TEMPO pernah membahas film The Message. Saya beruntung sempat
melihatnya. Bulan Juli yang lalu saya di London, saat film
tersebut pertama kali diputar. Jauh sebelumnya saya pernah
mendengar tentang pembuatan film ini. Sampailah suatu ketika
sebelum film itu diputar saya melihat di televisi wawancara
dengan Anthony Quinn yang membintangi film itu disertai
pemutaran keberapa adegannya.
Pertama-tama yang saya perhatikan ialah siapa penontonnya.
Menurut pengamatan saya, tidak kurang 75% adalah orang-orang
dari berbagai negara Arab. Saya sendiri dengan seorang
Indonesia lainnya kebagian karcis agak depan. Sebelum masuk
bioskop digeledah terlebih dahulu oleh penjaga. Saya pernah
menonton di beberapa bioskop yang lain tetapi tidak digeledah.
Mungkin ada kekhawatiran bahwa penonton akan menjadi emosionil,
tidak terkendalikan setelah melihat film.
Secara awam saya beranggapan film itu bagus. Bagian pertama
menggambarkan saat-saat pertama Islam lahir. Betapa
pengikut-pengikut Nabi ditindas habis-habisan oleh Abu Jahal.
Ada yang ditindih batu, dibakar dengan besi panas, ditikam
dengan tombak. Saya sangat terharu. Tidaklah mengada-ada kalau
banyak penonton mengucurkan airmata. Dan sebaliknya
menggemuruhlah tepuk-tangan ketika Hamzah datang menolong
pengikut-pengikut Muhammad yang dilempari batu di dekat Ka'bah.
Film tidak memperlihatkan Nabi Muhammad secara fisik atau
sahabat dekat beliau yang lain, kecuali Hamzah sebagai tokoh
yang banyak ditonjolkan, sampai bagaimana beliau gugur dalam
perang Uhud. Selain itu sangatlah menyenangkan melihat pengikut
Nabi yang masih muda-muda dan gagah-gagah.
Keterharuan dan kebanggaanlah yang menyelimuti perasaan saya
selama menonton film itu. Bangga melihat peperangan demi
peperangan dimenangkan oleh Islam. Film ini diakhiri dengan
memperlihatkan Islam di segala penjuru dunia dengan
mesjid-mesjid besar di Mekkah, Madinah, Cairo, Kualalumpur dan
beberapa lagi yang tidak saya kenali.
Saya memang terlalu awam dalam agama Islam yang saya anut.
Sebaliknya teman saya adalah seorang yang boleh juga pengetahuan
agamanya. Kami berdua sangat senang, tidak ada perasaan
tersinggung, terhina karena film itu. Tidaklah terlintas dalam
pikiran bahwa film itu dimusuhi oleh beberapa tokoh Islam. Film
itu hampir menyerupai Bilal dari Mesir yang pernah diputar di
sini, yang juga boleh masuk ke Indonesia.
Apakah film The Message dimusuhi karena diperkirakan dibuat
dari uang bukan orang Islam? Entahlah. Saya juga mendukung
pendapat Saudiara Marzuki Yahya SE dalam TEMPO 11 Desember yang
lalu, agar mereka yang melarang, sebaiknya melihat dulu,
menilai, kemudian menjelaskan bagian mana yang tidak sesuai dan
merugikan Islam.
Saya lebih cenderung agar kita diberi kesempatan atau menilai
sendiri mana yang baik, tepat, pantas atau yang jelek, tidak
tepat dan kurang pantas atau isyu -- tanpa dicekoki oleh
pendapat segelintir perasaan a priori. Mungkin kita akan cepat
menjadi lebih dewasa. Berhakkah kita membuat penilaian sendiri?
Drs. ACHMAD SABLIE
Jl. Rawasari Barat E 269 A,
Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini