Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEREBUTAN kepemimpinan di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mempertegas kesan bahwa asosiasi pengusaha itu tak lepas dari kepentingan politik penguasa. Alih-alih menjadi organisasi yang profesional, Kadin kembali menjadi tunggangan pengusaha yang dekat dengan Istana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Musyawarah Nasional Luar Biasa Kadin pada 14 Agustus 2024 mengangkat Anindya Bakrie sebagai ketua umum, menggantikan Arsjad Rasjid. Kubu Anindya mengklaim ingin memperbaiki posisi Kadin sebagai mitra strategis pemerintah sehingga harus memperkuat hubungan dengan Presiden Joko Widodo dan presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arsjad dianggap berseberangan dengan pemerintahan karena menjadi Ketua Tim Pemenangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. dalam pemilihan presiden 2024. Arsjad menilai musyawarah tersebut sebagai upaya kudeta yang melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Kadin.
Kisruh kepemimpinan Kadin ini berlangsung sebulan setelah perebutan kursi Ketua Umum Partai Golkar yang sarat kepentingan Istana. Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar 2017-2024, mengundurkan diri juga dengan alasan memuluskan transisi pemerintahan dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto.
Kadin merupakan induk organisasi tunggal pengusaha di Indonesia yang diatur lewat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri. Meski seharusnya menjadi mitra yang independen, Kadin sudah lama berada di bawah ketiak pemerintah. Menjadi pemimpin Kadin berarti mendapat akses ke lingkaran kekuasaan dan kemudahan berbisnis. Ketua umumnya pun perlu beroleh restu penguasa.
Tempo mendapati peran Istana, sejumlah menteri, lembaga intelijen, dan polisi dalam pemenangan Arsjad pada Musyawarah Nasional Kadin di Kendari pada 2021. Pesaingnya saat itu tak lain Anindya Bakrie, yang awalnya merupakan calon kuat.
Kini giliran putra sulung politikus Golkar dan tokoh Kadin, Aburizal Bakrie, itu yang diuntungkan kekuasaan. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Agtas hadir di Menara Kadin sehari setelah musyawarah nasional luar biasa mengangkat Anindya. Dia memastikan keputusan presiden tentang penetapan Ketua Umum Kadin segera terbit.
Kemitraan ini membuat penguasa kian leluasa mengeruk keuntungan kapital dari pengusaha untuk mengukuhkan kekuasaannya. Keduanya asyik masyuk saling menguntungkan, sementara kepentingan publik menjadi urusan nomor sekian.
Contoh paling konkret simbiosis mutualisme tersebut adalah terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja. Peraturan ini terbukti gagal memenuhi tujuan utamanya: menarik investasi. Tidak ada banjir investasi seperti yang dijanjikan pemerintah, selain masuknya modal ke sektor pertambangan dan turunannya.
Di sisi lain, sektor manufaktur kian megap-megap. Sejak Undang-Undang Cipta Kerja disahkan pada Oktober 2020, tidak ada satu pun pembukaan pabrik baru yang bisa menyerap ribuan tenaga kerja. Yang terjadi malah gelombang pemutusan hubungan kerja yang angkanya terus membesar, dari 64 ribu pada 2023 menjadi diperkirakan lebih dari 70 ribu per akhir tahun ini.
Maka kisruh kepemimpinan Kadin ini memang tidak ada urusannya dengan masyarakat banyak dan semata kepentingan politik penguasa untuk mencengkam Kadin. Kalau Arsjad bisa naik dan jatuh karena urusan politik, tidak tertutup kemungkinan hal yang sama akan menimpa Anindya, jika nanti resmi menjadi ketua.
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Perang Politik di Kamar Dagang"