Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Mencegah PLN Kembali Korupsi

Dari 118 badan usaha milik negara (BUMN), Perusahaan Listrik Negara (PLN) tampaknya yang paling banyak diberitakan karena tersangkut masalah korupsi.

9 Mei 2019 | 08.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Emerson Yuntho
Wakil Direktur Visi Integritas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari 118 badan usaha milik negara (BUMN), Perusahaan Listrik Negara (PLN) tampaknya yang paling banyak diberitakan karena tersangkut masalah korupsi. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, sedikitnya ada 39 proyek di lingkungan PT PLN yang diduga tersangkut praktik korupsi. Sejumlah kasus telah dan masih ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, kejaksaan, dan kepolisian. Mayoritas korupsi di PLN berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. Pelakunya dari swasta, politikus, pegawai, hingga direktur utama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus korupsi terbaru di PLN menimpa Direktur Utama PLN, Sofyan Basir. Sofyan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 23 April lalu karena diduga menerima janji berupa komisi dalam tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1. Selain Sofyan, tiga Direktur Utama PLN pernah ditetapkan sebagai tersangka. Eddie Widiono, Direktur Utama PLN periode 2001-2008, pernah tersangkut kasus korupsi proyek di PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang pada 2007. Dahlan Iskan, saat menjabat Direktur Utama PLN, terjerat kasus korupsi proyek 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara selama 2011-2013.

Selain itu, ada Nur Pamudji, Direktur Utama PLN periode 2011-2014, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dalam kasus korupsi pengadaan bahan bakar minyak high speed diesel. Dari ketiganya, hanya Eddie Widiono yang diproses hingga ke pengadilan dan divonis 5 tahun penjara. Sedangkan Dahlan Iskan dan Nur Pamudji lebih mujur karena kasusnya tidak berlanjut hingga ke pengadilan.

Masih terjadinya korupsi di lingkungan PLN sungguh memprihatinkan, mengingat PLN merupakan salah satu pionir dalam gerakan pencegahan korupsi di lingkungan BUMN. Pada 2012, perusahaan ini memulai penandatanganan pakta integritas dan gerakan "PLN Bersih", yang sejak 2015 berubah menjadi "PLN Berintegritas". Semua upaya tersebut dimaksudkan sebagai komitmen PLN untuk menjalankan proses bisnis kelistrikan yang bebas dari korupsi.

Selain itu, mulai 2011, PLN bersama semua BUMN berupaya untuk menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sebagaimana dimandatkan dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor 01/MBU/2011. Berdasarkan peraturan tersebut, semua BUMN diwajibkan menjalankan usahanya sesuai dengan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kesetaraan. Namun, akibat praktik korupsi di PLN, tata kelola perusahaan yang baik kemudian malah berkembang menjadi tata kelola perusahaan yang buruk.

Salah satu faktor penyebab banyaknya korupsi di PLN adalah besarnya belanja modal perusahaan milik negara ini, yang mencapai lebih dari Rp 200 triliun, selama empat tahun terakhir. Apalagi sejak 2015 PLN diberi mandat oleh Presiden Joko Widodo untuk membangun banyak proyek infrastruktur pembangkit listrik sebesar 35 ribu megawatt yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Penyebab lain adalah minimnya keteladanan dan komitmen antikorupsi dari pimpinan PLN. Semua program antikorupsi dan penerapan prinsip tata kelola yang dijalankan oleh PLN tampaknya hanya efektif diterapkan pada level pegawai. Sedangkan pada level pimpinan, program antikorupsi terkesan tidak berlaku dan banyak prinsip tata kelola yang kemudian dilanggar. Tanpa adanya keteladanan dan komitmen antikorupsi pada level pimpinan, tentu saja upaya pencegahan korupsi tidak akan berhasil atau sekadar pencitraan.

Penetapan tersangka terhadap Sofyan Basir harus menjadi momentum bagi PLN untuk melakukan perbaikan tata kelola perusahaan dan mencegah PLN kembali masuk pusaran korupsi. Muhammad Ali, sebagai pelaksana tugas Direktur Utama PLN yang menggantikan Sofyan, juga harus bersikap tegas dan memastikan tidak akan menoleransi tindakan koruptif di lingkungan PLN. Fungsi pengawasan internal harus diperkuat. Setiap kebijakan atau keputusan yang diambil oleh oleh pimpinan PLN harus melalui proses analisis yang matang dan tanpa melanggar aturan hukum, khususnya regulasi antikorupsi.

Perusahaan juga tidak perlu ragu melibatkan KPK dalam setiap pelaksanaan program pencegahan korupsi yang dijalankan di internal PLN. Perusahaan ini juga sudah harus menerapkan Standar Nasional Indonesia 37001 tentang Sistem Manajemen Anti-Penyuapan. Terakhir, semua program antikorupsi dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik harus menjadi kewajiban yang dilaksanakan oleh pegawai dan pimpinan PLN tanpa kecuali.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus