Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini kejadian lucu, dan mungkin langka. Bukan soal mobil dinas Wakil Presiden Hamzah Haz melaju di busway Jakarta, melainkan justru mobil yang ditumpangi Wapres berhenti di jalan karena terhadang lampu lalu lintas.
Rabu pekan lalu itu, menjelang sore, rapat kabinet terbatas berakhir di Istana Negara. Wakil Presiden Hamzah Haz lebih dulu pamit dan, sebagaimana aturan protokoler, tentu seorang wakil presiden harus dikawal Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres). Iring-iringan melaju dengan sirene meraung-raung.
Tiba-tiba rombongan berhenti di jalan karena lampu menyala merah. Polisi yang bertugas juga bingung, ada apa ini? Rupanya Hamzah Haz memerintahkan agar pengawalnya "taat pada peraturan lalu lintas". Lalu dari belakang muncul iring-iringan yang membawa Presiden Megawati, yang tentu sesuai dengan aturan protokoler juga dikawal dengan sirene meraung-raung. Bedanya, rombongan Megawati melaju begitu saja, tak peduli lampu berwarna merah atau kuning atau hijau. Akan semakin lucu kalau misalnya Megawati melambaikan tangan kepada Hamzah Haz dan bilang, "Daah... daah...." Atau, kalau sekali-sekali Presiden dan Wakil Presiden boleh bercanda seperti anak-anak muda, akan lebih lucu lagi kalau Megawati melambaikan tangan sambil bilang, "Dikerjain nih ye...."
Hamzah Haz memang sedang "dikerjain". Itu gara-gara pada Senin sebelumnya konvoi mobilnya terhadang kemacetan di Jalan Thamrin, Jakarta, karena ada aksi unjuk rasa. Polisi yang bertugas di jalanan mengalihkan konvoi Wapres ke busway. Hanya untuk satu blok, dan ini tergolong "pengamanan darurat".
Namun Hamzah, yang tak tahu-menahu urusan itu, dan duduk doang di jok belakang, menerima kritik pedas. Seperti yang dikutip media massa, yang melemparkan kritik itu adalah Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Hendardi dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Suksmaningsih. Kritik ini kelewat serius, menyinggung soal "kesetaraan hukum", pejabat yang tidak memberikan contoh teladan, lalu soal diskriminasi, dan entah apa lagi.
Meski kepolisian sudah menjelaskan bahwa ini wewenang polisi di lapangan, dan nyelonong-nya mobil Wakil Presiden di busway tidak melanggar aturan, rupanya Hamzah Haz kesal. Untuk melampiaskan kekesalan itu, ia sampai berjanji untuk taat pada peraturan lalu lintas. Dan terjadilah peristiwa lucu tadi, ada konvoi yang dikawal Paswalpres menyalip konvoi lain yang juga dikawal Paswalpres. Mungkin kasus ini layak masuk Museum Rekor Indonesia.
Orang boleh tidak suka kepada pribadi Hamzah Haz. Tapi, begitu melekat jabatan wakil presiden, Hamzah Haz sudah tunduk pada aturan protokoler dan standar baku bagaimana mengamankan seorang presiden dan wakil presiden. Soal perjalanan yang tidak boleh kena hambatan di jalan itu bukan masalah agar tidak telat rapat, melainkan menyangkut standar keamanan kepala pemerintahan: mobil harus melaju dalam kecepatan sekian kilometer per jam untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Di seluruh dunia, standar pengamanan ini berlaku. Itu sebabnya jalan ditutup sementara kalau presiden dan wakil presiden akan lewat. Dilihat dari sudut ini, masih syukur ada busway. Kalau tidak, seluruh jalan ditutup.
Soal-soal begini ada aturan resminya. Ada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1992 yang mengatur pemakai jalan yang mendapatkan prioritas, seperti iringan jenazah, mobil ambulans yang membawa orang sakit, mobil pemadam kebakaran, presiden, dan wakil presiden. Ambulans tanpa membawa orang sakit bukan termasuk prioritas. Kalau Hamzah Haz bersama keluarga mau menonton bioskop, misalnya, juga tanpa prioritas dan karena itu pula tidak dikawal dengan sirene yang ribut. Megawati pun tidak memakai konvoi pengawalan resmi kalau menghadiri rapat pimpinan PDI Perjuangan di Lenteng Agung. Jika pada saat seperti ini aturan lalu lintas diterjang, baru kita bicara "pejabat yang tak memberikan teladan."
Kali ini para pengkritik Hamzah Haz terkesan agak nyinyir, seolah-olah tak ada masalah serius di negeri ini yang harus dikritik lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo