Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Hak Publik dalam Kampanye Ganti Presiden

Deklarasi gerakan ganti presiden diberangus di sejumlah daerah. Tindak ujaran kebencian, lindungi kebebasan berpendapat. Perlu langkah nyata dan terpadu.

1 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aksi #2019GantiPresiden saat Car Free Day di Bundaran HI, Jakarta, April 2018. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPANJANG dilakukan dengan damai, tanpa ujaran kebencian, apalagi propaganda mengganti dasar negara, sebenarnya tak ada yang istimewa pada deklarasi gerakan ganti presiden 2019. April tahun depan, pemilihan umum diselenggarakan. Undang-undang melindungi warga negara untuk menyerukan kampanye ganti presiden, juga sebaliknya kampanye tak ganti presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pangkal soalnya adalah polisi dan aparat Badan Intelijen Negara yang berlaku lajak. Dua pekan lalu, polisi membubarkan deklarasi ganti presiden di Pekanbaru dan Surabaya. Di ibu kota Provinsi Riau, aktivis gerakan, Neno Warisman, dipulangkan paksa ke Jakarta. Di Surabaya, hotel tempat musikus Ahmad Dhani menginap dikepung massa dan deklarasi dibatalkan. Dhani adalah politikus Partai Gerindra yang selama ini dikenal anti-Jokowi. Meski tidak membesar, bentrok sempat terjadi antara pendukung dan penentang kampanye ganti presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polisi semestinya melindungi hak warga negara dalam menyampaikan pendapat. Untuk menghindari konflik, jika perlu, aparat bisa memindahkan lokasi aksi ke tempat tertutup. Kehadiran dan peran aktif BIN dalam pengusiran Neno Warisman mudah memantik curiga bahwa aparat intelijen sedang "mencuri panggung". BIN adalah lembaga telik sandi yang bertugas memasok informasi kepada aparat keamanan, bukan melakukan tindakan polisional. Kehadiran Kepala Badan Intelijen Daerah Riau di lokasi kejadian patut disayangkan. Alih-alih bersikap netral, polisi dan BIN kini berpihak pada salah satu kandidat presiden.

Presiden Joko Widodo tak selayaknya berdiam diri atas dua kejadian itu-juga peristiwa serupa yang terjadi sebelumnya. Sebagai peserta Pemilu 2019, ia memang diuntungkan jika deklarasi ganti presiden dibekap. Tapi, sebagai kepala negara, ia berkewajiban menjaga demokrasi dan hak sipil warga negara. Presiden selayaknya memastikan polisi dan intelijen bersikap netral. Dengan tak bersuara, Jokowi mudah dituding tengah "menikmati" keberpihakan aparat.

Para penggiat gerakan ganti presiden sepatutnya mawas diri. Betapapun konstitusionalnya, dalam sejumlah aksi mereka, sempat terdengar ujaran kebencian dan propaganda mengganti dasar negara. Tak sulit menduga ada keterlibatan Hizbut Tahrir Indonesia dalam aksi ini. Hizbut Tahrir adalah organisasi yang ingin syariat Islam menjadi ideologi negara dan, karena itu, telah dilarang. Terhadap ujaran kebencian dan propaganda melawan Pancasila, polisi hendaknya berlaku tegas.

Dengan kata lain, polisi hendaknya cermat dalam membaca keadaan. Mereka harus pandai memilah mana yang merupakan hak publik dan mana yang bukan hak publik dalam aksi ganti presiden. Sikap netral aparat juga mesti diterapkan terhadap mereka yang berkampanye "2019 tetap Jokowi". Ujaran kebencian dalam aksi ini juga harus ditindak-betapapun mereka mendukung pemerintah. Kelompok pro dan anti-Jokowi mesti menyadari bahwa kebebasan harus dijaga, termasuk dengan memastikan kebebasan itu tidak menabrak kemerdekaan orang lain.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus