Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Alasan Moeldoko Cawe-cawe Menggarap Food Estate

Wawancara Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Moeldoko yang perusahaannya, M-Tani, menggarap proyek food estate di Kalimantan Tengah. Ada konflik kepentingan?

9 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Staf Presiden, Moeldoko. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perusahaan Kepala KSP Moeldoko cawe-cawe menggarap proyek food estate di Kalimantan Tengah.

  • Pemerintah menganggap proyek food estate keadaan darurat sehingga memakai diskresi.

  • Apakah kehadiran perusahaan Moeldoko menggarap food estate bukan konflik kepentingan?

PEMERINTAH mencetuskan program peningkatan penyediaan pangan nasional melalui food estate atau lumbung pangan pada pertengahan tahun lalu. Beberapa daerah menjadi fokus program ini. Namun, di Kalimantan, proyek food estate berjalan ketika semua syarat, bahkan aturannya, belum terbit. Apalagi Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai pemimpin proyek.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski operatornya lembaga negara, di lapangan, pelaksana proyek adalah perusahaan-perusahaan swasta. Salah satunya M-Tani. Perusahaan milik Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ini menjadi salah satu pengelola proyek food estate di lahan gambut Kapuas, Kalimantan Tengah. Kepada Tempo pada Selasa, 21 September lalu, Panglima Tentara Nasional Indonesia 2013-2015 ini menjelaskan peran tentara dan keterlibatan perusahaannya dalam proyek food estate.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengapa proyek food estate digarap Kementerian Pertahanan?
Pemimpin proyek ini dua, Kementerian Pertahanan untuk pengembangan pangan singkong serta Kementerian Pertanian untuk pangan di luar itu. Jadi penunjukan Kementerian Pertahanan ada dasarnya. Ketahanan pangan adalah bagian dari pertahanan negara. 

Apa dasar aturannya?
Presiden memiliki diskresi. Selain itu, strategi pertahanan kita adalah pertahanan kompartemen strategis. Di dalamnya ada strategi membangun pertahanan mandiri di pulau-pulau besar. Jadi jika satu pulau diserang, pulau itu bisa bertahan sendiri. Untuk bisa bertahan, pulau itu harus punya logistik yang cukup supaya tidak bergantung pada pasokan pangan dari luar pulau. Kalimantan, Sumatera, dan Papua adalah sebagian pulau yang disiapkan untuk memiliki kemandirian logistik itu. Intinya, Presiden menata logistik dan cadangan logistik nasional supaya kita siap jika nanti ada krisis pangan global. 

Tentara mengurus sawah. Apakah itu tidak bertentangan dengan tugas mereka?
Dalam Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia disebutkan bahwa tugas TNI adalah menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. Dalam pasal 7 undang-undang tersebut disebutkan salah satu tugas militer selain perang adalah membantu tugas pemerintah di daerah. Food estate program pemerintah di daerah sehingga tentara bisa membantu. Tentara yang dilibatkan juga bukan dari satuan tempur atau cadangan tempur, tapi dari satuan teritorial saja.  

Mengapa proyek food estate sudah berjalan sebelum ada aturannya?
Ada kondisi yang mendesak, kondisi yang membutuhkan langkah cepat. Kami berlomba dengan waktu. Ada peringatan dari Food and Agriculture Organization (FAO) bahwa akan ada krisis pangan dunia akibat pandemi serta perubahan iklim. Selain itu, lahan pertanian kita terus menyusut. Harus segera ada langkah antisipasi krisis pangan tersebut. Solusinya adalah secepatnya memperbaiki dan membuka lahan baru, terutama di luar Jawa. Jadi saat terjadi krisis pangan kita sudah punya cadangan lahan dan lumbung pangan yang memadai. 

Di Kapuas, pemasok bibit dan pupuk untuk proyek food estate adalah M-Tani, perusahaan Anda….
Kehadiran M-Tani sebagai volunter, di lahan yang sudah ditinggalkan petani karena lahannya susah diolah. Kami bantu. Dengan skema kerja sama, petani mengolah sawah dengan metode dan panduan dari M-Tani. Selain itu, kami mengolah lahan sendiri untuk penelitian, menggunakan bibit dan pupuk produksi M-Tani. Kami berharap, jika nanti berhasil, banyak petani yang bersedia mengolah sawah di sana. Sebab, tidak mudah memobilisasi petani. Mereka butuh bukti bahwa lahan di sana bisa ditanami padi. 

Berapa luasnya?
Awalnya sekitar 100 hektare, tapi sekarang menyusut menjadi 44 hektare kerja sama dengan petani dan 20 hektare murni dikerjakan oleh M-Tani. 

Apakah berhasil?
Masih berjuang. Saya tidak bilang gagal, tapi belum berhasil. 

Anda adalah Kepala Staf Kepresidenan. Dengan M-Tani terlibat dalam proyek pemerintah, apakah itu bukan konflik kepentingan?
M-Tani tidak berpikir mencari keuntungan dalam proyek food estate karena sejak awal saya tahu kondisi lahan di sana susah diolah. Saya terlibat karena merasa tertantang dan ingin membina petani. Saya kan juga Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia. Selain itu, saya selalu berpesan kepada M-Tani untuk tidak menggunakan uang negara karena akan menyulitkan kami.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ada Keadaan yang Mendesak". Artikel ini diproduksi Tempo bersama The Gecko Project didukung Rainforest Investigations Network Pulitzer Center, Internews Earth Journalism Network, dan Greenpeace Indonesia

Agung Sedayu

Agung Sedayu

Alumnus Universitas Jember, Jawa Timur. Menekuni isu-isu pangan, kesehatan, pendidikan di desk Investigasi Tempo.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus