NGUYEN Ngoc Loan adalah lelaki seperti cicak. Panjang, tipis dan
kuning keputih-putihan.
Ia kini menunggui restorannya yang bernama Les Trois Continents
di kota kecil Burke, 32 Km dari Washington, Amerika Serikat.
Restoran itu sederhana. Ngoc Loan menjual pizza dan nemnuong,
bakso babi yang pedas gaya Vietnam. Agak sepi meja-meja itu.
Tapi bagaimana pun Nguyen Ngoc Loan beruntung.
Pada suatu hari di tahun 1968 ia masih seorang jenderal. Ia
orang angkatan udara yang kemudian harus mengepalai pasukan
keamanan Republik Vietnam Selatan yang sebagian besar korup,
kejam dan kotor. Seperti dinyatakan wartawan Tom Buckley dalam
Esquire 5 Juni 1979, kita tak tahu persis apakah Ngoc Loan
sendiri korup atau tidak. Tapi ia melakukan satu hal yang
kemudian menyebabkan namanya runtuh di seluruh dunia.
Hari itu seorang tahanan dibawa menghadap. Menurut tuduhan, ia
seorang komandan gerilya Vietkong yang tertangkap. Ia dilaporkan
membawa pistol. Nama sebenarnya Nguyen Tan Dat alias Han Son.
Orang ini telah meludahi petugas yang menangkapnya. Dan ia
menolak menjawab waktu diinterogasi.
Nguyen Ngoc Loan dengan tenang mendengarkan semua ini, sebelum
bertanya kepada perwira bawahannya: "Lantas kenapa tak kamu
laksanakan perintah yang ada?" Maksudnya jelas: tahanan itu
harus ditembak mati. Bawahannya nampak ragu. Ngoc Loan pun
mengambil keputusan: ia sendiri yang harus melakukan itu. Ia pun
mengangkat pistolnya, sepucuk Smith & Wesson, 30 senti dari
pelipis si tahanan. Lalu picu pun ditarik.
Tubuh tahanan itu langsung terguling. Darah mengucur dari lobang
di kepalanya, bercampur dengan debu. Eksekusi itu begitu
singkat, tanpa upacara, di tepi jalan. Tapi seorang fotograf
Associated Press berhasil mengabadikannya. Juga regu televisi
NBC. Dan dalam beberapa jam Nguyen Ngoc Loan jadi tokoh paling
keji dalam catatan perang Vietnam yang keji itu.
Dalam satu pertempuran Loan kemudian kehilangan kakinya. Dan
ketika nasib politiknya turun, ia tersisih. Di tahun 1973 ia
pensiun. Ia memang diberi bintang, disematkan sendiri oleh
Presiden Thieu sementara ia di rumah sakit dengan kaki kanan
yang hancur. Tapi ia praktis dilupakan. Ketika hari-hari
terakhir Saigon yang panik itu berlangsung, ketika pasukan
komunis kian mendekati kota, ia pun mengumpulkan anak-anaknya.
"Satu-satunya jalan yang bisa kulakukan," katanya kepada
anak-anak itu, "ialah memencarkan kalian ke keluarga petani di
desa-desa. Ibu dan bapak sendiri tahu apa yang harus dilakukan."
Anak-anaknya tahu apa yang akan dilakukan bapak dan ibu mereka
-- racun itu sudah tersedia. Mereka menolak. "Tidak, kami akan
mati bersama-sama bapak dan ibu, bila saatnya tiba . . . "
Untunglah, ketika saat itu tiba, Loan herhasil dapat
pertolongan dari angkatan udara. Bagaimana pun Nguyen Ngoc
Loan beruntung.
Memang, di AS ada orang-orang yang tak akan melupakannya dengan
rasa jijik. Terutama mereka yang tetap menganggap perang Vietnam
adalah perang antara para bekas opsir kolonial Perancis yang
berkuasa melawan rakyat petani yang tertindas. Dengan kata lain,
suatu perang antara keangkuhan melawan kegigihan, -- drama
Manichean yang dilambangkan dengan baik oleh potret Nguyen Ngoc
Loan di tahun 1968 seorang jenderal telah menembak seorang
tahanan, seperti ia menembak botol.
NAMUN tak mustahil bila gambar itu segera akan pudar, atau
dilihat dengan hati yang lain. Setidaknya, setelah kini
beribu-ribu manusia terusir dari Vietnam, mengarungi laut, ada
yang tenggelam ada yang terdampar -- tapi tak selamanya dapat
tempat buat tinggal.
Beberapa puluh tahun yang lalu seorang penyair menulis sajak
Lagu Orang Usiran. Lagu itu berkata tentang kota yang
berpenduduk sepuluh juta, "Tapi tidak ada tempat buat kita,
sayangku, tapi tak ada tempat buat kita."
Siapa lagikah kini yang tertindas? Mereka mungkin bukan Nguyen
Ngoc Loan, dan Loan pasti bukan mereka. Tapi satu gelombang
nasib telah menyatukan mereka yang tak lagi bertanah air.
we kunnen er nu niet heen, liefste,
wte kunnen er nu niet been.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini