Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Paris Berdarah dan Tak Menyerah

Tragedi Charlie Hebdo merupakan teror atas hak asasi berekspresi. Pantangkan solusi kekerasan atas perbedaan pendapat.

12 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TATKALA tiga ekstremis menyerbu kantor redaksi Charlie Hebdo, Paris, lalu membunuh sepuluh wartawan dan kartunis, mereka sejatinya telah gagal memadamkan kebebasan berekspresi manusia. Sertamerta, para kartunis ternama dari belasan negara mengirim karya mereka sebagai tanda dukacita.

Kutukan atas pembunuhan brutal dilukiskan dalam karyakarya kreatif—tanpa perlu banyak kata—sebagai solidaritas kepada yang pergi. Kematian para kartunis Charlie juga memicu efek viral luar biasa: karya mereka tidak hanya beredar di Paris atau Prancis, tapi kini tersebar di seantero dunia.

Charlie Hebdo adalah koran mingguan yang menampilkan kartun satire di sampulnya sebagai ciri khas. Karyakaryanya dinilai melecehkan dan menghina banyak tokoh, dari para pemimpin agama hingga kepala negara. Termasuk karikatur Nabi Muhammad pada November 2011. Teror dan ancaman tak menghentikan mereka menerbitkan karya yang dengan dalil kebebasan disebutkan sebagai "karya kami hanya menerbitkan syok pada mereka yang memilih untuk syok".

Di Prancis, negeri yang menjunjung penuh la liberte, kebebasan, debat tentang "karya yang menghina orang lain" memang tak cukup mendapat tempat. Kemerdekaan berlimpahruah itu, kita tahu, ternyata bukan tanpa harga. Gambar pemimpin milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Abu Bakar alBagdadi, yang berciuman dengan pria berkaus Charlie Hebdo dipandang menghina Islam. Kartun vulgar ini memicu teror yang melayangkan 12 nyawa dan melukai 11 orang.

Amarah dan kebencian terhadap para pengelola mingguan ini boleh jadi wajar belaka. Tapi itu tak memberi hak kepada siapa pun untuk membungkam Charlie Hebdo dengan cara membunuh. Bahkan, bila para penentang Charlie tak mungkin menyeret para kartunis dan wartawan ke press council serta pengadilan setempat dengan alasan penghinaan, tindakan membunuh tetap tak bisa dibenarkan.

Presiden Prancis Francois Hollande dalam pidato nasional selepas insiden berdarah itu menyatakan pembunuhan wartawan dan kartunis merupakan teror dan ancaman terhadap "kebebasan berpendapat, yang menjadi jiwa republik ini". Kebebasan itu tentu bukan hanya "jiwa negeri Prancis", melainkan elemen demokrasi yang berlaku universal. Dalam menyelesaikan perbedaan, demokrasi tak memberi tempat pada intimidasi, teror, kekerasan, apalagi pembunuhan.

Seruan para pemimpin muslim Prancis agar anak negeri itu sejauhjauhnya menghindari "perang agama dan perang etnis" tersebab tragedi Charlie Hebdo merupakan sikap yang patut kita hormati dan kita teruskan sejauh mungkin ke seluruh dunia. Alasan tetua komunitas muslim Prancis, secara amat ironis, sejatinya tecermin dalam teks yang menyertai kartun vulgar Charlie Hebdo: l'amour plus fort que la haine, cinta lebih kuat daripada kebencian. Cinta dan hormat pada hak manusia berpendapat seharusnya mengatasi kebencian, teror, pembunuhan—yang dalam kasus Charlie Hebdo gagal diwujudkan.

Kematian para wartawan dan kartunis di Paris toh tidak siasia. Tragedi berdarah itu melahirkan seruan mondial yang kuat: agar ada hormat yang patut pada kebebasan pers, agar media tidak tunduk pada teror dan intimidasi. Dan kekerasan jangan pernah menjadi solusi dalam perbedaan pendapat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus