Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Mutasi dalam abri

Perkembangan politik nasional berdampak pada mutasi personel dalam abri. mutasi perlu untuk pembinaan abri sebagai kekuatan hankam dan sosial.

1 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUTASI jabatan dalam ABRI sebenarnya hal yang biasa. Karena ABRI sudah lama menjalankan manajemen personel yang teratur dan dinamis. Khususnya sejak integrasi ABRI pada 1970 telah diletakkan landasan bagi pembinaan personel di seluruh ABRI yang mengikuti pola yang sama. Karena dalam TNIAD terjadi gap antara generasi 1945 dan generasi berikutnya sebagai akibat ditutupnya Akademi Militer dari tahun 1950 hingga tahun 1957, di samping pembinaan personel yang menuju ke integrasi ABRI, juga diadakan usaha khusus untuk menjamin alih generasi yang lancar pada tahun 1983 dan sekitarnya. Pada waktu itu seluruh generasi 1945 sudah masuk usia pensiun. Itu sebabnya, sejak tahun 1970 ada manajemen personel yang teratur dan dinamis dalam ABRI. Karena hanya dengan cara itu dapat dijamin dan dipelihara kepemimpinan yang dapat diandalkan di semua angkatan dan POLRI pada setiap eselon. Karena itu, mutasi jabatan yang sedang terjadi di lingkungan ABRI dewasa ini adalah hal yang normal. Namun, toh ada makna tersendiri pada mutasi jabatan sekarang ini, yaitu dilakukan tidak lepas dari perkembangan politik nasional yang sedang terjadi dan yang akan kita hadapi. Kalau di lingkungan ABRI sudah terjadi alih generasi dari generasi 1945 kepada generasi berikutnya, pada tingkat nasional hal itu masih harus terlaksana. Pada tahun 1993 rakyat Indonesia melalui wakil-wakilnya di MPR akan memilih presiden dan wakil presiden. Dalam masyarakat terdapat pendapat umum yang luas bahwa peran ABRI dalam kepemimpinan nasional masih dianggap penting. Maka, perkembangan politik nasional itu menimbulkan dampak pada mutasi personel dalam ABRI. Ada yang menarik pada mutasi kali ini. Seperti pengangkatan Letnan Jenderal Faisal Tandjung dari pimpinan Seskoad ke Kasum ABRI. Mudah-mudahan, sebagai mantan pimpinan pendidikan staf umum, Letnan Jenderal Faisal Tadjung dapat membuat staf umum ABRI berfungsi sebagai satu staf umum negara kepulauan yang terluas di dunia, yang sekaligus menduduki posisi silang yang strategis dan mempunyai penduduk keempat terbesar di dunia. Lagi pula, selesainya perang dingin ternyata tidak mengakhiri sengketa militer pada tingkat regional, meskipun pada tingkat global sudah tidak ada lagi konfrontasi yang mengarah pada perang nuklir. Dan di Asia Tenggara, khususnya di lingkungan ASEAN, makin terasa perlunya realisasi ketahanan regional yang tidak hanya didukung oleh kerja sama dalam bidang kesejahteraan antara para anggotanya, tetapi juga kerja sama di bidang keamanan. Kerja sama di bidang keamanan itu tidak mungkin hanya terbatas pada lingkungan politik, melainkan mau tidak mau akan menyangkut pula aspek hankam. Untuk itu, diperlukan satu staf umum yang efektif dalam perencanaan serta melihat ke depan, dan tidak hanya menghadapi masalah rutin. Kita tahu bahwa selama menjabat Dan Seskoad, Letjen. Faisal Tandjung menyelenggarakan kursus strategis bagi perwira senior TNIAD. Sekarang ada kesempatan untuk mengimplementasi gagasan-gagasan untuk menjadi rencana kongkret. Pengangkatan Mayjen. Wismoyo dari Pangkostrad ke Wakasad bukan hal yang aneh karena sejak semula Pangkostrad adalah jabatan ketiga tertinggi dalam jajaran TNIAD. Jadi, adalah tepat bahwa Mayjen. Wismoyo menggantikan Letjen. Rajagukguk, yang tampaknya akan mendapat tugas baru. Mayjen. Wismoyo mempunyai pengalaman luas sebagai mantan Dan Kopassus, tempat ia mendalami taktik dan teknik militer secara mendalam. Kemudian, sebagai mantan Pangdam di Irian Jaya dan Jawa Tengah, telah diperoleh pengalaman banyak di kondisi wilayah yang amat berbeda, dengan persoalannya sendirisendiri yang tidak mudah. Dan terakhir, sebagai Pangkostrad berada pada lingkungan strategis, baik strategi militer maupun strategi nasional. Mudah-mudahan Brigjen. Kuntara, yang langsung dari Dan Kopasus menjadi Pangkostrad, akan memperoleh pengalaman teritorial sambil menjadi Pangkostrad. Sebab, tidak dapat disangkal bahwa faktor teritorial merupakan hal yang amat penting dalam kekuatan hankam Indonesia. Bahkan hingga waktu ini kemampuan operasional ABRI yang efektif adalah kemampuan teritorial, dengan kemampuan konvensional secara terbatas. Memang langkah demi langkah ABRI sebagai kekuatan hankam juga harus mempunyai kemampuan konvensional penuh, untuk mana diperlukan kekuatan seimbang dalam kekuatan di darat, laut, dan udara. Itu tidak lepas dari perkembangan bangsa di bidang ekonomi, industri, dan teknologi, didukung oleh kekuatan pembiayaan. Sebelum itu terwujud, kemampuan teritoriallah yang menjadi kemampuan operasional yang efektif untuk mengamankan kepentingan nasional. Mutasi yang lain tampaknya lebih bersifat pertukaran jenis tugas dan wilayah. Dari Pangdam ke jabatan staf yang setingkat, dan dari Kodam yang satu ke yang lain. Sebab, dalam manajemen personel ABRI diusahakan agar seorang berada 3 sampai 5 tahun dalam satu tugas kurang dari 3 tahun ia masih belum cukup kontribusinya untuk jabatan itu, sedangkan lebih dari 5 tahun dinilai menimbulkan kejenuhan dengan segala akibat negatifnya bagi organisasi maupun orangnya sendiri. Mengadakan pertukaran jenis dan wilayah tugas adalah perlu untuk membentuk kemampuan seorang generalis. Buat para perwira yang ditetapkan sebagai spesialis, hal itu kurang perlu. Jadi, semua mutasi yang tampaknya rutin itu perlu sekali untuk pembinaan ABRI sebagai kekuatan hankam maupun kekuatan sosial, dan juga penting sekali bagi pembinaan para perwira. Meskipun begitu, kita bertanya, mengapa Mayjen. Mantiri begitu cepat dipindahkan dari Kodam IX/Udayana? Mungkinkah pengalaman yang didapat dalam hubungan masalah Timor Timur perlu segera menjadi bahan bagi pekerjaan Staf Umum ABRI? Sebab, pemindahan dari jabatan Pandam ke jabatan Asisten Staf Umum ABRI merupakan pemindahan pada tingkat yang sama dan bukan pemindahan promosi. Dengan mengadakan mutasimutasi ini, ABRI sekali lagi menunjukkan bahwa ia satu organisasi yang dikelola secara dinamis dan teratur, jadi satu organisasi yang sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan begitu, ABRI selalu menjaga bahwa ia memberikan kontribusinya kepada perjuangan bangsa kepada kemajuan, keamanan, dan kesejahteraan. Mudah-mudahan, di samping itu, ABRI juga selalu memelihara hubungan yang dekat dengan rakyat, baik dalam kata maupun dalam perbuatan. ABRI yang dikelola secara modern sekaligus menimbulkan rasa tenteram dan kasih sayang rakyat. ABRI, yang oleh rakyat dianggap sebagai anaknya sendiri, bukan barang asing yang ada di bumi Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus