Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMISI Pemberantasan Korupsi mesti segera menuntaskan perkara korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Kementerian Kehutanan. Vonis terhadap terdakwa penyuap utama kasus ini, Anggoro Widjojo, merupakan fakta dan bukti hukum kuat yang bisa dipakai menjerat siapa pun yang terlibat korupsi proyek senilai Rp 180 miliar itu. Bukan hanya mantan Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban, melainkan juga anggota DPR yang selama ini berkeras menyatakan tak terlibat perkara itu.
Rabu dua pekan lalu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Anggoro lima tahun penjara. Direktur Utama PT Masaro Radiokom yang sempat kabur ke Singapura dan Cina itu-sebelum ditangkap di Shenzhen pada Januari lalu-dinyatakan terbukti menyuap Menteri Kaban dan sejumlah anggota DPR dari Komisi Kehutanan periode 2004-2009 untuk mendapat proyek sistem komunikasi radio. Terhadap vonis ini, di depan hakim, Anggoro menyatakan menerima. Jika ia tidak mengajukan permohonan banding, vonis tersebut telah in kracht van gewijsde, memiliki kekuatan hukum tetap.
Sejumlah bukti suap dipaparkan jaksa di ruang sidang. Sedikitnya pada 2006-2008 Anggoro telah "melayangkan" fulus ke Menteri Kaban lima kali: US$ 15 ribu, US$ 10 ribu, US$ 20 ribu, Rp 50 juta, dan Sin$ 40 ribu. Sebagian diantar langsung ke rumah dinas Kaban di kompleks menteri di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Selain ke Kaban, Anggoro juga menyetorkan duit ke Ketua Komisi Kehutanan Yusuf Erwin Faisal, yang lalu membagi-bagikannya ke anggota Komisi. Tak hanya menebar duit, Anggoro juga membeli dan memasangkan dua lift untuk kantor Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. "Setoran" lift seharga US$ 58 ribu itu juga tak lepas dari "peran" Kaban. Sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Kaban memang kerap menggunakan kantor Dewan Dakwah untuk kegiatan partainya.
Perkara yang terjadi tujuh tahun lalu itu memang baru bisa mengantarkan segelintir orang yang terlibat rasuah ini ke penjara. Mereka, misalnya, Yusuf Faisal dan Kepala Biro Perencanaan Departemen Kehutanan Wandojo Siswanto, yang masing-masing divonis empat setengah dan tiga tahun. Sedangkan yang lain tetap bebas merdeka. Kaban berkali-kali menyatakan tak mengambil untung dari proyek tanpa tender tersebut. Adapun anggota Komisi Kehutanan lain, seperti Suswono, yang kini Menteri Pertanian, menyatakan telah menyerahkan duit dari Anggoro sebesar Rp 50 juta ke KPK.
Dari rentetan persidangan perkara ini terungkap bahwa Kaban ternyata aktif meminta duit ke Anggoro. Ia beberapa kali mengirim SMS meminta Anggoro menyediakan duit yang kemudian diperintahkannya segera dikirim ke kediamannya. Bukti semacam ini menegaskan, sebagai pejabat negara, Kaban telah melakukan pemerasan. Sulit diterima akal sehat bahwa Anggoro menyetorkan duit berkali-kali itu tanpa diminta Kaban.
Komisi Pemberantasan Korupsi memang harus menyelesaikan tuntas perkara korupsi yang "lalu lintas" uang dan para "pemain"-nya telah terang-benderang terungkap di persidangan tersebut. KPK tak perlu ragu menjadikan mereka tersangka-dan kemudian menahannya.
Jika ada yang berdalih duit tersebut telah dikembalikan, itu bukan berarti tak ada tindak pidana. Pasal 4 Undang-Undang Antikorupsi tegas menyatakan pengembalian uang hasil korupsi tidak menghapus pidana terhadap pelakunya.
Berita terkait klik Disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo