Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemecatan dua direktur TVRI memang cepat, tapi belum bisa dikatakan tepat. Tiba-tiba Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi memberhentikan Direktur Utama TVRI Hari Sulistyono dan Direktur Program dan Berita Enny Hardjanto. Pelantikan dua direktur baru penggantinya pada 10 Februari itu mendadak. Yang dipecat pun tak sempat hadir. Kesan luar biasa tak bisa dielakkan. Sebab, kedua direktur itu baru menjabat sembilan bulan dan keduanya adalah pilihan Menteri Laksamana sendiri. Pemecatan ini jadi seperti kuis dengan pertanyaan utama: apa alasan harus dipecat secepat itu?
Kalau alasannya berhubungan dengan kebijakan siaran TVRI, itu akan menjadi pertanda buruk bagi kita. Hal itu bisa berarti pemerintah ingin mengambil kembali kontrol siaran TVRI sebagai televisi negara, menjadi alat kepentingan penguasa. Ujungnya, siaran TVRI akan berat sebelah, baik dalam liputan berita maupun jatah pembagian waktu iklan, yang hanya menguntungkan penguasa. TVRI kembali menjadi saluran propaganda pemerintah atau golongan yang sedang berkuasa; sensor dijalankan lagi walau terselubung. Pengelola TVRI menjadi birokrat yang senantiasa khawatir dicopot dari kedudukannya kalau tidak memuaskan presiden dan partai pendukungnya. Bahayanya lebih terasa dalam kampanye pemilihan umum sebentar lagi.
Memang bisa juga pemecatan direktur itu bukan karena alasan kebijakan siaran. Pemerintah, sebagai pemilik tunggal saham perusahaan perseroan TVRI, menjawab cepat bahwa pertimbangan yang dipakai tergolong dalam alasan bisnis. Alasannya, ujar Menteri Laksamana, ada penyalahgunaan kewenangan direksi dan pelanggaran anggaran dasar perusahaan perseroan TVRI.
Menurut undang-undang, perusahaan perseroan adalah salah satu bentuk badan usaha milik negara (BUMN) yang tujuan utamanya mencari keuntungan. Dalam hal seluruh saham perseroan dimiliki negara, seperti pada TVRI, Menteri BUMN bertindak selaku rapat umum pemegang saham (RUPS). Sebagai RUPS, praktis Menteri BUMN seorang diri bisa mengangkat dan memberhentikan direksi persero, kapan saja. Karena tujuan perseroan mencari laba, pencopotan kilat direksi TVRI itu seharusnya hanya oleh sebab gagal membuat untung bagi perusahaan. Itu kalau pertimbangannya adalah alasan bisnis. Betulkah begitu?
Barangkali tidak pada tempatnya kalau orang menitikberatkan pandangannya pada fakta bahwa Menteri Laksamana Sukardi dan Presiden Megawati sama-sama berasal dari PDI Perjuangan. Partai ini sudah menyiapkan program kampanye pemilu lewat televisi. Namun tak ada stasiun televisi yang dikuasainya, seperti dinyatakan Megawati sendiri baru-baru ini. Sementara itu, direksi TVRI disalahkan karena membuat kontrak menjual waktu tayangan secara borongan—blocking time—pada jam tayang utama kepada sebuah perusahaan swasta. Menteri Laksamana mengatakan bahwa kontrak penjualan itulah yang menjadi pokok masalah. Seharusnya itu dilakukan dengan izin pemegang saham lebih dulu, yaitu dirinya sendiri. Jadi, hubungan kontrak penjualan jam tayang utama dengan kesempatan yang hilang bagi kampanye televisi PDI Perjuangan disangkal.
Kalau alasannya bisnis, apakah TVRI gagal meraih keuntungan? Kontrak itu menguntungkan dan normal terjadi dalam praktek bisnis siaran iklan. Di bawah direksi baru, TVRI pun berhasil menekan kerugian operasionalnya sejak tahun 2003, walau labanya belum ada. Tampaknya alasan bisnis sebagai jawaban hanya bisa diberi angka lima karena baru separuh benar. Yang dibuktikan hanyalah bahwa pemilihan manajer profesional untuk BUMN ternyata tidak selalu bisa menjamin keberhasilan. Sebaliknya, bisa juga disimpulkan bahwa tabiat pemerintah untuk campur tangan ternyata tidak ditinggalkan ketika sebuah perusahaan negara sudah dikelola oleh profesional yang dipilih Menteri BUMN sendiri.
Itu sebabnya pengelolaan TVRI dan RRI sepatutnya tidak lagi mengacu pada UU BUMN melainkan UU Penyiaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo