Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memimpin di daerah rawan

Sejumlah perwira tinggi dan menengah diturunkan menjadi ketua dprd. golkar mengancam protes.

1 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ACARA pelantikan 50 anggota DPRD I Sumatera Utara Sabtu lalu terasa lebih istimewa dari acara serupa yang dilangsungkan serentak di seluruh Indonesia. Sebab hanya acara pelantikan anggota DPRD I itu yang dihadiri Menteri Dalam Negeri Rudini. Kecuali hadir, Menteri Rudini dalam sambutannya juga mengatakan bahwa ia mesti menghadiri salah satu pelantikan anggota DPRD dari 27 provinsi. Kenapa ke Medan? Sambil berseloroh Menteri yang bersuara tinggi itu menjawab, "Karena dua pimpinan sementaranya wanita." Setelah pelantikan, sidang langsung dipimpin anggota tertua Hajjah Saodah Siregar, 69 tahun, dari FPP dan anggota termuda Kemalawati Abdullah Eteng, 33 tahun, dari FPDI. Yang menjadi soal, siapa ketua selanjutnya? Isu yang beredar calon ketua DPRD dari ABRI, bukan Mudjono ketua Golkar SumUt. Ia dianggap kurang mulus berhubungan dengan Gubernur Raja Inal Siregar. Penentuan pimpinan DPRD I dan II dari ABRI bukannya semata-mata atas pertimbangan bisa bekerja sama dengan perangkat pemda. Menurut Kepala Staf Sospol ABRI Letjen. Harsudiono Hartas, memang ada kebijaksanaan, yakni apabila perolehan kursi Golkar di bawah 50%, "Biasanya ketua DPRD-nya dipegang ABRI," katanya kepada Bambang Soejatmoko dari TEMPO. Tapi kalau lebih dari separuh, kursi itu tetap untuk Golkar. Tentang penetapan daerah rawan yang harus dipegang ABRI, katanya, diserahkan sepenuhnya kepada Pangdam masing-masing. "Panglima di daerah yang lebih mengetahui," katanya. Penugasan ABRI untuk memimpin DPRD memang tampak di berbagai tempat. Letkol. Daryatmo, misalnya, terpilih sebagai ketua DPRD Medan. Kepada TEMPO Daryatmo berterus terang mendapat perintah panglima untuk menduduki kursi ketua dewan itu. "Pangdam minta saya, apakah bisa diupayakan ABRI jadi ketua. Dan saya laksanakan," kata bekas Waka GI Intel Kowilhan I SumKalbar ini. "Ini keinginan komando," katanya. Padahal, perolehan kursi Kodya Medan masih dikuasai Golkar (19 buah), PDI (10 kursi), dan PPP (7 kursi). Letkol. Toto Utara dari Fraksi ABRI di Kodya Pekalongan juga berhasil menduduki kursi Ketua DPRD Rabu lalu. Kebetulan Golkar memang kalah di kota batik itu, hanya mendapat 7 kursi, sedangkan PPP 8 kursi dan PDI 4 kursi. PPP tak ngotot merebut kursi ketua DPRD II Pekalongan. "Kami tahu diri," kata Hamzah Sodiq, Ketua PPP Pekalongan. "Kami menyerahkan kepada FABRI." Begitu pula yang terjadi di Kota Madya dan Kabupaten Pasuruan. Sekalipun dua daerah itu dimenangkan PPP, pimpinan dewan diberikan kepada ABRI. Ketua DPRD Kodya Surabaya juga dipegang Letkol. Harjoso Soepeno. Dan Letkol. Marzuki untuk DPRD Pamekasan, sedangkan Letkol. Harsono dan Letkol. Gardjito kini jadi calon tunggal untuk pimpinan dewan Kabupaten Tuban dan Bangkalan. Pangdam V Brawijaya Mayjen. R. Hartono dalam wawancaranya dengan Zed Abidien dari TEMPO membenarkan adanya kesepakatan tiga jalur (ABRI, pemerintah, dan Golkar) bahwa para ketua DPRD tingkat II di 9 daerah (dari 37 daerah) di JaTim bakal dipegang oleh ABRI. Kecuali itu, katanya, memang ada pertimbangan situasi daerah yang menentukan warna ketua dewan, apakah dari ABRI atau sipil. Untuk DPRD I Ja-Tim pun ABRI telah menyiapkan Marsma. Trimaryono, bekas Wagub Ja-Tim. "Kami bertiga (bersama Ketua Golkar Ja-Tim M. Said dan Gubernur Soelarso) menilai yang terbaik dan paling tepat memang Trimaryono," kata Mayjen. R. Hartono. Kenapa harus ABRI? Sumber TEMPO di Semarang melukiskan bahwa ABRI mesti menempati posisi ketua DPRD terutama di daerah yang dianggap rawan. Misalnya, bila kepala daerahnya sipil, maka pimpinan DPRD diserahkan kepada ABRI. Tapi kalau kepala daerah sudah ABRI, dan kemungkinan partai politik bisa mengalahkan Golkar, maka ABRI pun perlu diturunkan ke DPRD. Kini sudah disiapkan 11 anggota ABRI untuk menduduki kursi ketua DPRD II JaTeng. Akan halnya DPRD I JaTeng. Pangdam Mayjen. Harijoto P.S. diberitakan pernah menyebut siap dengan calon ketua DPRD I dari ABRI bila diperlukan. Ini yang mengundang reaksi keras seluruh anggota DPRD dari Golkar yang dilantik Sabtu lalu. Mereka mengancam mundur bila jagonya, Ketua Golkar Ja-Teng H. Soeparto, tak disetujui sebagai calon ketua DPRD I. Padahal dalam Pemilu lalu Golkar masih memegang mayoritas (44 kursi) dibandingkan dengan PPP (19 kursi) dan PDI 17 kursi. ABRI masuk DPRD juga terjadi di Bali dan Jakarta. Tampilnya ABRI sebagai ketua DPRD I Bali sempat mengundang protes. Empat orang calon Golkar menyatakan mundur (lihat: Mundur Gaya Bali). Sedangkan di Jakarta, Kapolda Mayjen. Pol. M. Ritonga, yang sebelumnya menjadi calon nomor 15 anggota DPR yang diangkat untuk ABRI, diturunkan ke Jakarta menjadi Ketua DPRD I DKI. PPP dan PDI siap mendukung Ritonga. Tapi kenapa harus ABRI? "Saya tak tahu. Yang mengatur pimpinan, dan saya tak ada upaya untuk itu," kata Ritonga. Agus Basri (Jakarta), Bandelan Amaruddin (Semarang), dan Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus