Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah ingin melantik anggota Dewan Komisioner OJK yang baru.
Masa jabatan anggota Dewan Komisioner yang lama belum habis.
Intervensi pemerintah mengancam independensi OJK.
PEMERINTAH tidak boleh asal meminta Mahkamah Agung buru-buru melantik komisioner terpilih Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain menunjukkan buruknya tata kelola birokrasi kita, langkah itu bisa menodai independensi lembaga pengawas industri keuangan dan perbankan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Panitia Seleksi Dewan Komisioner OJK Sri Mulyani meminta Mahkamah Agung segera mengambil sumpah anggota Dewan Komisioner OJK yang baru terpilih. Langkah itu dilakukan ketika anggota Dewan Komisioner lama belum sampai pada masa akhir tugasnya. Alasannya, sudah terbit surat keputusan presiden tentang pemberhentian dan pengangkatan anggota Dewan Komisioner OJK pada 9 Mei 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang pengangkatan anggota Dewan Komisioner OJK yang lama sebaliknya menyebutkan masa jabatan mereka baru akan berakhir pada 20 Juli 2022. Artinya, pejabat baru semestinya baru bisa dilantik dan bertugas mulai tanggal tersebut.
Apalagi, merujuk pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali bila meninggal, mengundurkan diri, masa jabatannya berakhir dan tidak dipilih kembali, serta berhalangan tetap. Atau tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia (bagi anggota wakil dari bank sentral) dan tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan (bagi anggota ex officio dari Kementerian Keuangan).
Pemerintah memang bisa saja berdalih lain, jika ingin memperuncing masalah. Misalnya dengan menyebut percepatan pelantikan itu untuk melaksanakan amanat Pasal 12 Undang-Undang OJK, yang menyatakan presiden mengangkat dan menetapkan calon terpilih sebagai anggota Dewan Komisioner paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya nama calon anggota Dewan Komisioner terpilih dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Dua pasal bertabrakan tersebut semestinya bisa diantisipasi sejak awal. Sri Mulyani dan para anggota Panitia Seleksi Dewan Komisioner OJK lain semestinya membuat jadwal yang bisa memprediksi secara cermat waktu yang diperlukan, dari seleksi administrasi hingga proses pemilihan di DPR, sehingga tidak menjadi kocar-kacir seperti sekarang.
Kendati Dewan Komisioner OJK yang sekarang tidak memiliki performa kinerja baik, yang ditandai dengan kelambanan dalam bersikap dan lemah dalam pengawasan, tidak otomatis hal tersebut dapat menggusur mereka di tengah jalan. Pemerintah semestinya paham bahwa OJK adalah lembaga independen, yang tidak boleh diintervensi dengan alasan apa pun, apalagi sekadar ketidaksukaan pribadi segelintir pejabat pemerintah.
Sulit dibayangkan konsekuensi buruk yang bisa muncul jika Mahkamah Agung mengabulkan permintaan pemerintah untuk melantik anggota Dewan Komisioner yang baru pada 24 Mei lalu. Keputusan itu bisa menjadi preseden jangka panjang dan di kemudian hari anggota Dewan Komisioner OJK bisa diberhentikan di tengah jalan. Jika ini terjadi, tamat sudah independensi OJK.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo