Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kami tidak punya

Wawancara tempo dengan ketua gappri soegiharto prayogo tentang tata niaga cengkeh yang baru, pasaran bebas murni, jawa dan bali sebagai sentra produksi, stok cengkeh, harga patokan yang diinginkan gappri, dst.

12 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Soegiharto Prayogo, 56 tahun, melambung sejak Ketua Gappri itu disibukkan dengan isu-isu cengkeh, awal 1990. Berasal dari keluarga pemilik pabrik rokok, Soegiharto, yang lulusan FE Universitas Parahyangan ini, lebih banyak aktif di bidang organisasi rumah sakit, sekolah, ataupun gereja. Ia menyebut "falsafah membelah bambu" ketika ditanya tentang tata niaga cengkeh yang baru. Berikut ini petikan wawancara TEMPO dengan Soegiharto Prayogo: Tata niaga cengkeh baru telah keluar, tapi tidak seperti yang diinginkan Gappri. Dalam hal-hal apa Gappri merasa tidak cocok? Kami melihat tata niaga cengkeh yang baru itu masih bersifat monopoli, dan Gappri menyayangkan, dalam era deregulasi ini masih ada monopoli. Pemikiran-pemikiran Gappri tidak tertampung di situ. Pada dasarnya, kami menginginkan perdagangan yang bebas dan bertanggung jawab. Maksud Anda? Artinya, kalau harga cengkeh berada di bawah harga patokan, kita sanggup membelinya dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Nah, kalau harga jual di atas harga patokan, perdagangan dibebaskan saja. Berarti, kalau short supply, harga yang diterima petani bisa lebih tinggi. Apakah pasaran bebas murni itu bukan omong kosong saja? Anggota Gappri sendiri kadang-kadang juga tidak fair, misalnya yang menyangkut pedagang antarpulau (PAP). Kalau saja konsep Gappri 1 Juni tahun lalu ditanggapi dan dijadikan SK, hal itu tidak akan terjadi. Menghukum pabrik rokok itu gampang. Pertama, diberi peringatan. Kedua, fasilitas kredit cukai dihilangkan selama 3 bulan. Kemudian, fasilitas kredit tidak diberikan 6 bulan. Kalau masih juga melanggar, fasilitas kredit cukai dicabut. Cukai itu murninya kan 70%. Kalau ada pabrik rokok yang melanggar, maka dia tidak lagi membayar cukai 35%, tapi 60% atau 70%. Matilah pabrik itu. Dengan Jawa dan Bali digolongkan sebagai sentra produksi, apakah itu bertentangan dengan perdagangan bebas seperti yang diinginkan Gappri? Kami memang tetap menginginkan Jawa sebagai daerah perdagangan bebas. Kenapa? Karena hampir semua pabrik rokok berada di Jawa. Dan pabrik rokok kecil biasanya membeli cengkeh pada petani kecil. Nah, kalau Jawa dimasukkan sebagai daerah sentra produksi, mereka harus menjual produksinya ke BPPC. Kalau ketentuan itu dilanggar, apakah pemerintah bisa menangkap petani kecil-kecil ini? Lalu bagaimana dengan kebun cengkeh milik pabrik rokok? Kalau dilihat dari SK itu, hasil cengkehnya harus dijual kepada BPPC. Artinya, pabrik rokok menjual cengkehnya pada BPPC. Kemudian, kalau pabrik rokok memerlukan cengkeh, dia harus membeli dari BPPC. Itu kan lucu. Bagaimana dengan keharusan membeli stok cengkeh milik PT Kembang Cengkeh Nasional dan PT Kerta Niaga? Ya, itu juga. Walaupun mereka meminta secara halus, kami menolak untuk mengambil alih stok cengkeh. Karena apa? Pertama, kita sudah punya stok 63 ribu ton untuk satu tahun produksi. Kedua, kalau stok berlebihan, itu kan perlu tambahan biaya penyimpanan, biaya bank, dan biaya lainnya. Ketiga, kalau Gappri saja harus menampung 30% cengkeh nasional atau sekitar 30 ribu ton dengan harga Rp 8.500, berarti perlu dana Rp 255 milyar. Untuk mengambil alih stok PT Kembang Cengkeh dengan harga Rp 13.500, dibutuhkan Rp 837 milyar. Jadi, dana yang harus disediakan Gappri seluruhnya bisa mencapai Rp 1,12 trilyun. Belum lagi stok Kerta Niaga. Dari mana kami punya uang sebanyak itu? Kira-kira berapa harga patokan yang bisa dipikul Gappri? Kami mengusulkan harga dari petani Rp 7.500 per kg. Kalau harga itu ditambah dengan BKUD, fee Sucofindo, pendanaan daerah, margin BPPC, dan lain-lain, jumlahnya jangan lebih dari Rp 9.500 per kg franko pabrik. Pokoknya, kalau BPPC mau mengambil untung, ya jangan banyak-banyaklah. Gappri tampaknya menyesalkan SK yang mengatur tata niaga itu. Apakah berarti Gappri menolaknya? Saya ini kan warga negara Indonesia. Dan saya pernah mengatakan, terserah kepada pemerintah. Kami menganggap, pemerintah akan berlaku adil dan bijaksana. Tapi kalau sudah di-SK-kan, ya kami harus tunduk, apa pun jadinya. Gappri mungkin satu-satunya asosiasi yang berani bicara keras. Apakah itu karena Gappri punya hubungan dengan orangorang penting di pemerintahan? Kami tidak punya backing. Kami tidak punya apa-apa. Jadi, salah kalau dikatakan bahwa Gappri menolak SK itu. Apa yang akan diusulkan Gappri kepada pemerintah setelah keluarnya SK itu? Pertama-tama, tidak ada paksaan bagi Gappri untuk membeli stok. Kemudian, harga yang bisa dipikul pabrik rokok maksimum Rp 9.500 per kg franko pabrik. Dan Gappri juga merasa tidak perlu duduk dalam BCN. Dengan harga Rp 9.500 per kg franko pabrik, apakah pabrik rokok kecil masih mampu menanggungnya? Pabrik-pabrik kecil akan terancam mati. Harga Rp 9.500 itu hanya kuat ditanggung oleh 10 pabrik rokok besar. Pabrik-pabrik kecil hanya sanggup Rp 7.500 franko pabrik. Kalau harga Rp 12.500 dari petani, pabrik rokok besar bisa kelenger juga. Tapi mengapa Gappri berani mengusulkan harga Rp 9.500 per kg franko pabrik? Ya, terpaksa, meskipun 20% anggota Gappri akan jadi korban. Anggota Gappri saat ini sekitar 120 perusahaan, tapi yang aktif hanya 40%. Sementara yang di luar Gappri -- umumnya kecil-kecil -- diperkirakan 50% akan mati. Tujuan Gappri dengan KCN (PT Kembang Cengkeh Nasional) adalah meningkatkan kesejahteraan petani. Tapi mengapa ribut terus? Idealnya memang kami berdampingan dengan KCN untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Tapi mengapa tidak pernah kompak? Karena visinya berbeda. Visi kita adalah kontinuitas perusahaan, yang kadang kala merugi. Tapi visi kelompok pedagang, mereka mau selalu untung saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus