Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Soleh Solahuddin: Saya Cuma Kambing Hitam

28 Januari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJAKSAAN Agung rencananya pekan ini merilis tersangka kasus penyuapan Monsanto Company kepada pejabat Indonesia pada 1998-2003. SS, yang disebut-sebut sebagai calon tersangka, tak lain adalah Soleh Solahuddin, Menteri Pertanian periode 1998-1999.

Bekas Rektor Institut Pertanian Bogor itu ditengarai menerima hampir Rp 1,5 miliar dalam bentuk rumah dan hadiah lain. Upeti ini digelontorkan perusahaan Amerika Serikat itu untuk memuluskan sejumlah rencana bisnisnya, antara lain menanam kapas transgenik di Sulawesi Selatan, yang membahayakan lingkungan.

Soleh, 64 tahun, tak menyangkal tuduhan itu. Kuitansi hadiah dan sertifikat rumah jelas-jelas atas nama istrinya, Siti Sianah. ”Saya siap bertanggung jawab,” katanya pasrah.

Kepada Tempo, Soleh bercerita banyak soal kasus ini. Sayang, beberapa kali janji bertemu selalu batal. Ia kemudian memberikan penjelasan melalui telepon dan jawaban tertulis.

Anda akan jadi tersangka tunggal dalam kasus ini….

Aneh. Sebaiknya jaksa memeriksa juga Monsanto, apakah benar mereka menyuap. Jangan-jangan penyuapan hanya untuk kepentingan pribadi oknum pejabatnya. Saya merasa tidak menerima apa pun dari Monsanto.

Bukankah ada aliran dana kepada Anda dan keluarga?

Betul. Tapi semua kuitansi atas nama PT Branita Sandhini (partner PT Monagro Kimia, anak usaha Monsanto). Di akta yang saya peroleh, perusahaan ini tak ada hubungannya dengan Monsanto atau Monagro. Baru pada 2004, sebanyak 0,2 persen saham Branita dijual ke Monsanto Singapura. Apa artinya ini? Ada rekayasa.

Maksudnya?

Kasus ini kan bermula dari temuan United States Securities and Exchange Commission pada 2004 tentang sejumlah pengeluaran Monsanto di Indonesia yang tidak dilaporkan. Mereka didenda, lalu saya ikut kena. Saya cuma kambing hitam.

Tapi Johannes Adrianus Biljmer, Presiden Direktur Monagro, juga komisaris Branita….

Di akta, nama dia tidak ada.

Benarkah Biljmer gencar melobi Anda untuk meloloskan kapas transgenik?

Ya, karena dia kan yang punya mau. Sebagai menteri, saya didekati banyak orang. Mereka mengajak golf, makan siang.

Kabarnya, saat main golf di Danau Bogor Raya itulah ada deal soal rumah….

Saya lupa. Sertifikat tanah itu atas nama istri saya, yang diberikan oleh orang suruhan Andi Abdussalam Tabusalla (pegawai Monagro), Mei 2000, tujuh bulan setelah saya tak jadi menteri. Saya marah dengan pemberian itu.

Seberapa dekat Anda dengan Abdus?

Saya kenal Abdus sejak 1983, sebelum dia bekerja di Monagro. Hubungan kami sudah seperti anak dan orang tua. Sewaktu saya mau mengembalikan rumah itu, dia bilang rumah itu untuk persahabatan, pemberian dari anak ke bapak.

Anda tetap mengembalikannya?

Ya, dengan mencicil, karena saya tak punya uang tunai. Saya bayar dari 7 Oktober 2003 sampai Februari 2004. Totalnya Rp 1 miliar, tapi yang ada kuitansinya cuma Rp 850 juta. Sewaktu diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi, dia membuat pernyataan tertulis telah menerima uang itu, tapi dicabut saat kasus ini ditangani Kejaksaan Agung.

Anda juga menerima pemberian lain, seperti ongkos perjalanan….

Saya tidak tahu ada bantuan pihak ketiga. Seluruh perjalanan dinas diurus Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.

Benarkah keluarga Anda yang meminta hadiah-hadiah itu?

Tidak benar. Abdus selalu bilang bahwa pemberiannya murni pribadi, uang pribadi, sebagai anak.

Tapi istri Anda tercatat pernah meminta notaris mengurus tanah itu?

Saya tidak tahu. Soal pengurusan dan pengikatan rumah itu, yang sibuk, ya, Andi Abdussalam sendiri.

Apakah Anda sadar semua pemberian itu bagian dari lobi Monagro?

Hubungan kami dengan Abdus hubungan keluarga. Saya tidak tahu apakah Abdus memanfaatkannya untuk kepentingan Monagro. Saya tak pernah berhubungan dengan Monsanto untuk urusan kapas. Selama saya menjabat menteri, tak satu pun kebijakan yang saya buat berhubungan dengan izin transgenik. Keputusan mengenai kapas transgenik baru keluar pada 2001.

Tapi Anda membuat surat keputusan bersama empat menteri soal transgenik pada 1999….

Keputusan itu untuk menjaga keamanan pangan dan kesehatan manusia dari produk rekayasa genetika.

Kenapa keputusan bersama itu tak melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup?

Karena tujuannya untuk keamanan pangan dan kesehatan. Tapi tidak menghapus ketentuan dan persyaratan keamanan lingkungan. Keputusan itu sekaligus proteksi, karena aturan soal analisis dampak lingkungan baru keluar pada 2001.

Kenapa akhirnya kapas transgenik bisa masuk ke Indonesia?

Pelepasan varietas milik Monsanto terjadi ketika saya sudah tidak jadi menteri. Anda sebaiknya bertanya kepada Pak Bungaran Saragih, yang menjabat Menteri Pertanian pada 2001-2003.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus