Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Perang Yang Menjijikkan

Di AS ada orang yang tak melupakan perang Vietnam yang kejam itu dengan rasa jijik. Terutama mereka yang menganggap perang Vietnam adalah perang antara keangkuhan melawan kegigihan.

7 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NGUYEN Ngoc Loan adalah lelaki seperti cicak. Panjang, tipis dan kuning keputih-putihan. Ia kini menunggui restorannya yang bernama Les Trois Continents di kota kecil Burke, 32 Km dari Washington, Amerika Serikat. Restoran itu sederhana. Ngoc Loan menjual pizza dan nemnuong, bakso babi yang pedas gaya Vietnam. Agak sepi meja-meja itu. Tapi bagaimana pun Nguyen Ngoc Loan beruntung. Pada suatu hari di tahun 1968 ia masih seorang jenderal. Ia orang angkatan udara yang kemudian harus mengepalai pasukan keamanan Republik Vietnam Selatan yang sebagian besar korup, kejam dan kotor. Seperti dinyatakan wartawan Tom Buckley dalam Esquire 5 Juni 1979, kita tak tahu persis apakah Ngoc Loan sendiri korup atau tidak. Tapi ia melakukan satu hal yang kemudian menyebabkan namanya runtuh di seluruh dunia. Hari itu seorang tahanan dibawa menghadap. Menurut tuduhan, ia seorang komandan gerilya Vietkong yang tertangkap. Ia dilaporkan membawa pistol. Nama sebenarnya Nguyen Tan Dat alias Han Son. Orang ini telah meludahi petugas yang menangkapnya. Dan ia menolak menjawab waktu diinterogasi. Nguyen Ngoc Loan dengan tenang mendengarkan semua ini, sebelum bertanya kepada perwira bawahannya: "Lantas kenapa tak kamu laksanakan perintah yang ada?" Maksudnya jelas: tahanan itu harus ditembak mati. Bawahannya nampak ragu. Ngoc Loan pun mengambil keputusan: ia sendiri yang harus melakukan itu. Ia pun mengangkat pistolnya, sepucuk Smith & Wesson, 30 senti dari pelipis si tahanan. Lalu picu pun ditarik. Tubuh tahanan itu langsung terguling. Darah mengucur dari lobang di kepalanya, bercampur dengan debu. Eksekusi itu begitu singkat, tanpa upacara, di tepi jalan. Tapi seorang fotograf Associated Press berhasil mengabadikannya. Juga regu televisi NBC. Dan dalam beberapa jam Nguyen Ngoc Loan jadi tokoh paling keji dalam catatan perang Vietnam yang keji itu. Dalam satu pertempuran Loan kemudian kehilangan kakinya. Dan ketika nasib politiknya turun, ia tersisih. Di tahun 1973 ia pensiun. Ia memang diberi bintang, disematkan sendiri oleh Presiden Thieu sementara ia di rumah sakit dengan kaki kanan yang hancur. Tapi ia praktis dilupakan. Ketika hari-hari terakhir Saigon yang panik itu berlangsung, ketika pasukan komunis kian mendekati kota, ia pun mengumpulkan anak-anaknya. "Satu-satunya jalan yang bisa kulakukan," katanya kepada anak-anak itu, "ialah memencarkan kalian ke keluarga petani di desa-desa. Ibu dan bapak sendiri tahu apa yang harus dilakukan." Anak-anaknya tahu apa yang akan dilakukan bapak dan ibu mereka -- racun itu sudah tersedia. Mereka menolak. "Tidak, kami akan mati bersama-sama bapak dan ibu, bila saatnya tiba . . . " Untunglah, ketika saat itu tiba, Loan herhasil dapat pertolongan dari angkatan udara. Bagaimana pun Nguyen Ngoc Loan beruntung. Memang, di AS ada orang-orang yang tak akan melupakannya dengan rasa jijik. Terutama mereka yang tetap menganggap perang Vietnam adalah perang antara para bekas opsir kolonial Perancis yang berkuasa melawan rakyat petani yang tertindas. Dengan kata lain, suatu perang antara keangkuhan melawan kegigihan, -- drama Manichean yang dilambangkan dengan baik oleh potret Nguyen Ngoc Loan di tahun 1968 seorang jenderal telah menembak seorang tahanan, seperti ia menembak botol. NAMUN tak mustahil bila gambar itu segera akan pudar, atau dilihat dengan hati yang lain. Setidaknya, setelah kini beribu-ribu manusia terusir dari Vietnam, mengarungi laut, ada yang tenggelam ada yang terdampar -- tapi tak selamanya dapat tempat buat tinggal. Beberapa puluh tahun yang lalu seorang penyair menulis sajak Lagu Orang Usiran. Lagu itu berkata tentang kota yang berpenduduk sepuluh juta, "Tapi tidak ada tempat buat kita, sayangku, tapi tak ada tempat buat kita." Siapa lagikah kini yang tertindas? Mereka mungkin bukan Nguyen Ngoc Loan, dan Loan pasti bukan mereka. Tapi satu gelombang nasib telah menyatukan mereka yang tak lagi bertanah air. we kunnen er nu niet heen, liefste, wte kunnen er nu niet been.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus