Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Berita Tempo Plus

Berperan Optimal dengan 'Subpoena'?

Sanksi pidana yang dilekatkan DPR pada subpoena hanya akan efektif apabila lembaga. wakil rakyat itu memiliki integritas dan bebas dari cacat-cacat masa lampau.

28 Desember 1998 | 00.00 WIB

Berperan Optimal dengan 'Subpoena'?
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Ada produk hukum baru dari DPR, bernama subpoena. Asing bunyinya, dan perlu waktu untuk diperkenalkan kepada seantero warga. Singkat kata, DPR kini menetapkan sanksi pidana pada orang-orang yang mengabaikan surat panggilan (subpoena) yang dikeluarkannya. Sepintas, sanksi itu agak berlebihan, khususnya sekarang, ketika DPR belum juga terbebas dari tata tertib yang membelenggu dirinya. Pihak luar bukan tidak terkesan dengan prestasi wakil rakyat itu dalam memproses beberapa rencana undang-undang, tapi bukan berarti citra DPR sudah bersih dari cacat-cacat Orde Baru. Cacat itu tetap saja melekat, bahkan tampak lebih nyata sejak Sidang Istimewa MPR, 10-13 November silam. Maka, menjadi sangat ganjil ketika DPR mencantumkan subpoena—ketentuan ini disepakati juga oleh pemerintah— yang menetapkan bahwa siapa saja yang mengabaikan panggilan DPR bisa dijatuhi sanksi pidana, maksimal hukuman kurungan satu tahun.

Dengan hak subpoena, misalnya, DPR dapat memanggil Prabowo Subianto—berkaitan dengan kasus penculikan dan orang hilang, kasus penembakan mahasiswa, kasus penjarahan, pembakaran, pemerkosaan—atau memanggil Menteri Pertanian sehubungan dengan pencabutan subsidi pupuk. Atau, meminta Beddu Amang membeberkan kerja sama Bulog dan Goro, serta sembako; juga mengharuskan Eka Tjipta Widjaja menampilkan bukti-bukti tentang produksi minyak goreng, sehingga jelas mengapa harganya melonjak gila-gilaan.

Prakarsa DPR memanggil beberapa tokoh yang memainkan peran sentral dalam kasus yang kontroversial atau kasus yang merugikan rakyat banyak, tentu sangat diharapkan dan dipujikan. Namun, kalau peran itu diperkuat dengan subpoena—dalam arti orang yang tidak mematuhi panggilan bisa dikategorikan sebagai kriminal—tiba-tiba saja terlintas pertanyaan, "Apa DPR kuat melakukannya? Secara moral, apakah DPR siap?" Bukankah DPR yang sama juga yang dulu memanggil pengusaha anu, ditanya ini-itu, tapi kemudian berakhir dengan "imbauan" agar mereka diberi sesuatu? Bukankah pengusaha X sengaja tidak mengacuhkan panggilan DPR karena menghindar dari "penjarahan" tingkat tinggi? Atau, bapak pejabat Y sengaja tidak menghiraukan panggilan DPR semata-mata karena beranggapan bahwa panggilan itu memang tidak pantas digubris?

Singkat kata, DPR terkooptasi, seperti halnya semua lembaga tinggi negara lainnya terkooptasi oleh budaya politik Orde Baru. Budaya politik itu, kita tahu, "sangat Pancasilais", sangat korup, tidak bermoral, tidak berhati nurani. Kini, DPR berusaha menumbuhkan budaya politik yang berciri reformis. Namun masalahnya ialah, selain budaya politik yang demokratis tidak bisa dibangun dalam sehari, budaya politik baru juga memerlukan titik berangkat yang berbeda dari yang lama. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan Juni 1999 belum tentu bisa dijadikan titik berangkat menuju budaya politik baru itu.

DPR, seperti halnya kita semua, berada dalam sebuah masa transisi yang panjang dan berat. Agar bisa berperan optimal, kini DPR memutuskan untuk mengefektifkan subpoena. Tampaknya, DPR akan berhasil kalau subpoena digunakan sebagai instrumen untuk menegakkan demokrasi dan hukum. Jadi, bukan sekadar menegakkan wibawa. Bagi DPR, kini menegakkan wibawa samalah dengan menegakkan benang basah. Sia-sia, buang-buang energi, percuma. Namun kalau niatnya memang untuk menegakkan demokrasi, monggo, selamat bekerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus