Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan WNI disekap di Kamboja yang diduga menjadi korban perdagangan manusia, menurut pendiri Migrant CARE Anis Hidayah menunjukkan upaya pemerintah dalam penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) belum maksimal. "Tidak ada tindakan yang berkelanjutan? Betul. Reaktif case per case," katanya kepada Tempo, Selasa, 2 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah melalui KBRI Phnom Penh pada Minggu, 31 Juli 2022, telah mengevakuasi 62 WNI terduga korban TPPO yang dipekerjakan di perusahaan investasi bodong serta judi online di Kamboja. WNI tersebut disekap sampai disiksa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan keterangan Migrant CARE, para korban berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, antara lain dari Medan (Sumatra Utara), Jakarta, Depok (Jabar), Idragiri Hulu (Riau), Jember (Jatim). Dari agen yang berada di Kamboja, mereka dijanjikan bekerja sebagai operator, marketing dan customer service dengan dijanjikan gaji US$1000 – 1500, atau sekitar 15-22 juta.
Faktanya mereka hanya menerima US$500 atau sekitar Rp 7 juta. Apabila para PMI tersebut mengundurkan diri maka harus membayar denda sebesar US$ 2000 – 11000, atau Rp 30-163 juta
Korban dijual dengan harga yang beragam, salah satunya dijual seharga US$2000 atau Rp 30 juta. Mereka dijual dari peusahaan satu ke perusahaan lain karena beberapa sebab. Mereka juga dipekerjakan tanpa kontrak dan jam kerja yang panjang.
Berdasarkan catatan KBRI Pnom Penh, kasus perdagangan manusia di Kamboja bukan kali ini saja terjadi. Pada 2021, 119 WNI korban investasi bodong telah dipulangkan ke Indonesia. Tahun ini, kasus serupa semakin meningkat. Hingga Juli 2022, tercatat 291 WNI menjadi korban, dengan 133 orang di antaranya sudah berhasil dipulangkan.
Migrant CARE menyatakan kasus perdagangan manusia di Kamboja ini merupakan darurat. Badan itu bahkan mencatat, perkara serupa yang menimpa WNI tidak hanya terjadi di Kamboja, namun juga Filipina dan Thailand.
Melihat permasalahan tersebut, Anis Hidayah mendesak pemerintah untuk melakukan langkah jangka panjang. Selain mengusut tuntas pelaku perekrut beserta jaringannya yang berada di wilayah Indonesia.
"Kemenaker RI, BP2MI, hingga Pemerintah Daerah mulai dari propinsi, kabupaten/kota
hingga desa harus mengintensfikan edukasi dan sosialisasi migrasi aman dan bahaya trafficking dengan modus-modus mutakhir kepada masyarakat hingga di grass root," kata Anis.
Menurut Anis, otoritas terkait juga diharuskan untuk mengintensfikan pengawasan agensi perekrut pekerja migran Indonesia (PMI), calo baik di lapangan maupun di media sosial yang memanfaatkan situasi ekonomi masyarakat paska-pandemi.
Para pelaku dapat dijerat dengan pasal berlapis yaitu UU No. 21 Tahun 2007 Pasal 2 (Ayat) 4, juga Pasal 69 UU Nomor 18 Tahun 2017 UU PPMI, Pasal 2 (Ayat) e,f,i,r dan t, Pasal 69 dan 72 huruf d UU nomor 18/2017 tentang pelindungan PMI dan UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam keterangan pers Kemlu RI di Jakarta, Sabtu, 30 Juli 2022, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan akan menemui pihak kepolisian dan pemerintah Kamboja untuk memperkuat koordinasi demi mencegah berulangnya kasus TPPO yang menyasar WNI.
DANIEL AHMAD