Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SERAPI-RAPINYA membungkus bangkai, kata peribahasa, akhirnya pasti tercium juga. Karena itu, ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mengumumkan penemuannya, Selasa pekan lalu, orang ramai sebetulnya tak sampai terperangah. Jika mengikuti prosedur yang biasa-biasa saja, plus iktikad ”berjihad” di jalan lurus, kemungkinan itu sudah bisa ditebak sedari awal.
Syahdan menurut itu pengumuman, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan lebih dari empat ratus lembar cek perjalanan yang diberikan kepada Komisi Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Setiap lembar cek yang dikeluarkan oleh sebuah bank swasta nasional itu bernilai Rp 50 juta. Ketua Pusat Pelaporan dengan tandas menyatakan penelitian mereka berangkat dari apa yang disebut ”kasus Agus Condro”.
Kasus Agus Condro memang bukan perkara biasa. Agus Condro Prayitno, mantan anggota Komisi Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat itu, sekitar sebulan lalu mengaku menerima ”uang tumbuk rusuk” Rp 500 juta berkaitan dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Pemilihan itu akhirnya dimenangi Nyonya Miranda Swaray Goeltom.
Pengakuan yang tidak sari-sarinya itu tentu saja menimbulkan geger. Orang ramai segera saja menyaksikan parade bantah-membantah dan elak-mengelak yang, sebetulnya, rada seru dan rada saru. Kawan-kawan sefraksi Agus dari barisan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang disebutnya ikut menikmati ”rezeki liar” itu, sibuk berkelit dan berkeliat—bahkan ada yang petantang-petenteng menantang bersumpah pocong.
Seperti ”teater” yang sudah-sudah, mudah ditebak vonis Partai dijatuhkan kepada Agus. Ia dipecat sebagai anggota Dewan, dan namanya dicoreng dari daftar calon anggota legislatif untuk Pemilihan Umum 2009. Untunglah Agus tak kecil hati. Karena itu, terasa pas ketika Ikatan Keluarga Besar Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia menganugerahi dia ”Nurani Award” pekan lalu.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan patut diapresiasi karena sudah bertindak profesional melaksanakan fungsinya. Secara profesional pula mereka telah menyerahkan hasil temuannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang, dalam kasus Agus Condro, terkesan melangkah bak kurang gizi. Sementara pada kasus-kasus sebelumnya Komisi tampak ligat dan sergap, dalam perkara yang ”menyenggol” Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini mereka seperti mendadak gemulai dan tersipu-sipu.
Menurut Ketua Pusat Pelaporan, cek perjalanan itu diberikan kepada 41 anggota Komisi Perbankan dari beberapa fraksi yang mendukung pencalonan Miranda Swaray Goeltom. Semua cek itu sudah dicairkan oleh para penerima, dan dengan sendirinya sudah masuk sistem perbankan, sehingga mudah dilacak. Artinya: semua nama sudah di tangan.
Bisa saja, memang, tidak semua penerima cek bertindak seperti Agus Condro Prayitno, yakni menguangkan sendiri ceknya. Mungkin sekali sebagian penerima cek menyuruh orang lain mencairkan kertas berharga itu. Tapi tak mungkin orang lain tersebut sama sekali sembarang ”orang lain” yang tak terkait dengan penerima cek. Tetap akan mudah sekali menelusuri nama mereka dengan pemegang cek yang sesungguhnya.
Sehari setelah pengumuman Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan akan segera menyelidiki laporan itu. Masih pula diembel-embeli kata ”berbunga”: ”apabila terindikasi tindak pidana.” Asas praduga tak bersalah memang harus ditegakkan setegak-tegaknya, tapi logika dan akal waras juga hendaklah terus dipelihara.
Siapa pun bisa melihat, ibarat asap dengan api, pengakuan Agus Condro Prayitno bagaikan gendang bersambut dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dalam kasus kali ini, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono tampaknya melangkah lebih campin. Agung langsung meminta Badan Kehormatan Dewan melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Apa pun kelanjutannya, pengakuan Agus Condro dan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tak ubahnya kaca benggala yang merefleksikan wajah budaya politik dan aspirasi penegak hukum kita, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi. Akan banyak yang ”terluka”, memang. Akan banyak yang terbuka belang-bontengnya. Tapi tetap akan lebih berharga bila para penerima cek mengikuti langkah Agus Condro: mengakui ketiban ”rezeki liar” itu. Toh, nama Anda sudah di tangan!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo