Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Keserempet Dana Rokhmin

4 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemeriksaan kasus korupsi di Departemen Kelautan dan Perikanan mencuatkan sebuah persoalan serius. Apa yang harus dilakukan kepada para politisi dan partai politik yang telah menerima dana haram dari Menteri (waktu itu) Rokhmin? Persoalan ini membuat pakar hukum pun berselisih pendapat. Bila ditindak tegas, jangan-jangan semua politisi harus dibui dan partai politik dibubarkan. Bila ditolerir, hama korupsi pasti akan segera merusak demokrasi bangsa ini. Walhasil, sebuah pembatas yang terang-benderang memang dibutuhkan untuk memisahkan yang halal dan yang haram dalam aliran dana politik nasional.

Agar mendapatkan pembatas yang jelas, harus ditentukan dulu rambu yang dibutuhkan. Perlu diatur tata cara halal dalam pembiayaan kegiatan politik. Ini ternyata bukan perkara mudah. Dua kutub pandangan berbenturan: yang menganggap hak menyumbang partai politik adalah hak demokratis di satu sisi, dan yang khawatir partai politik hanya akan menjadi permainan si kaya di sisi lain.

Kedua pandangan ini punya dasar yang berbeda namun sama kuat sekaligus serupa lemahnya. Ini memang ibarat melihat botol berisi air separuh. Yang optimistis menganggapnya separuh penuh dan yang pesimistis menyebutnya separuh kosong. Tak ada yang benar dan tak ada pula yang keliru. Yang satu melihat kerelaan menyumbang adalah bentuk penyaluran ekspresi dukungan politik, yang lain khawatir bahwa utang budi politisi berbuntut pengistimewaan mereka pada kepentingan si kaya dalam memutuskan kebijakan pengelolaan negara.

Banyak pakar politik mencoba mencari jalan keluar atas persoalan ini. Ternyata bukan hal mudah. Pengalaman menunjukkan, yang berhasil di sebuah negara belum tentu sukses di negeri lain. Yang aman-aman saja di sebuah bangsa ternyata berbahaya bila diterapkan di bangsa yang lain. Pembedanya pun bukan sekadar negara dan bangsa, tapi juga waktu penerapannya. Apa yang berjalan mulus ketika rasa percaya masyarakat tinggi mungkin berbahaya bila dilakukan tatkala masyarakat sedang saling curiga.

Apa boleh buat, pada akhirnya keberhasilan sebuah aturan memang tak semata-mata bersandar pada baik atau buruknya aturan itu tapi juga pada kemampuan menerapkannya. Masalah di negara yang baru berdemokrasi seperti Indonesia acap kali bukan karena aturannya yang jelek melainkan penerapannya yang jauh dari sempurna.

Perkara lain yang membedakan Indonesia dari negara normal adalah persoalan transisi dari rezim otoriter ke sistem demokratis. Kaum reformis umumnya tak punya sumber daya dan pengalaman dalam mengelola partai politik, sementara kekuatan hitam masa lalu masih memiliki timbunan dana haram di gudang-gudang tersembunyi mereka. Itu sebabnya kekuatan uang dalam kegiatan politik harus dibatasi, paling tidak selama warisan persoalan masa transisi belum teratasi.

Cara teraman mungkin meniru dulu model di negara-negara Skandinavia. Partai politik mendapat dana negara yang jumlahnya proporsional dengan suara dukungan rakyat. Partai lama dapat menggunakan data perolehan suara dalam pemilihan terakhir, sementara partai baru dapat menunjukkan daftar nama pendukungnya sebagai acuan. Selain itu, stasiun televisi dan radio dapat diwajibkan menyumbangkan slot waktu siarannya secara adil pada saat kampanye kepada partai atau kandidat yang memenuhi syarat. Di luar itu, besar sumbangan privat harus dibatasi dengan ketat, baik secara individu maupun institusi. Pelanggaran harus dihukum dengan denda yang besarnya dipastikan berefek jera.

Peraturan pembatasan sumbangan politik yang ada sekarang sebenarnya masih memadai tapi dana sumbangan negara jelas jumlahnya masih perlu banyak ditambah. Demikian pula ketentuan pemberian slot untuk kampanye gratis di radio dan televisi seperti berlaku di Inggris. Yang terakhir ini cukup penting mengingat biaya siaran televisi secara komersial amat sulit dijangkau partai yang tak didukung pengusaha kaya.

Partai politik memang perlu dibantu agar tumbuh dan berkembang. Senang atau tidak, partai politik adalah perangkat demokrasi yang vital. Itu sebabnya investasi pada infrastruktur politik yang sehat adalah sebuah keniscayaan sistem demokrasi. Karena sumbangan politik swasta perlu dibatasi untuk mencegah ekses negatifnya, negara harus menutup kebutuhan yang masih tersisa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus