Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Edisi kelima KBBI yang dicetak perdana pada 2016 jauh lebih tebal daripada edisi keempat.
Penyusun KBBI mengklaim terdapat hampir 110 ribu lema dalam edisi teranyar, lebih banyak sekitar 20 ribu kata daripada edisi sebelumnya.
Tambahan lema sebanyak itu salah satu sumbernya adalah nama-nama geografis. Tapi sebagian kecil dari definisi kata-kata tersebut mengandung kesalahan.
RAMADAN silam, saya berhasil mengkhatamkan Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI. Selama 10 tahun lebih bergelut dalam dunia penulisan, saya sesekali membuka kamus tersebut. Kalau tidak untuk mencari makna sejumlah kata, ya, dalam rangka memastikan kebakuan mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Edisi kelima KBBI yang dicetak perdana pada 2016 jauh lebih tebal daripada edisi keempat. Penyusun kamus tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, mengklaim terdapat hampir 110 ribu lema dalam edisi teranyar, lebih banyak sekitar 20 ribu kata daripada edisi sebelumnya. Dari mana tambahan lema sebanyak itu? Salah satu sumbernya adalah nama-nama geografis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Membaca satu per satu ratusan ribu lema KBBI dari a sampai zus, terselip nama-nama geografis, yakni provinsi, kabupaten, dan kota di Tanah Air. Celakanya, sebagian kecil dari definisi kata-kata tersebut mengandung kesalahan. Di lema “Lhokseumawe”, misalnya, KBBI menjelaskan kata itu sebagai “kabupaten di Provinsi Aceh”. Ini jelas keliru karena Lhokseumawe adalah sebuah daerah otonom berstatus kota.
Masih di Aceh, ada blunder dalam lema “Nagan Raya” yang disebutkan sebagai “kota (madya) di Provinsi Aceh”. Yang benar, Nagan Raya adalah daerah otonom berstatus kabupaten.
Selain soal status, khilaf KBBI lainnya adalah dalam penetapan letak sebuah wilayah. Ambil contoh pada lema “Tapanuli Utara”. KBBI sudah benar menyebutkan daerah itu sebagai “kabupaten”, tapi penjelasan ikutannya, yakni “di bagian utara Provinsi Sumatra Utara”, jelas tak tepat.
Silakan lihat peta Provinsi Sumatera Utara dan temukan Kabupaten Tapanuli Utara di dalamnya. Setelah dapat, pasti tidak ada di antara kita yang bilang posisi kabupaten itu di sebelah utara Sumatera Utara. Terletak di sisi selatan Danau Toba, yang berada persis di pusat Sumatera Utara, Tapanuli Utara secara posisi terletak di bagian tengah provinsi itu. Bahkan, dalam skenario pembentukan Provinsi Tapanuli, Tapanuli Utara mengambil bagian paling selatan, sedangkan bagian paling utara adalah Kabupaten Samosir.
Sebagaimana diklaim oleh penyusunnya, KBBI edisi kelima mengambil data dari KBBI Daring (kbbi.kemdikbud.go.id). Kontras dengan versi cetak, masuk akal rasanya bila edisi daring bisa dibetulkan setiap saat. Ini kemudian saya uji dengan memasukkan lema tiga daerah otonom tersebut ke edisi daring. Sialnya, saya tidak menemukan perbaikan. Ini berarti penyusun kamus belum sadar mengenai kekeliruan tersebut; atau belum ada pula yang memberi masukan.
Ini berbeda dengan lema “DPD” yang sudah dibetulkan pada edisi daringnya. Di KBBI versi cetak, lema “DPD” didefinisikan sebagai “Dewan Pimpinan Daerah (lembaga tinggi negara yg anggotanya merupakan perwakilan dr setiap provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum)”.
Benar belaka bila salah satu kepanjangan DPD adalah dewan pimpinan daerah, sebuah istilah yang dipakai oleh partai politik atau organisasi kemasyarakatan untuk kepengurusan tingkat provinsi. Namun, jika yang dimaksudkan adalah lembaga sebagaimana dalam tanda kurung, DPD adalah kependekan dari Dewan Perwakilan Daerah. Nah, syukurnya, kekeliruan kepanjangan DPD tersebut sudah diperbaiki di versi daring. Jadi, jika penyusun KBBI akan menerbitkan cetakan paling gres atau mungkin edisi terbarunya, singkatan DPD yang tercetak akan merujuk pada versi daring tersebut.
Pertanyaan lebih prinsipiel: apakah nama-nama geografis perlu dimasukkan ke sebuah kamus bahasa? Saya membandingkan dengan riwayat dua kamus otoritatif dalam bahasa Inggris: Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary dan Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Pada edisi cetak 1993, Merriam-Webster’s tidak mencantumkan nama-nama geografis dalam lemanya, begitu pula dengan Oxford edisi 2015. Namun edisi daring dua kamus tersebut sudah memasukkan nama-nama kota, provinsi, atau negara bagian ke daftar lema mereka.
Boleh dibilang, KBBI mengikuti tren perkamusan dunia. Ingat, edisi keempat (2008) KBBI belum memasukkan nama-nama geografis. Pada edisi keempat, ratusan nama kabupaten, kota, dan provinsi tercantumkan dalam lampiran, bukan sebagai lema dalam batang tubuh.
Saya sendiri lebih sreg jika nama-nama geografis, terutama daerah tingkat I dan II, tidak dicantolkan sebagai lema dalam batang tubuh KBBI. Dengan membandingkan dua edisi terakhir, kita akan mendapati bahwa penjelasan mengenai provinsi, kabupaten, dan kota lebih lengkap terdapat dalam lampiran (edisi keempat) ketimbang dalam batang tubuh (edisi kelima). Misalnya, KBBI edisi keempat menyebutkan bukan hanya status daerah-daerah tersebut, tapi juga sampai luas wilayah dan jumlah penduduknya. Ini jelas lebih informatif ketimbang hanya menyebutkan status dan julukannya (sesuatu yang baru untuk edisi kelima).
Akhirulkalam, kita semua mafhum bahwa deretan penyusun KBBI adalah para pakar bahasa, bukan ahli ilmu-ilmu teknis. Namun ini tidak bisa dijadikan pembenaran untuk membiarkan yang salah. Langkah pertama adalah mengoreksi aneka kesalahan di edisi daring. Bagaimanapun kamus ini dirujuk oleh orang-orang ketika mencari makna lema yang benar, termasuk di dalamnya nama-nama daerah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tapanuli (Bukan) Utara"