SIDANG UNCTAD V diadakan di salah satu ibukota ASEAN. Maka
perhatian kita pun lebih besar. Sidangnya sendiri juga amat
penting dalam perjuangan negara-negara dunia ketiga untuk
menyusun Orde Ekonomi Dunia Baru, yang lebih adil dan
menguntungkan bagi usaha negeri-negeri ini untuk mempercepat
proses pembangunannya. Negaranegara dunia ketiga ini telah
tersusun dalam barisan Grup- 77 (walaupun sekarang
keanggotaannya sudah meningkat menjadi kira-kira 115) untuk
memperjuangkan tuntutan-tuntutannya dan UNCTAD menjadi medan
perjuangannya yang terutama.
Dalam sidang UNCTAD IV di Nairobi perjuangan mereka mencapai
puncak dramatis dalam tuntutannya untuk membentuk Dana Bersama
sebagai unsur pokok dari Program Komoditi yang terpadu. Negara
industri enggan sekali untuk menyetujui rencana itu dan sidang
Nairobi sampai diperpanjang beberapa hari untuk mengusahakan
suatu kompromis yang dapat memuaskan Grup 77.
Dalam perjuangan Komoditi ini Indonesia telah memainkan peranan
yang sangat penting, bersama ASEAN, karena negara-negara Asia
Tenggara inilah yang paling berkepentingan pada rencana ini.
Amerika Selatan, Asia Selatan (India) dan Asia Timur mungkin
lebih berkepentingan terhadap persoalan (perluasan) pasar dunia
untuk ekspornya, yakni barang-barang industri, sedangkan
negara-negara Afrika (hitam) sudah tertolong Konvensi Lome yang
melindungi pendapatan ekspornya terhadap gejolak konjungtur.
Azas-azas umum yang sudah disetujui di Nairobi masih
terus-menerus dirundingkan rumus-rumus pelaksanaannya, dan
ditawar angka-angka komitmennya oleh negara-negara industri,
yang memang masih sangat enggan untuk betul-betul melaksanakan
rancangan ini. Akhirnya baru Maret lalu di Jenewa dicapai
kesepakatan mengenai beberapa unsur pokok dari Dana Bersama ini,
sehingga isyu hangat ini tidak akan meledak lagi di Manila.
Sebetulnya apa yang dicapai di Jenewa itu adalah kompromis lagi,
yang tidak menjarnin Dana Bersama yang kuat (dan besar), dan
pelaksanaannya mungkin juga akan makan waktu yang panjang.
Darisekian banyak komoditi yang harus disusun perjanjian
internasionalnya untuk memberikan kestabilan pasar, baru
karetlah yang agak maju. Tembaga masih terkatung-katung, dan
komoditi-komoditi lain baru dimulai penjajagannya. Yang sudah
ada adalah mengenai timah, gula, kopi dan coklat.
Maka kalau di Nairobi ada fokus perjuangan, yakni Program
Komoditi Terpadu dan Dana Bersamanya, di Manila isyu sentral
yang dapat membuat drama kelihatan kurang ada, kecuali mungkin
soal proteksionisme. Sebagai diutarakan oleh Alex Alatas,
Sekretaris Wakil Presiden yang pernah menjabat sebagai Ketua
Kelompok '77, pembicaraan akan mencakup suatu front lebar dengan
berbagai-bagai isyu, misalnya, pasar untuk barang-barang
industri, perkapalan, teknologi, bantuan internasional, soal
moneter, dan sebagainya.
Dalam hampir semua persoalan ini sikap negeri-negeri industri
adalah konservatif, tidak atau belum mau merombak aturan
permainan, paling-paling akan bersedia memberikan beberapa
konsesi, didorong oleh motif politis, yakni untuk menghalau
suatu konfrontasi yang sengit. Keadaan ekonomi dunia barat dan
prospek hari depannya tidak cerah, dan dalam iklim demikian
negara-negara ini enggan sekali untuk memberi konsesi-konsesi
yang besar. Mereka masih kurang yakin perombakan susunan ekonomi
dunia akan menguntungkan mereka pula. Mereka masih melihatnya
sebagai tuntutan dari negara-negara miskin untuk memberi bantuan
dan sedekah yang lebih banyak, misalnya sampai 0,7% dari
produksi nasionalnya (yang mereka belum bersedia).
APA sebetulnya inti dari tuntutan perombakan susunan ekonomi
dunia ini? Yang menjadi keberatan utama dunia ketiga adalah
struktur dan tata mainan dari perdagangan internasional dan
pasar uang dan modal internasional. Proses kolonisasi di zaman
yang lampau telah menumbuhkan pembagian kerja antar
negara-negara (bekas jajahan) yang (masih) menghasilkan dan
mengekspor bahan mentah di satu fihak, dan negara-negara
industri (bekas negara penjajah) di lain fihak. Harga-harga
bahan mentah di pasar dunia selalu rendah, dan barang-barang
industri dijual dengan harga yang cukup mahal.
Sebab-sebab keadaan tersebut banyak sekali, dan kemerdekaan
bekas daerah jajahan ini tidak dapat meniadakan
sebab-musababnya. Negara yang miskin dan yang sering
berkelebihan penduduknya dan rendah produktivitasnya terjebak
dalam lingkaran setan: mereka sukar untuk mengendalikan
pertumbuhan penduduknya dan oleh karena kemiskinannya mereka
kurang modal untuk meningkatkan produktivitasnya. Sebaliknya
negara-negara industri terus-menerus tumbuh dan tambah kaya.
Kalau beberapa negara berkembang berhasil meloloskan diri dari
lingkaran setan ini, seperti Korea, Taiwan, Singapura, Brazil,
dan mulai mampu mengekspor barang-barang industrinya ke dunia
industri, maka akhir-akhir ini mereka dipalang pintu oleh
semangat proteksionisme yang sedang merajalela di negeri-negeri
industri itu.
Sumber modal dan pasar uang dan modal juga dikuasai
negara-negara industri dan lembaga-lembaganya yang senantiasa
lebih banyak melayani mereka sendiri. Bahkan lembaga-lembaga
keuangan internasional, seperti IMF, dalam tata mainannya juga
lebih menguntungkan negara-negara industri daripada
negara-negara berkembang. Pembagian kekuasaan di IMF lebih
menguntungkan negara-negara (penyumbang) yang kuat.
Kalau di dalam sesuatu negara ada masalah kaya-miskin maka
sering ada mekanisme politik yang dapat membantu perataan, yakni
lewat sistim pajak dan pemilihan umum. Di gelanggang
antar-bangsa belum ada pajak internasional dan negara-negara
miskin dan kecil tidak mempunyai hak pilih dan hak menentukan
yang banyak, kecuali di sidang umum PBB yang tidak mempunyai
kekuasaan untuk merubah tata susunan dunia.
Perjuangan negara-negara dunia ketiga sering diibaratkan gerakan
buruh atau gerakan-gerakan emansipasi lainnya, yang setelah masa
perjuangan yang lama dan sengit sekarang juga banyak telah
mencapai sasarannya. Mudah-mudahan perlambangan ini cukup tepat,
dan gerakan dunia ketiga ini dalam satu-dua dekade lagi akan
mencapai beberapa sasaran pokoknya.
Tapi gerakan yang bersifat dalam negeri lebih banyak harapannya
daripada gerakan yang internasional. Gerakan perjuangun dalam
negeri dapat mencapai kemenangan lewat perjuangan politik,
misalnya lewat pemilihan umum. Juga dapat lebih banyak tertolong
oleh pengaruh moral, yang lebih efektif dalam batas-batas dalam
negeri. Jadi senjata perjuangan gerakan negara-negara miskin
yang akan ditakuti oleh negara-negara kaya itu apa? Ancaman
revolusi dunia yang dapat menumbangkan tata susunan sosial
negeri-negeri kaya? Ancaman embargo ekspor komoditi-komoditi
vital seperti minyak? Kesadaran bahwa sekarang ini dinamika
ekonomi dunia barat sudah sangat kendor dan mungkin menerlukan
pasar) dunia ketiga sebagai obat kuat?
SAMBIL berjuang, yang dapat memakan waktu lama, negara
berkembang harus lebih banyak mengandalkan kepada kekuatan
sendirinya dalam usaha pembangunannya. Mereka juga harus
berusaha untuk saling membantu dan berusaha memperbesar momentum
pembangunannya dengan usaha-usaha kolektif. Semangat berdikari
-- baik sendiri maupun secara bersama -- dewasa ini sedang
didengung-dengungkan.
"Pekerjaan-rumah" yang harus dikerjakan oleh negaranegara
berkembang, terutama yang masih miskin, cukup banyak. Dalarm
bidang ekonominya, pertama-tama dan terutama, produktivitas
pertanian, terutama bahan makanan, harus bisa ditingkatkan.
Cukup bukti-bukti hanya negaranegara yang berhasil meningkatkan
produktivitas pertaniannya, yang akhirnya takeff, seperti
Korea, Taiwan, Malaysia dan sebagainya. Sering ini memerlukan
perombakan susunan sosial, mengenai pemilikan tanah, cara usaha
dan sebagainya. Pengendalian jumlah dan pertumbuhan penduduk
juga merupakall syarat mutlak, walaupun ini memerlukan waktu
yang lama.
Dalam negeri-negeri demikian sering diperlukan juga
penyempurnaan dalam tata susunan pemerintahan, birokrasi,
peradilan, dan sebagainya. Negara yang masih menderita banyak
korupsi adalah negara yang sakit secara sosial dan
pertumbuhannya akan tersendat-sendat. Kalau bgian dan jumlah
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan masih terlalu
besar, maka pertumbuhan seluruh negeri juga akan terhambat.
Penabungan dalam negeri harus ditingkatkan dengan mengurangi
segala macam pemborosan, termasuk pemborosan oleh gaya hidup
yang mewah.
Akhir-akhirnya, harus kita sadari bahwa usaha-usaha
internasional tidak akan pernah mampu mengangkat kita ke atas
garis kemiskinan. Hanya usaha-usaha dalam negeri yang dapat.
Usaha-usaha internasional hanya dapat sekedar membantu. Maka,
walaupun medan perjuangan untuk merombak tata susunan ekonomi
dunia adalah penting bagi kita, medan perjuangan yang terpenting
tetap di dalam negeri. Tiap negara harus menyelesaikan dulu
Pekerjaan Rumahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini