Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sang pembela

Berkaitan dengan kasus monitor pembela islam bukanlah yang merusak kantor monitor atau menuntut pembatalan monitor, melainkan abdurrahman wahid. ia sebagai pengayom, tidak terjebak dalam perangkap.

12 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA Abdurrahman Wahid, pemimpin suatu himpunan umat yang sangat besar, menampilkan sikapnya mengenai keributan sekitar kasus Monitor, alangkah banyaknya cercaan yang diterimanya di berbagai media dan pertemuan. Tak terkecuali cercaan sejumlah orang dari kubu yang dipimpinnya. Tidak sedikit "orang Islam" yang memendam kemarahan terhadapnya. Toh di tengah serangan yang gencar itu, dia tetap menyuarakan pendiriannya secara kukuh dan jernih. Apakah yang telah kita saksikan? Yang telah kita saksikan tak lain dari suatu instance di mana seorang pemimpin sejati mementaskan kualitasnya. Sang pemimpin tetap berdiri pada posisinya yang penuh risiko, dan dari situ tetap melontarkan pendirian yang diyakininya. Tak terbersit sedikit pun usaha darinya untuk memelintir kata-katanya, agar ia terlindung dari bahaya, sambil tetap membela keyakinannya. Potret Islam apakah yang telah ditunjukkan oleh Wahid? Potret Islam yang ngayomi, yang penuh kebijaksanaan dan tanggung jawab, yang pahamnya tentang keluhuran tidak terjebak dalam perangkap bendera, yang visinya melintas jauh, dan yang menekankan patokan-patokan bagi kemaslahatan bersama -- juga bagi mereka yang benderanya kebetulan bukan Islam. Begitulah saya membaca tokoh ini. Maka, khusus dalam ramai-ramai menyang- kut angket naif Monitor, saya bersaksi bahwa pembela Islam bukanlah mereka yang merusak kantor Monitor serta menuntut pencabutan SIUPP-nya, melainkan Abdurrahman Wahid. Mengapa Wahid? Wahid, karena Islam yang sejati selamanya adalah panggilan menuju universalitas, menuju keselamatan (baca: kedamaian, kemuliaan, dan kesejahteraan sekaligus) di dunia dan di akhirat. Kata "panggilan" selamanya menunjuk pada adanya pihak lain, yang dipanggil. Wahid, karena di tengahtengah suasana mob, di tengah-tengah hiruk-pikuk aksi dari apa yang begitu mudah disebut rasa cinta pada Islam, dia tak lupa mengingatkan kita bahwa memeluk Islam berarti membela orangorang miskin, mengangkat mereka yang terpuruk ke pinggirpinggir selokan dan ke bawah kolong-kolong jembatan. Dia mengingatkan kita bahwa kepada kalangan papa itulah mestinya energi dan sensitivitas umat beragama diarahkan. Wahid, karena dalam kemarahan yang besar pun, tetap sadar bahwa jalan yang bernama Islam diturunkan oleh Yang Maha Pengasih untuk menyempurnakan akhlak dan budi pekerti. Berkat kehalusan budinya, dia sanggup menghargai bukan hanya hak-hak umat Islam, melainkan juga hak-hak umat bukan Islam. Maka, seyogyanyalah kita bersyukur sedalam-dalamnya bahwa masih ada tokoh seperti Abdurrahman Wahid di tengah-tengah kita. Tak kurang pentingnya, ketika membela Islam, ia sekaligus membela prinsip dasar republik kita yang melindungi segenap rakyatnya yang bhineka itu. Ia menyelamatkan umat dan bangsanya dari kemungkinan perpecahan atas nama Islam. Sejarah telah berkali-kali membuktikan bahwa rasa cinta pada agama, sikap apropriatif atas kebenaran, sangat gampang menjelma jadi kekuatan syaitan. Kenyataan ini bukan hanya berlaku pada Hitler dan Rabbi Kahane, melainkan juga dalam sejarah panjang Islam sendiri. Abdurrahman Wahid tidak menginginkan Islam yang demikian, lantaran itu memang tidak Islami. Saya yakin, Wahid menyadari bahwa begitu kita melepaskan kekang semangat kebencian, ia akan merasuk ke segala arah, tak ubahnya bagai gelembung-gelembung Rahwana. Jika tidak terhadap kalangan lain, semangat syaitan ini akan menciptakan permusuhan yang tidak kalah sengitnya di kalangan sendiri. Maka, apa yang disebut bendera Islam dalam sekejap bisa menjelma menjadi puluhan bendera yang memangsa satu sama lain. Sekali kita melepaskan picu semangat kebencian, ia baru akan terlampiaskan jika segenap yang kita bina, pelihara, dan cintai, selama ini hancur. Agaknya, semangat inilah yang antara lain berperan dalam dunia Arab selama beberapa dasawarsa terakhir. Umumnya mereka adalah sesama muslim. Tapi alangkah besarnya kebencian di antara mereka. Persoalan dunia Arab bukan hanya persoalan mereka dengan pasangan Israel-AS, melainkan juga adalah persoalan antara mereka sendiri. Wahid, dan siapa pun yang hidup akal budinya, tidak ingin terseret ke dalam pusaran celaka yang tampaknya tak kunjung berakhir seperti itu. Apa yang dialami oleh dunia Arab sekarang bukanlah monopoli bangsa Arab. Ia pasti dapat menimpa bangsa kita juga jika sampai kebencian dan kesewenang-wenangan disebarkan di tengah-tengah kita. Abdurrahman Wahid telah memberi kita suatu teladan Islami tentang bagaimana kita mestinya hidup dalam kebhinekaan. Peradaban manusia, terlepas dari sekian tragedi dan kekurangannya, selalu berkembang dari dialektik perbedaan-perbedaan pada dirinya sepanjang sejarah. Maka, perbedaan adalah sesuatu yang harus ditenggang, bukan dimatikan. Hanya melalui perbedaanperbedaan kita sanggup belajar, di samping mengenal dan mengukur diri dan kualitas kita. Wahid berangkat dari tradisi Islam yang kaya dan yang bertumbuh dewasa melalui perbedaan-perbedaan itu. Maka, ia seolaholah mengingatkan kita pada kata-kata Tzvetan Todorov, bahwa "kita menghendaki kesamaan tanpa kita terpaksa menerima keseragaman tapi kita juga menghendaki perbedaan tanpa kita terperosok ke dalam superioritas dan inferioritas." Islam diturunkan Allah untuk menjadi rahmat bagi sekelilingnya. Wahid telah membela prinsip mulia itu. Semoga, Yang Maha Pengasih senantiasa memberinya semangat dan kekuatan untuk meneruskan pembelaannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus