Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Ribut Dua Aturan

Pertentangan aturan mengenai peninjauan kembali bisa menimbulkan kekacauan hukum. Harus segera diselaraskan.

12 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SURAT Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014 menambah keruh sistem hukum kita. Kini hakim yang menangani permohonan peninjauan kembali (PK) dan jaksa yang bertanggung jawab mengeksekusi putusan dihadapkan pada dua aturan yang bertentangan.

Yang pertama adalah UndangUndang Mahkamah Agung serta UndangUndang Kekuasaan Kehakiman, yang membatasi pengajuan PK hanya sekali, dan yang kedua adalah Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang membolehkan PK lebih dari sekali. Jika aturan itu tidak segera diselaraskan, akan terjadi kekacauan hukum luar biasa di negeri ini.

Akhir Desember tahun lalu, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengeluarkan surat keputusan yang mengimbau para hakim agar menolak permohonan PK atas PK. Dasarnya Pasal 24 ayat 2 UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan putusan PK tidak dapat ditinjau kembali; dan Pasal 66 ayat 1 UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, yang berbunyi: "Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya satu kali."

Mahkamah Agung beralasan hendak memberikan kepastian hukum bagi pelaksanaan PK, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi pada Maret 2014, yang menghapus Pasal 268 ayat 3 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi: "Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja." Hakim konstitusi berpendapat, pembatasan PK melanggar kemanusiaan dan asas keadilan dalam hukum.

Sebetulnya, UndangUndang Mahkamah Agung mengatur bahwa putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) boleh dijalankan tanpa perlu menunggu upaya hukum lain. Persoalannya, bagaimana dengan terpidana mati? Beberapa waktu lalu, empat dari enam terpidana mati yang hendak dieksekusi kejaksaan tahun ini telah mengajukan permohonan PK. Masalahnya, bagi dua di antara mereka, pengajuan PK yang kedua, setelah permohonan grasi dan PK, sebelumnya ditolak.

Karena itu, demi keadilan, kepastian hukum, dan kemanusiaan, kejaksaan sebaiknya menunda semua eksekusi hukuman mati. Adapun Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat secepatnya menyelaraskan berbagai undangundang dan peraturan mengenai peninjauan kembali ini. Paling baik, DPR lekas merampungkan pembahasan perubahan KUHAP, dan mengembalikan Pasal 268 ayat 3 yang telah dihapus Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, PK hanya diizinkan sekali dan kepastian hukum terjamin.

Syaratnya, proses peradilan mesti dibenahi sehingga setiap vonis sepenuhnya dibuat berdasarkan bukti dan pertimbangan hukum, bukan kongkalikong antara hakim dan pihak yang beperkara. Pengadilan yang bersih, jauh dari mafia hukum, akan memberikan rasa keadilan tinggi bagi masyarakat. Sebaliknya, tak apaapa juga PK boleh berkalikali, toh hukum Belanda yang jadi acuan kita juga membolehkan PK lebih dari sekali. Tapi, untuk itu, UndangUndang Mahkamah Agung dan UndangUndang Kekuasaan Kehakiman perlu diubah agar sejalan dengan KUHAP.

Syarat dan kriteria pengajuan PK pun mesti dibuat jelas, rinci, dan tegas, sehingga tidak ada lagi PK dengan motif sekadar untuk menghambat eksekusi. Dan yang paling penting adalah mempertimbangkan implikasinya terhadap putusan pidana mati. Misalnya, kapan jaksa bisa mengeksekusi terpidana mati tanpa melanggar rasa keadilan, setelah PK kedua, ketiga, atau ada kriteria lain? Atau, jika PK boleh tanpa batas, apakah hukuman mati masih relevan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus