Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Politik-Ekonomi Mazhab Coba-coba

Kebijakan ekonomi dan politik Prabowo kerap kontradiktif, grasah-grusuh, dan tampak tanpa perencanaan yang matang. 

13 Februari 2025 | 06.00 WIB

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Di sejumlah kementerian dan lembaga, pemangkasan anggaran berdampak pada tugas pokoknya.

  • Niat Prabowo menghemat anggaran tersebut paradoks dengan pemborosan pada bidang lain.

  • Pasar pun kebingungan merespons keputusan pemerintah yang berubah-ubah.

KARENA grasah-grusuh dan sporadis, keputusan Presiden Prabowo Subianto memangkas anggaran akan lebih banyak membawa mudarat. Alih-alih untuk efisiensi belanja negara, pemotongan anggaran itu justru bisa menyebabkan pelaksanaan program yang berhubungan dengan perekonomian dan pelayanan publik berantakan. 

Kementerian Pekerjaan Umum, misalnya, membatalkan pembangunan 14 bendungan dan rehabilitasi puluhan ribu jaringan irigasi karena anggaran kementerian tersebut dipangkas Rp 81,38 triliun. Pembatalan proyek tersebut akan menyebabkan banyak petani kehilangan kesempatan mendapatkan pengairan lahan yang layak. Pemangkasan anggaran pun bakal membuat sektor pariwisata dan bagian turunannya terseok-seok karena kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah membatalkan acara yang diselenggarakan di luar kantor.

Di sejumlah kementerian dan lembaga, pemangkasan anggaran ini berdampak pada tugas pokoknya. Contohnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang anggarannya dipangkas 62,8 persen menjadi Rp 88 miliar. Setelah anggarannya digunting, LPSK sudah pasti tidak akan optimal melindungi saksi dan korban. Adapun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tak bisa memverifikasi aduan masyarakat di banyak daerah karena anggarannya tinggal separuh menjadi Rp 52 miliar. 

Niat Prabowo menghemat anggaran tersebut paradoks dengan pemborosan pada bidang lain. Dia membentuk Kabinet Merah Putih yang diisi 48 menteri, 5 kepala badan, dan 56 wakil menteri. Penambahan jumlah menteri dan wakil menteri tak hanya menambah fasilitas dan tunjangan mereka, tapi juga menciptakan jabatan baru di bawahnya, seperti staf khusus, staf ahli, ataupun pejabat eselon I, yang sudah barang tentu menambah anggaran. Di tengah ruang fiskal yang terbatas, semestinya pemerintah meniru Vietnam yang memangkas jumlah kementerian dari 30 menjadi 22, bukan justru sebaliknya.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus