Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Ingar-bingar di Bisnis Layar

Gagasan penerapan sistem pelaporan penjualan film dari Badan Ekonomi Kreatif memantik protes. Perlu titik temu.

17 April 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perang antara para pengusaha bioskop dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) tentang sistem pelaporan penjualan film di bioskop (Integrated Box Office System atau IBOS) hanya menambah buram potret industri film Indonesia. Demi kemajuan film Indonesia, semestinya mereka duduk bersama mencari titik temu.

Para pengusaha bioskop tidak perlu tersengat saat Bekraf mengusung ide IBOS. Industri film dunia sudah lama memakai sistem ini. Amerika Serikat, misalnya, menggunakan comScore Box Office Essentials yang mencakup data 95 persen bioskop di seluruh dunia. Korea menggunakan Korean Film Box Office Information System dan Cina menggunakan EBOT EntGroup. Bahkan Vietnam pun menerapkan model serupa. Dengan sistem itu, penjualan film akan lebih transparan, bisa dilacak secara real time.

Di Indonesia, transparansi laris-tidaknya film memang sudah lama menjadi keluhan. Ketika penjualan sebuah film meledak, produsen film tak tahu berapa pendapatan yang bisa didapat. Mereka buta data: apakah jumlah penonton film itu berasal dari bioskop di tengah kota besar atau pinggiran seperti Cijantung? Datang dari penonton yang membayar tiket Rp 75 ribu atau Rp 30 ribu? Mereka, apa boleh buat, hanya menerima data sodoran dari pengusaha bioskop.

Data itu penting tak hanya bagi pembuat film. Bagi pemerintah, data itu bisa menjadi instrumen untuk memajukan film Indonesia. Mereka bisa mengevaluasi aturan tentang pembagian durasi tayang film impor dan lokal. Bagi pembuat film, data itu juga akan menjadi referensi untuk membuat film yang disukai penonton.

Muncul tanpa sosialisasi memadai, ide IBOS langsung memantik protes. Serangan itu datang saat Bekraf menunggu payung hukum, yakni peraturan menteri dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Yang paling lantang menentang adalah para pengusaha bioskop. Mereka khawatir ada "udang" di balik IBOS. Program itu dicurigai cuma alat intelijen industri film Korea Selatan untuk menguasai film Indonesia. Maklum, IBOS bakal didanai hibah US$ 5,5 juta dari Korea Creative Content Agency.

Serangan juga datang dari Kementerian Koordinator Perekonomian. Deputi Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady menyatakan Bekraf tak berhak mengumpulkan data perfilman. Tugas Bekraf, menurut Edy, semestinya hanya membina pelaku kreatif. Lagi pula, kata Edy lagi, rahasia industri film tak bisa dibuka sembarangan. IBOS dianggap bisa menabrak Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Ingar-bingar soal IBOS itu semestinya tak perlu terjadi. Ini bukan persoalan pelik. Ihwal kerahasiaan data, misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa mengatur mana data yang boleh untuk publik, mana yang untuk produsen film, dan mana yang untuk pemerintah, termasuk dalam hal ini data pajak.

Andai saja Bekraf tak membangun dengan dana hibah Korea, mungkin kegaduhan IBOS tak terjadi. Benar, dana hibah asing bukanlah hal haram, tapi mengapa tak membuat dengan dana Bekraf sendiri? Apalagi lembaga ini belakangan disorot Dewan Perwakilan Rakyat lantaran serapan anggarannya rendah. Mereka tak mencapai target serapan anggaran 88 persen dari total bujet Rp 1 triliun.

Jika Bekraf memakai anggaran sendiri, mereka tak akan dituding sedang diperalat chaebol Korea. Bekraf juga perlu mengajak pengusaha bioskop, Kementerian Pendidikan, dan Kementerian Perekonomian duduk bersama dan meyakinkan bahwa IBOS bukanlah sistem untuk menelanjangi data industri film kita.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus