Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENIPUAN oleh PT Naila Syafaah Wisata Mandiri tak terlepas dari kealpaan pemerintah dalam melindungi masyarakat yang hendak menjalani ibadah umrah. Kalau saja Kementerian Agama selaku regulator penyelenggaraan umrah tegas menindak perusahaan nakal, masyarakat tak akan terus menjadi korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah seperti tak mengambil pelajaran dari penipuan serupa yang berkali-kali terjadi. Penipuan terbesar, misalnya, melibatkan PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel), yang menilap uang jemaah senilai total Rp 1,3 triliun pada 2019. Setelah 63.130 calon anggota jemaah umrah First Travel menjadi korban, entah berapa banyak lagi orang yang tertipu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kasus PT Naila Syafaah, Kementerian Agama lamban menindak aksi tipu-tipu yang terdeteksi sejak setahun lalu. Pada saat itu banyak anggota jemaah yang diberangkatkan PT Naila Syafaah telantar di Arab Saudi. Sejak saat itu, banyak pula laporan yang masuk ke Kementerian ihwal calon anggota jemaah yang tak kunjung berangkat ke Tanah Suci.
Kementerian memang memasukkan perusahaan tersebut ke daftar hitam penyelenggara perjalanan ibadah umrah. Namun mereka tak mencabut izin perusahaan sehingga PT Naila Syafaah masih saja menjaring mangsa. Keteledoran pemerintah tersebut melahirkan korban-korban baru.
Bisnis biro perjalanan umrah di Tanah Air sungguh menggiurkan. Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar memiliki penduduk dengan animo ibadah umrah yang sangat tinggi. Setiap tahun, setidaknya 1 juta warga Indonesia menunaikan ibadah haji kecil itu.
Modus kejahatan PT Naila Syafaah dan perusahaan travel lain tak jauh berbeda. Mereka mengiming-imingi calon anggota jemaah dengan paket perjalanan berbiaya murah hingga di bawah kewajaran. Untuk menutupi kekurangan biaya, penyelenggara umrah memakai jurus gali lubang tutup lubang dengan menipu calon anggota jemaah yang mendaftar belakangan. Akibat tidak meratanya pengetahuan, banyak calon anggota jemaah yang tergiur gula-gula umrah berbiaya murah itu.
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama seharusnya mengawasi serta membina penyelenggara umrah dengan ketat. Namun penipuan yang berulang membuktikan bahwa direktorat tersebut tak bekerja dengan baik. Karena itu, pemerintah seharusnya merombak total struktur dan mekanisme kerja direktorat tersebut.
Kementerian Agama juga perlu memperketat pemberian izin penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Salah satu caranya adalah menaikkan jaminan deposito atau garansi bank yang wajib disetor perusahaan umrah. Jaminan perusahaan, yang hanya Rp 100 juta, terlalu kecil untuk biro perjalanan wisata religi dengan angka peminat yang begitu tinggi. Tingginya uang jaminan setidaknya bisa menyaring biro perjalanan abal-abal.
Meski berlabel ibadah, penyelenggaraan umrah bagi para agen travel tak ada bedanya dengan bisnis perjalanan wisata ke negara lain. Potensi keuntungannya sama-sama menggiurkan. Karena itu, pemerintah perlu melindungi anggota jemaah umrah, terutama yang tak memiliki informasi memadai, seperti diwajibkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Agar penipuan tak berulang, pemerintah wajib memastikan semua biro perjalanan memenuhi standar pelayanan minimum untuk jemaah umrah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Opini ini terbit di edisi cetak dengan judul "Bongkar Total Pengawasan Umrah"