Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pelajaran dari Tanah Abang

9 Maret 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Eko Budiharjo Rektor Universitas Diponegoro, Semarang, dan Ketua Dewan Pembina Persatuan Sarjana Arsitektur Indonesia

MUSIBAH terbakarnya Pasar Tanah Abang yang fenomenal—bukan fenom-Inul—itu menyebabkan kita tersentak. Bayangkan, menurut laporan, dari 125 hidran yang ada, ternyata hanya satu yang berfungsi. Persyaratan harus adanya peralatan detektor asap dan sprinkler terbukti tidak dipenuhi. Ada reservoir air di tengah pasar tapi tidak bisa diakses pemadam kebakaran. Mobil-mobil pemadam kebakaran tidak dapat berkiprah optimal akibat jalan-jalan yang sempit dan dipenuhi pedagang yang lalu-lalang menyelamatkan harta bendanya. Daftar itu bisa diperpanjang tanpa batas, tapi esensinya adalah keteledoran manusia, ketidaktaatan pada aturan, dan amat lemahnya pengawasan pembangunan.

Sebagai orang Jawa yang berpegang pada petuah nenek moyang agar pasrah (menyerah pada nasib) dan nrima ing pandum (menerima bagian dengan ikhlas), saya menduga tidak ada yang akan menuntut pihak berwenang ke pengadilan. Padahal mestinya pengelola pasar, PD Pasar Jaya, Perusahaan Listrik Negara, bahkan wali kota atau gubernur pun bisa dituntut. Landasan hukumnya kan sudah ada, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Namun, kalau kita amati, penegakan hukum di Indonesia masih belum menunjukkan gejala membela rakyat kecil, sehingga peluangnya kecil sekali untuk bisa menang beperkara melawan badan-badan swasta dan pemerintah yang perkasa. Saya teringat tudingan orang Barat bahwa di Indonesia ini yang ada bukan law enforcement, karena kadar penegakan hukumnya amat rendah. Sobat saya, Prof. Ahmad Ali, pernah berkisah tentang tiga orang profesional, yaitu dokter, bankir, dan pengacara, yang naik kapal. Ternyata, di tengah lautan yang penuh ikan hiu, kapal itu bocor. Sebelum kapal tenggelam, sang dokter terjun berenang ke pantai, tapi, belum sampai ke tepian, sudah dimakan ikan hiu. Begitu pula sang bankir.

Namun, ketika pengacara yang berenang ke pantai, semua ikan hiu menyingkir sehingga pengacara itu selamat. Kenapa? Ternyata ikan-ikan hiu itu berpegang pada etika bahwa sesama pemangsa manusia dilarang saling mengganggu. Ikan hiu itu kan pemangsa manusia di laut, sedangkan pengacara adalah pemangsa manusia di darat. Kisah tersebut sesungguhnya belum lengkap. Ada lagi seorang profesional lain, yaitu insinyur, pemborong di kapal bocor itu. Ketika dia terjun berenang ke pantai, ikan-ikan hiu itu malah beramai-ramai mendukungnya. Kok, bisa begitu? Bisa saja, karena pemborong itu jauh lebih mengerikan ketimbang ikan hiu: tidak hanya makan manusia, tapi juga makan besi, beton, baja, kaca, kayu, batu, dan kerikil, bahkan minumnya pun aspal.

Apa hubungannya dengan kebakaran Pasar Tanah Abang? Dalam perencanaan dan perancangan pasar, terdapat aturan yang menyangkut keamanan publik (public safety), termasuk pengamanan terhadap bahaya kebakaran: koefisien dasar bangunannya (KDB), pola jalannya, sistem jaringan infrastrukturnya (listrik, air bersih, air kotor, limbah), jenis-jenis bahan bangunannya, tangga kebakarannya, ketersediaan peralatan pemadam kebakarannya, hidrannya, sprinkler-nya, dan lain-lain. Bila dicek ketentuan tersebut di lapangan, saya menduga banyak sekali persyaratan yang tidak dipenuhi. Jangankan Pasar Tanah Abang dan pasar tradisional lain yang termasuk dalam kategori informal. Bangunan perkantoran, perhotelan, perdagangan, dan pertokoan yang formal dan bergengsi pun mungkin tidak memenuhi standar minimal pencegahan kebakaran. Para insinyur melakukan apa yang lazim disebut dengan professional prostitution.

Kita bisa mengambil hikmah dari musibah ini, sesuai dengan petuah Kiai Habib Chirzin dari Pondok Pesantren Pabelan: "Mengubah bencana menjadi rahmat." Anggap saja bencana itu sebagai early warning atau peringatan dini agar tidak terjadi musibah yang lebih dahsyat di kemudian hari. Segenap pihak yang terlibat mesti mawas diri dan mengubah perilaku yang menyimpang. Harap sesegera mungkin dilakukan pemeriksaan pada berbagai bangunan publik, terutama bangunan jangkung pencakar langit yang bertaburan di seluruh pelosok kota besar di Tanah Air. Perlengkapan fisik dan juga aparat pemadam kebakaran perlu dicermati melalui—istilah gagahnya—fit and proper test. Sebab, menurut laporan, lebih dari separuh petugas pemadam kebakaran di Jakarta sudah tidak muda lagi.

Perlu juga dipertimbangkan gaji atau honor mereka. Kalau saya tidak keliru, peringkat gaji tertinggi di negara maju dipegang oleh pilot pesawat terbang, pegawai atau buruh pertambangan, dan petugas pemadam kebakaran. Pertimbangannya antara lain risiko kecelakaan dan bahkan kematian yang dihadapinya serta tanggung jawab terhadap keselamatan banyak orang.

Pendidikan masyarakat juga tak kalah penting. Jangan sampai terjadi lagi masyarakat berbondong-bondong menonton kebakaran sebagai sejenis hiburan. Kerumunan mereka malah bisa menghalangi kelancaran jalannya mobil pemadam kebakaran. Pegawai kantor, hotel, bank, department store, mal, dan supermal pada saat-saat tertentu mesti dilatih menghadapi kebakaran, dengan simulasi atau demonstrasi. Anak-anak sekolah, sejak SD, SLTP, SLTA, sampai menjadi mahasiswa, mesti diberi pelajaran dan pelatihan dasar tentang seluk-beluk dan bahaya kebakaran serta pencegahannya. Ini pekerjaan rumah kita bersama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus