Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Penjelasan Menteri Pertanian Soal Sengkarut Proyek Food Estate

Wawancara Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo tentang proyek food estate. Kementerian Pertanian berfokus menanam komoditas selain singkong, yang menjadi garapan Kementerian Pertahanan.

9 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Alasan Menteri Pertanian membangun proyek food estate.

  • Bagaimana pembagian kerja dengan Kementerian Pertahanan?

  • Apa evaluasi proyek food estate setelah setahun?

DI Kementerian Pertanian, ada aturan telepon seluler tak boleh dibawa ketika mewawancarai menterinya. Petugas menyita ponsel para wartawan Tempo dan The Gecko Project yang datang untuk mewawancarai Menteri Syahrul Yasin Limpo tentang proyek food estate di Sumatera, Sumba, dan Kalimantan pada Kamis, 30 September lalu. Petugas hanya mengizinkan satu telepon digunakan untuk merekam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Syahrul menerima Tempo di ruang kerjanya yang jembar di lantai 2 gedung Kementerian Pertanian di Ragunan, Jakarta Selatan. Ditemani para pejabat eselon I dan II Kementerian yang memainkan ponsel sepanjang wawancara, mantan Gubernur Sulawesi Selatan dari Partai NasDem ini menjelaskan sengkarut proyek food estate. Ia taktis menerangkan proyek ini, masalahnya, dan hubungannya dengan Kementerian Pertahanan yang mengerjakan proyek serupa, memakai slide dan video. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa konsep proyek food estate?
Food estate itu multikomoditas. Proyeknya di Kalimantan Tengah, Humbang Hasundutan di Sumatera Utara, serta Sumba di Nusa Tenggara Timur. Dalam satu hamparan yang luasnya 1.000-10.000 hektare tidak hanya ada padi dan jagung, tapi juga kelapa, jeruk, serta peternakan. Kami lakukan dari hulu sampai hilir memakai mekanisasi. Jadi bukan hanya budi daya, kami ajari juga petani tentang korporasi serta jadwal penanaman. 

Seberapa mendesak proyek food estate?
Pertanian rentan dengan cuaca, ancaman kekeringan besar sekali. Di sisi lain, alih fungsi lahan pertanian besar sekali, sekitar 100 ribu hektare per tahun. Kalau seperti itu terus, ke depan bakal menjadi persoalan karena jumlah penduduk bertambah, sementara lahan pertanian terus turun. Maka kami perlu mencari daerah baru di luar Jawa. 

Apa kendala di lapangan?
Masing-masing daerah berbeda. Di Kalimantan Tengah kekurangan orang. Selain itu, tingkat keasaman menjadi soal. Meningkatkan pH tanah bukan hal mudah. 

Apakah singkong cocok ditanam di lahan gambut?
Kalau secara teori, semua tempat cocok. Tapi, menurut pengalaman saya sebagai kepala daerah, bisa juga tidak cocok. Misalnya jika singkong ditanam di aspal. 

Apa solusinya?
Mendatangkan orang lokal dan dari luar untuk mengolah. Kalau orang Bugis lihat lahan seluas itu, keluar air liurnya. 

Setelah setahun, apakah food estate berhasil?
Apakah 100 persen berhasil, saya tidak berani klaim. Bahwa di atas 80-90 persen, iya. Di Humbang Hasundutan yang berhasil kentang, bawang merah oke, bawang putih baru belajar. Sebab, walaupun ketinggian lahannya sama dengan di Cina, kelembapannya berbeda. Itu yang membuat bawang putih gagal. 

Kenapa hasil panen di Humbang Hasundutan tak sesuai dengan target?
Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto:
Produktivitas kentang lumayan, 10 ton per hektare di lahan yang baru pertama kali digunakan. Bawang merah 5,6 ton per hektare, sedangkan bawang putih 2,5-3 ton per hektare. Tapi memang salah satu kendalanya soal sumber daya manusia. Ada petani yang rajin, tapi banyak yang enggak rajin. Bahkan kami sudah mengolah lahannya, sudah menanam, tinggal merawat, itu saja susah. Banyak yang enggak dirawat. 

Omong-omong, siapa pemimpin proyek food estate? Mengapa ada Kementerian Pertahanan?
Saya yang bertanggung jawab. Kementerian Pertahanan punya program sendiri untuk membangun ketahanan pangan. Mereka khusus singkong, saya tidak berfokus di sana. 

Apa perintah dan arahan presiden?
Jujur, saya enggak tahu jawabannya. Yang saya tahu, presiden concern dan sangat peka terhadap food security. Kalau buat kepentingan rakyat, dia peka. 

Anda mengetahui proyek singkong di Kalimantan yang digarap Kementerian Pertahanan?
Aku berkonsentrasi di sini. Biarkan Kementerian Pertahanan jalan. 

Apakah ada komunikasi dengan Menteri Pertahanan?
Ya, sesama menteri harus, lah. 

Apakah kerja sama PT Agro Industri Nasional dengan Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementerian Pertanian masih berjalan?
Belum saya dengar. Eh, jawabannya salah. Nanti saya cek ke Litbang.  

Anda menghindar kalau bicara proyek food estate di Kementerian Pertahanan….
Aku baik soalnya. He-he-he….

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, wawancara ini terbit di bawah judul "Saya yang Bertanggung Jawab". Artikel ini diproduksi Tempo bersama The Gecko Project didukung Rainforest Investigations Network Pulitzer Center, Internews Earth Journalism Network, dan Greenpeace Indonesia

Erwan Hermawan

Erwan Hermawan

Menjadi jurnalis di Tempo sejak 2013. Kini bertugas di Desk investigasi majalah Tempo dan meliput isu korupsi lingkungan, pangan, hingga tambang. Fellow beberapa program liputan, termasuk Rainforest Journalism Fund dari Pulitzer Center. Lulusan IPB University.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus