Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Bergenang

Bahasa Indonesia memakai kata "tergenang", alih-alih "bergenang". Mengapa?

16 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bahasa Indonesia memakai kata tergenang alih-alih bergenang saat banjir.

  • Awalan "ter" menunjukkan pasif, seolah banjir sesuatu yang terterima begitu saja.

  • Awalan "ber" yang aktif layak dipertimbangkan.

DI musim banjir, kita sering mendengar dan membaca kabar air tergenang lalu surut, baik secara alami maupun disedot. Lalu mengapa kata bergenang sebagai predikat jarang terdengar mengingat imbuhan ber- itu menunjukkan aktif dan sengaja, berbeda dengar prefiks ter- yang terkesan pasif dan tidak sengaja. Penggunaan kata ini seakan-akan menegaskan bahwa peristiwa itu tidak diinginkan oleh air. Padahal kita juga kadang membaca berita air bah menerjang perkampungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukan hanya subyek air, manusia kadang mengalami hal serupa. Misalnya saya terluka karena terantuk batu. Jelas, kejadian ini menunjukkan bahwa orang tersebut tidak secara sadar mengalami peristiwa yang tidak dikehendaki. Berbeda misalnya bila orang Barat mengalami nasib serupa, ia mungkin berseru, “I hurt my legs.” Di sini, saya tidak hanya mempunyai otonomi, tapi juga ditulis dengan huruf besar. Betapa individu betul-betul mempunyai kekuasaan atas dirinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menariknya, dalam khazanah bahasa Indonesia, kata Anda, yang ditulis dengan you dan diawali huruf kecil, justru seakan-akan mengandaikan bahwa, dalam relasi hubungan manusia, kita selalu mendahulukan orang lain. Sebuah sikap empati yang sangat dijunjung tinggi ini terwujud dalam hubungan dengan orang yang tidak mengenal kasta. Artinya, kata Anda digunakan untuk kata ganti bagi orang lain, tanpa memandang latar belakang.

Bukan hanya itu, ada perbedaan lain yang bisa ditimbang terkait dengan perbedaan antara bahasa kebangsaan dan bahasa Inggris. Kalimat everything is running well sering diterjemahkan dengan segala sesuatu berjalan baik, bukan berlari. Seakan-akan watak orang Barat lebih cepat dan cekatan dibandingkan dengan kita dalam mengerjakan sesuatu. Tidak dapat dihindari, pilihan ini dipengaruhi oleh pandangan dunia penutur. Bukankah, dalam peribahasa Jawa, kita sering mendengar alon-alon asal klakon (pelan-pelan asal dikerjakan)?

Tidak mengherankan, kata keterangan sejalan dengan pandangan sarjana sering ditemukan, alih-alih selari dengan. Kalau, misalnya, mitra bicara menggunakan selari, bukan sejalan, seperti kita, mungkin sebagai penutur kita selalu ketinggalan. Namun tentu implikasi semantik tidak seperti yang disebutkan tersebut. Keduanya mengandaikan kesesuaian yang tidak terkait dengan cepat atau lambat, meskipun orang Indonesia akan mengerutkan dahi bilamana orang Malaysia menyebut selari dengan kenyataan (pernyataan), kita adalah serumpun.

Betapa kata kenyataan yang merupakan gabungan imbuhan ke-an dan nyata bisa menunjukkan sebuah pernyataan dalam bahasa Indonesia dan kita masih belum bisa menerimanya, karena kata ini dipahami sebagai realitas. Ini menunjukkan bahwa meskipun keduanya berakar pada bahasa Melayu, dua bahasa tetanggaan ini pelan tapi pasti makin menjauh, baik dari pemilihan padanan baru maupun penyerapan bahasa asing. Betapapun negeri Siti Nurhaliza itu mencoba untuk mengutamakan kata tempatan. Lagi-lagi, terkait dengan air tergenang, di sana kita mendengar air bertakung dengan predikat aktif, bukan tertakung.

Tentu, kalimat “air menggenangi jalan” sering kita dengar. Menariknya, ketika susunan “air tergenang di jalan raya” diterjemahkan ke bahasa Inggris melalui Google Translate, kita menemukan terjemahan water stagnates because of the flood. Sementara itu, bila kita menggunakan kata bertakung, terjemahannya justru mempunyai struktur yang berbeda sama sekali, yakni water is saved for the flood. Ini menunjukkan bahwa mesin penerjemahan belum sepenuhnya bisa membaca susunan bahasa sasaran.

Menariknya, dalam bahasa Arab, apakah air itu subyek? Secara kebahasaan, pelaku (fa’il) terbagi dalam dua jenis subyek, yaitu hakiki dan gramatikal. Jadi hakikatnya bukan air yang membuat air itu tergenang, tapi kontur tanah yang menyebabkan air tidak mengalir atau terserap ke dalam tanah. Jadi pilihan kata tergenang dan menggenang tidak hanya bisa didekati sebagai fenomena linguistik semata-mata, tapi juga ideologi penggunanya, sebagaimana ditegaskan oleh Pierre Bourdieu bahwa makna kata juga terkait dengan banyak variabel, seperti ideologi dan kedudukan sosial.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus