Ali Moertopo ini adalah yang
pertama kalinya. Sebelumnya banyak pejabat tinggi seperti
Mendagri Amirmachmud dan Pangkopkamtib Sudomo yang menyinggung
tentang "petisi" Tapi mereka "lupa" menyebut apa isi dan siapa
yang menandatangani petisi tersebut hingga banyak orang
bertanya: Petisi apa?
Disampaikan pada pimpinan DPR dan fraksi-fraksi pertengahan Mei
lalu, petisi yang merupakan "Pernyataan Keprihatinan" itu
ditandatangani 50 orang, di antaranya terdapat purnawirawan
ABRI, bekas pejabat tinggi pemerintah dan beberapa tokoh
generasi muda. Seperti telah disinggung Menpen Ali Moertopo,
petisi tersebut merupakan tanggapan sekelompok orang terhadap
pidato-pidato Presiden di Rapim ABRI akhir Maret lalu dan
sewaktu HUT Kopassandha di Cijantung, Jakarta, April lalu.
Mereka ingin para wakil rakyat di DPR dan MPR menanggapi
pidato-pidato itu.
Sangat terbatasnya pemberitaan pers mengenai masalah ini rupanya
telah menimbulkan berbagai "isu" dan munculnya berbagai macam
"selebaran gelap". Agaknya karena itu pulalah belakangan ini
banyak pejabat tinggi pemerintah dalam berbagai pidato mereka
selalu menghimbau masyarakat untuk tidak mempercayai dan
dipengaruhi "isu-isu negatif".
Akan Terus Berkembang
Misalnya yang diucapkan Pangkopkamtib Laksamana Sudomo pekan
lalu. Di Lapangan Terbang Juanda, Surabaya, Selasa lalu Sudomo
minta pada masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh pernyataan
atau pidato yang mengatakan seolah-olah situasi politik sekarang
hangat. "Apa itu yang menghangat Yang mana itu?", tanyanya.
"Kalau Pangkopkamtib, Laksusda atau Menhankam tidak mengeluarkan
pernyataan apa-apa, ya aman itu," ujarnya.
Sebelumnya Sudomo telah bertemu para alim ulama Jawa Timur di
Pandaan. Menurut Pangkopkamtib, pada mereka telah diberikan
penjelasan mengenai situasi nasional akhir-akhir ini hingga para
alim ulama ini mengetahul apa yang terjadi sekarang ini. "Kalau
ada isu-isu, tidak mempan lagi pada mereka, hingga mereka tidak
terpengaruh karena sudah mengetahuinya lebih dulu. Isu-isu
negatif seperti yang banyak beredar sekarang, pasti masih akan
terus berkembang," ujar Sudomo.
Tampaknya Pangkopkamtib telah mempunyai dugaan. Tatkala ditanya
TEMPo berapa jumlah selebaran gelap yang beredar di masyarakat
sekarang, Sudomo menjawab "Hitung saja berapa jumlah mahasiswa.
Bahkan di Jawa Barat sampai ada murid SD yang ikut menerima.
Pondok-pondok (pesantren) juga dikirimi. Dan kalau satu fotokopi
harganya Rp 15, hitung saja sendiri ...
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini