Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Ganti Wakil Rakyat Pembolos

Kinerja parlemen semakin memprihatinkan dengan tingkat kehadiran yang rendah. Tak mempan dikritik.

2 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DEWAN Perwakilan Rakyat ternyata menjadi lembaga negara yang paling banyak menerima kritik, sekaligus mengabaikan kritik itu pula. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan, mengingat tugas "wakil rakyat" justru mencakup bidang pengawasan, yang seharusnya membuat lembaga itu berwibawa. Kalau pengawas kerjanya tak benar, bagaimana lembaganya bisa disegani?

Sudah banyak kritik yang disampaikan ke parlemen, tapi tak ada perubahan apa pun di gedung mereka yang megah di Senayan. Bak masuk telinga kiri langsung keluar dari telinga kanan, hujan kritik itu seperti sekadar menumpang lewat.

Jangankan menanggapi kritik secara positif, yang terdengar malah "pembenaran" dengan gaya yang aneh, dan kadang kala dangkal. Dalam kasus banyaknya anggota Dewan yang membolos pada saat sidang paripurna, mi salnya, "pembelaan"-nya adalah kesibukan anggota Dewan bukan hanya menghadiri sidang parlemen, melainkan juga mengikuti rapat partai.

Jawaban ini bisa menyesatkan karena tugas sebagai wakil rakyat justru harus diutamakan di atas kepentingan partai. Anas Urbaningrum pernah berjanji dan masih sebatas janji akan keluar dari Senayan begitu terpilih se bagai Ketua Umum Partai Demokrat. Pramono Anung pernah memberi contoh, mundur sebagai wa kil rakyat tatkala menjadi Sekretaris Jenderal PDI Perjuang an.

Alasan lain yang tak masuk akal adalah sidang paripurna itu berbarengan dengan sidang komisi atau kegiatan lain anggota Dewan. Kalau dalih ini benar, apa kah seburuk itu manajemen sidang di parlemen: ada sidang paripurna yang bertabrakan dengan sidang lain? Seharusnya disadari, puncak pengambilan keputusan parlemen ada di sidang paripurna, sehingga semestinya sidang ini tak boleh diganggu oleh kegiatan lain apa pun di lembaga itu.

Terlepas dari manajemen sidang yang buruk, atau memang wakil rakyat suka membolos untuk ngobyek keluar kendati gaji bersihnya lebih dari Rp 62 juta sebulan ulah para politikus pembolos ini tak boleh lagi dibiarkan. Partai yang menjadi kendaraan mereka masuk ke Sena yan harus ikut menanggung beban dan menanggung malu kalau memang masih punya urat malu.

Tak ada jalan lain, tarik wakil rakyat yang suka membolos itu, ganti dengan orang yang lebih bertanggung jawab. Partai jangan melindungi mereka atau sengaja "menutup mata". Kalau ada yang minta berhenti, langsung saja diproses dengan catatan, sebelum penggantinya datang, ia tetap wajib bekerja. Kasus Ratu Munawwaroh, yang absen berbulan-bulan, bukan saja merupakan contoh buruk untuk dirinya, melainkan buruk juga bagi citra Partai Amanat Nasional.

Selain partai harus aktif memantau orangnya di Senayan, Dewan mesti menegakkan aturan yang tegas. Mereka punya Badan Kehormatan; apa saja kerjanya? Kenapa badan ini mandul, padahal pelanggaran etika, sopan santun, kewajiban sidang, dan sebagainya selalu berujung pada menegakkan kehormatan? Apakah para wakil rak yat tak perlu lagi disebut sebagai anggota Dewan yang terhormat?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus