Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Melacak Penjarah Century

30 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HASIL audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan tentang Bank Century ternyata jauh dari harapan. Badan Pemeriksa ha­nya membuka sejumlah fakta bobroknya pe­ngelolaan bank ”gurem” itu dan lemah­nya pengawasan Bank Indonesia, tapi justru tidak menjawab pertanyaan paling hot yang selama ini menjadi bahan gunjingan: ke mana uang Century mengalir. Itulah pekerjaan besar yang mesti diungkap Panitia Khusus Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat yang pekan mendatang dibentuk.

Badan Pemeriksa sebenarnya telah menerima data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kedua lembaga itu memang pernah menandatangani memorandum of understanding (MOU) untuk saling berbagi data. Tapi barangkali Badan Peme­riksa tak berani melangkah lebih jauh dengan alasan terbentur undang-undang yang menyatakan data PPATK hanya bisa diberikan kepada Kejaksaan Agung dan kepolisian. Karena itulah hasil audit sekitar enem ratus ­halaman yang dikerjakan sejak Agustus itu bagai sayur tanpa garam. Laporan tersebut minus keterangan penting: ke kantong siapa saja dana Rp 6,7 triliun untuk penyelamatan Century itu mengalir.

Yang bisa disebut ”baru” adalah kesimpulan Badan Pemeriksa bahwa sebagian besar kebijakan yang diambil Bank Indonesia dan Departemen Keuangan dalam bailout Century tidak berdasarkan undang-undang yang berlaku. Komite Stabilitas Sistem Keuangan, lembaga yang juga diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani, menurut Badan Pemeriksa, belum memiliki dasar hukum. Dengan kesimpulan seperti ini, Badan Pemeriksa agaknya ingin mengatakan bahwa perintah pengucuran dana Rp 6,7 triliun untuk Century, yang dikeluarkan dari kas Lembaga Penjamin Simpanan, juga tidak sah secara hukum.

Dalam hal Bank Indonesia, audit Badan Pemeriksa juga terkesan sekadar mengulang berita yang banyak beredar di media massa. Bahwa sejak awal bank hasil merger Bank CIC, Danpac, Pikko, pada Desember 2004 ini sudah penuh masalah. Setahun setelah berdiri, misalnya, CAR (rasio kecukupan modal) Century sudah negatif 132,5 persen. Bank ini mengalami masalah likuiditas yang akut, sedangkan pemilik bank tak kunjung memenuhi perintah Bank Indonesia untuk menambah modal. Toh, kesimpul­an Badan Pemeriksa menarik disimak: Bank Indonesia saat itu seharusnya menutup Century, tidak menempatkan bank tersebut dalam status pengawasan khusus. Status itu justru memberi ruang bagi pemilik bank, Robert Tantular, untuk berlindung di bawah ketiak Bank Indonesia.

Kelak panitia angket DPR harus membuktikan, ada apa sebenarnya di balik ”perlakuan khusus” Bank Indonesia terhadap Robert Tantular itu. Begitu hebat aksi Robert menyelewengkan kredit, menerbitkan letter of credit fiktif, juga mendirikan perusahaan reksadana PT Antaboga Delta Sekuritas yang bermasalah, tapi Bank Indonesia seperti tertutup matanya. Kendati sudah divonis empat tahun penjara, masih banyak misteri seputar hubungan Robert dengan Bank Indonesia, khususnya pengawasan perbankan.

Misteri semakin menjadi-jadi tatkala bank amburadul itu diselamatkan hidupnya oleh Bank Indonesia dan Departemen Keuangan. Keputusan penye­lamatan Century pada 21 November mengundang debat berkepanjangan. Sejauh ini alasan yang dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah kondisi krisis ekonomi dunia pada saat itu. Bila Century yang sedang ”terbakar” tidak diselamatkan, Sri Mulyani membayangkan api akan merembet ke mana-mana. Ada 23 bank yang diduga bakal kolaps bila api Century tidak lekas dipa­damkan. Tentang pembelaan Sri Mulyani ini pun, panitia angket DPR boleh-boleh saja menelisik lebih jauh.

Yang juga perlu dibuka jelas adalah jumlah dana penyelamatan yang begitu besar. Awalnya Lembaga Penjamin Simpanan, yang dananya milik kalangan perbankan, mengucurkan dana Rp 632 miliar untuk menyegarkan ”darah” Century. Setelah itu, diketahui penggelontoran terjadi lima kali, sampai berjumlah Rp 6,7 triliun.

Banyak orang mengira penggelontoran besar-besaran itu bukan untuk menyelamatkan duit nasabah ”kecil” yang mempunyai rekening sampai Rp 2 miliar dan dijamin ketentuan Bank Indonesia. Sudah ramai bertebaran isu bahwa dari kas Century telah mengalir dana milik nasabah kakap, baik perorangan maupun badan usaha milik negara. Rumor lanjutan tentang aliran dana ini, nasabah kakap tentu saja tidak mendapatkan dana­nya secara gratis, tapi melalui sejumlah tangan yang punya kuasa dan kewenangan.

Mumpung belum menjadi gunjingan yang lebih seru, dan mendatangkan kemarahan orang ramai, panitia khusus angket nanti perlu membongkar aliran dana Century secara gamblang. Semua yang berkabut harus dibuat terang-benderang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus