Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kasus Bapindo: soal budaya mundur

Tanggapan pembaca soal kasus Bapindo. pejabat atau direksi yang bersalah tak perlu malu mengundurkan diri. budaya mundur bukanlah budaya asing, melainkan bentuk rasa tanggung jawab.

30 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hampir satu kuartal berlalu, tapi kasus Bapindo tetap menjadi hot and critical issue. Dan dalam waktu hampir satu kuartal itu sudah ada beberapa tersangka "diinapkan" di Kejaksaan Agung: Eddy Tansil, si penerima kredit simsalabim, dan empat orang eks direktur Bapindo ketika kredit simsalabim itu diberikan. Jika kita analogikan kasus Bapindo ini dengan jalan suatu cerita, apa yang kita lihat sampai sekarang ini belumlah klimaks cerita tersebut. Itu karena "orang-orang kuat" di balik kasus Bapindo belum juga menerima "perlakuan" yang sama dengan mereka yang sudah "diinapkan" di Kejaksaan Agung. Tanpa maksud tulisan ini melangkahi asas praduga tak bersalah, "orang-orang kuat" itu semakin terbukti mempunyai peran besar dalam kasus Bapindo. Lewat kedudukannya -- sebelum mereka menduduki jabatan yang sekarang -- mereka telah mengakibatkan timbulnya kasus Bapindo. Bahkan salah satu dari mereka secara jelas telah menggunakan katebelece yang isinya "imbauan" kepada direksi Bapindo saat itu agar mengabulkan permohonan kredit simsalabim Eddy Tansil. Sedangkan "dua orang kuat" lainnya, meski belum terbukti memberikan memo atau katebelece, tak bisa tak tahu banyak bagaimana proses kredit simsalabim itu terjadi. Bahkan ada dugaan, seseorang dari mereka menggunakan kekuasaannya sebagai menteri keuangan waktu itu untuk menekan direksi Bapindo agar memberikan kredit simsalabim tersebut. Sampai sekarang, ketiga "orang kuat" tersebut masih bebas walaupun ada tekanan kuat pada mereka untuk mundur dari jabatan sekarang. Dalam pertemuan dengan sebuah organisasi kepemudaan (Kompas, Rabu, 13 April 1994), salah seorang petinggi republik ini menyatakan secara terbuka bahwa mundur dari jabatan bukanlah budaya bangsa kita. Kita sebagai suatu bangsa, katanya lagi, tak perlu menerapkan budaya mundur karena itu merupakan bentuk budaya asing dan bukan bagian dari budaya kita. Pernyataan ini cukup membingungkan. Pertama, mengapa bapak itu mereduksi persoalan tuntutan mundur terhadap "orang-orang kuat" di balik kasus Bapindo itu menjadi hanya sebatas persoalan budaya. Apakah bapak itu lupa bahwa tuntutan mundur terhadap "orang-orang kuat" adalah suatu tuntutan pertanggungjawaban kepada mereka atas perbuatan mereka di jabatan sebelumnya, sehingga jelas tuntutan mundur ini tidak mengada-ada? Kedua, budaya mundur dari suatu jabatan -- sebagai suatu sikap pertanggungjawaban dari seorang pejabat akibat perbuatan mereka -- merupakan suatu pola yang telah diterima secara umum oleh banyak organisasi pemerintahan demokrasi modern di mana pun di dunia ini. Soalnya, jabatan yang diduduki oleh seorang pejabat negara bukanlah didasarkan atas "wangsit" atau "petunjuk dari dewata", melainkan oleh mandat atas nama kepentingan publik. Jika selama menjabat itu mereka melakukan kesalahan yang berdampak merugikan orang banyak seperti kasus Bapindo, tak layak bagi mereka tetap menduduki jabatan tersebut. Jadi, sudah selayaknyalah mereka mundur. Ketiga, salah satu butir dari Pancakrida Kabinet Pembangunan Kelima adalah penciptaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Di situ disebutkan, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, pemakaian manajemen modern adalah penting. Nah, dalam pola manajemen modern, mundur dari jabatan karena dicurigai melakukan kesalahan bukanlah sesuatu yang tabu. Soalnya, budaya mundur dari jabatan dalam pola manajemen modern mempunyai relevansi yang tinggi dengan ciri transparansi yang menjadi salah satu ciri kuat pola manajemen modern. JULKIFLI RUSTITAL Jalan Inkaso 8 Kompleks BRI Cipete Selatan Jakarta 12410

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus