Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Tanggung Jawab Pemantauan Legalitas Kayu

Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawasi verifikasi legalitas kayu. Pemantau independen serta Lembaga Penilai Verifikasi Independen harus didukung dan dibantu.

26 Februari 2021 | 00.00 WIB

Ilustrasi: Tempo/Imam Yunni
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Imam Yunni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) lahir karena banyaknya penebangan kayu di hutan alam.

  • Pasar dunia kini lebih sadar akan pentingnya hutan berkelanjutan.

  • Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan SVLK.

Pataka Dieki Al Muhri
Alumnus Asian Law Students' Association Local Chapter Universitas Andalas, relawan Jambi Greenneration

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) lahir karena banyaknya penebangan kayu di hutan alam pada era 2000-an yang memiliki pasar yang sangat bebas pada saat itu. Namun pasar dunia kemudian mulai sadar akan pentingnya hutan berkelanjutan sejak bukti-bukti dampak pemanasan global semakin kentara. Penggundulan hutan untuk dialih-gunakan bagi kegiatan non-hutan, yang terjadi begitu masif, telah mempercepat kenaikan suhu bumi, yang pada akhirnya menjadi bencana alam dan memperburuk perekonomian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pasar kayu dunia merespons dengan menuntut adanya kayu berkelanjutan, dan Indonesia menuai kritik dari dunia internasional karena produk kayunya tidak memenuhi kriteria tersebut. Produk industri kayu Indonesia akhirnya tidak mendapat tempat yang baik di pasar dunia.

Organisasi masyarakat sipil bersama pemerintah lantas mencoba menjawab kritik itu dengan menciptakan sistem yang menjamin produk kayu Indonesia berasal dari sumber yang legal, dapat diverifikasi, dan berkelanjutan. Langkah ini diharapkan akan menciptakan perbaikan tata kelola kehutanan. Kebijakan itu lahir melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.

Sistem yang kemudian dikenal sebagai sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) itu terus mengalami perbaikan melalui revisi dan perubahan aturan. Saat ini SVLK diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.21/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020.

Untuk memenuhi prinsip keterwakilan, sistem ini melibatkan banyak pihak, termasuk pemantau independen, untuk mengawasi pelaksanaan SVLK, dan Lembaga Penilai Verifikasi Independen (LPVI) yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional untuk menilai kinerja pengelolaan hutan lestari. Pemantau independen dan LPVI ini membawa semangat akuntabilitas, kredibilitas, dan integritas dalam melakukan kegiatannya.

Implementasi SVLK

Keberadaan pemantau independen dan LPVI yang sudah diakui secara legal ini seharusnya memberikan kekuatan dan menjadikan kedua lembaga tersebut sebagai mitra pemerintah dalam melakukan perbaikan tata kelola hutan yang berkelanjutan. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Muncul pandangan bahwa mereka menjadi ancaman bagi kelangsungan industri perkayuan, sehingga mereka sering kali terhambat dalam melakukan pengawasan. Perusahaan berusaha menutupi-nutupi dokumen atau informasi lain mengenai kegiatan industri mereka.

Pemantau dan LPVI tidak hanya kesulitan dalam mendapatkan informasi dan data dari perusahaan perkayuan, tapi juga dari pemerintahan karena birokrasi yang merumitkan dan memperlambat kinerja mereka. Hal ini tentu sangat memprihatinkan, mengingat SVLK lahir dari kolaborasi organisasi masyarakat sipil dan pemerintah. Kehadiran mereka tidak serta-merta menghilangkan peran pemerintah untuk turut mengawasi pelaksanaan SVLK. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tetap memiliki fungsi pengawasan dan bertanggung jawab dalam implementasi SVLK sebagai komitmen perbaikan tata kelola hutan berkelanjutan.

Tugas pemerintah

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2020 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tugas pengawasan itu berada pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari dan Balai Pengelolaan Hutan Produksi di Kementerian. Pemerintah daerah juga punya tanggung jawab. Di Jambi, misalnya, tugas itu berada di bahu Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, sesuai dengan Peraturan Gubernur Jambi Nomor 37 Tahun 2016.

Sesat pikir sering terjadi, terutama pada pemerintah daerah sebagai pelaksana di tingkat tapak, yang acap kali menghindar dari tanggung jawab dalam pemantauan implementasi SVLK. Alasannya, mereka tidak memiliki kewenangan karena pemantauan dan penilaian itu dilakukan oleh pemantau independen dan LPVI. Padahal pemerintah, baik pusat maupun daerah, tetap bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan kebijakan, supervisi, dan evaluasi, serta memberikan bantuan teknis dan pembinaan sesuai dengan amanat peraturan menteri di atas. Ini termasuk memberikan bantuan keterampilan teknis atau pembiayaan untuk penguatan kapasitas dan kelembagaan pemilik hutan hak, izin usaha industri primer hasil hutan kayu dengan kapasitas produksi kurang dari 6.000 meter kubik per tahun, izin usaha kategori kecil dan menengah, serta LPVI.

Pada 2019, penggundulan hutan di Indonesia berada pada angka 462.458,5 hektare. Pemerintah, pemantau independen, LPVI, dan pelaku industri sudah harus terbebas dari diskusi birokratis yang saling lempar tanggung jawab, karena SVLK merupakan tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan hasil hutan kayu. Kalau SVLK diragukan kredibilitasnya, Indonesia kehilangan kepercayaan pasar internasional.

Pemerintah tidak memiliki dasar sama sekali untuk menolak bekerja sama dengan memberikan data dan akses soal informasi mengenai kehutanan dan industri produk kayu kepada pemantau independen dan LPVI. Kehadiran pemantau independen ini seharusnya dapat menjadi mitra tepercaya pemerintah dalam memantau dan melakukan investigasi secara obyektif mengenai ketaatan pelaku industri kayu terhadap SVLK dan hutan berkelanjutan. Untuk mencegah sesat pikir ini terus berlarut-larut, aturan turunan dari peraturan menteri di atas harus segera diterbitkan sehingga ruang untuk menghindari tanggung jawab pemerintah benar-benar tertutup.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus