Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SULIT memisahkan perkara hukum yang membelit Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dengan politik. Dituding bertanggung jawab atas izin ekspor minyak sawit mentah yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng pada 2022, ia diperiksa Kejaksaan Agung. Pemeriksaan dilakukan empat bulan sebelum penutupan pendaftaran calon presiden dan wakil presiden Pemilihan Umum 2024. Juga pada saat Airlangga, sebagai Ketua Umum Partai Golkar, sedang mendekati koalisi partai pendukung Anies Baswedan, kandidat presiden yang tak disokong Joko Widodo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena itu, tak cuma dipersoalkan Kejaksaan Agung, posisi Airlangga sebagai Ketua Umum Partai Golkar pun kini hendak didongkel lewat mekanisme musyawarah nasional luar biasa. Sebagaimana Airlangga yang meminta restu Istana Negara saat hendak mengikuti pemilihan Ketua Umum Golkar pada 2019, kelompok yang bermaksud menyingkirkannya pun mencari dukungan Jokowi dengan janji akan lebih “memahami” kehendak Presiden dalam menyalurkan dukungan kepada calon presiden 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat tahun lalu, Istana campur tangan dalam pemilihan Ketua Umum Golkar untuk menghentikan konflik di partai itu setelah ketua umum sebelumnya, Setya Novanto, terlibat perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik. Airlangga menjadi calon tunggal setelah pesaingnya, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo, mundur dari pemilihan. Bergelayut pada Istana, sepintas posisi Airlangga terlihat aman. Kenyataannya, dia bergantung pada kehendak Jokowi.
Pemeriksaan Airlangga oleh Kejaksaan Agung menggambarkan posisi yang rentan itu. Jaksa meminta dia menjelaskan kebijakan pemberian izin ekspor minyak sawit mentah kepada sejumlah perusahaan yang dianggap menimbulkan kerugian negara dan kelangkaan minyak goreng. Airlangga mungkin salah langkah: ia mengoreksi kebijakan Jokowi yang melarang ekspor minyak sawit mentah saat minyak goreng di dalam negeri langka pada 2022. Ia mengizinkan ekspor minyak sawit mentah, kecuali yang telah dimurnikan yang merupakan bahan baku minyak goreng.
Logikanya, yang perlu diselisik dan dipanggil lebih dulu adalah Menteri Perdagangan saat itu, Muhammad Lutfi. Dia adalah atasan Indrasari Wisnu Wardhana, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, yang mengeluarkan izin ekspor bagi 15 perusahaan. Kebijakan izin ekspor minyak sawit yang dirumuskan Indrasari, ekonom Lin Che Wei, dan wakil perusahaan pun dilaporkan kepada Lutfi sebelum diketuk. Tapi urut kacang tak berlaku dalam pemeriksaan hukum menjelang pemilihan presiden.
Selain kasus izin ekspor minyak sawit mentah, perkara lain yang membelit Airlangga adalah perannya sebagai Ketua Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Kejaksaan Agung menyorot penyaluran dana di lembaga itu yang kembali ke perusahaan kelapa sawit yang menyetorkannya. Selama 2015-2021, badan itu mengumpulkan pungutan ekspor sawit hingga Rp 139,2 triliun. Sebagaimana investigasi majalah ini pada April 2022, dana tersebut tak disetorkan ke kas negara, melainkan dikelola sendiri oleh badan tersebut.
Baca artikelnya:
- Peran Airlangga Hartarto dalam Kasus Korupsi Minyak Goreng dan Dana Sawit
- Jejak Sinar Mas dan Asian Agri dalam Kasus Korupsi Minyak Goreng
- Siapa yang Hendak Mendongkel Airlangga Hartarto dari Kursi Golkar?
BPDPKS lalu menyalurkan sebagian besar dana sawit itu untuk subsidi biodiesel B30 yang dinikmati segelintir perusahaan, yang perwakilan manajemennya menjadi anggota Komite di bawah Airlangga. Dua perusahaan penikmat subsidi terbesar adalah dua dari tiga korporasi yang menjadi tersangka perkara izin ekspor minyak sawit mentah. Konflik kepentingan dan dugaan korupsi penyaluran dana BPDPKS telah disidik kejaksaan sejak tahun lalu. Tapi peran Airlangga baru diselidiki dalam pemeriksaan terakhir—ketika persiapan penetapan presiden dan wakil presiden Pemilu 2024 sedang heboh-hebohnya.
Sampai hakim mengetukkan palu vonis, kita hanya bisa berwasangka perihal keterlibatan Airlangga Hartarto dalam dua perkara tersebut. Hiruk pikuk pemilu mengubah wasangka menjadi keyakinan: tersebab kebanalan politik elektoral, hukum dan politik telah tercampur aduk.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tersebab Anies atawa Minyak Goreng"