Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DARI persidangan Ajun Komisaris Polisi Sri Sumartini dan Sjahril Djohan, kita menyimak kisah memprihatinkan tentang mafia hukum di negeri ini. Para punggawa hukum-polisi, jaksa, hakim, dan pengacara-berlaku tak ubahnya pagar makan tanaman. Dengan entengnya mereka mengubah pasal, meringankan dakwaan, dan membagi-bagi duit hasil kejahatan.
Tokoh yang namanya kerap disebut para saksi di persidangan itu adalah jaksa Cyrus Sinaga. Jaksa senior ini ditengarai memegang peran sentral dalam "sirkus hukum" kasus bekas pegawai pajak Gayus Tambunan. Dia menyusun skenario, menjadi sutradara, sekaligus ikut bermain dalam sandiwara jahat yang dibungkus rapi itu.
Simaklah kesaksian Komisaris Polisi Arafat Enanie. Menurut dia, Cyrus Sinaga jelas-jelas meminta agar dimasukkan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penggelapan dalam kasus Gayus Tambunan. Padahal semula penyidik polisi hanya membidik Gayus dengan pasal korupsi dan pencucian uang berdasarkan data laporan hasil analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Masuknya pasal penggelapan menjadi pembuka jalan bagi Cyrus untuk ikut menangani kasus tersebut. Cyrus adalah jaksa peneliti di bidang pidana umum. Bila hanya menggunakan pasal korupsi dan pencucian uang, kasus Gayus akan masuk ranah pidana khusus di luar bidang permainan sang jaksa.
Setelah pasal penggelapan akhirnya masuk dalam tuntutan, Cyrus kembali menjalankan muslihatnya: mengembalikan berkas penyidikan polisi. Kali ini Brigadir Jenderal Polisi Raja Erizman yang bersaksi bahwa Cyrus memberikan petunjuk agar pasal korupsi dan pencucian uang dihapus. Dia juga meminta polisi membuka blokir atas uang Rp 27 miliar hasil kejahatan Gayus yang tersimpan di bank.
Akhirnya pasal korupsi dan pencucian uang benar-benar dihilangkan. Yang tercantum dalam berkas penuntutan jaksa tinggal pasal penggelapan uang. Berbekal pasal itulah, jaksa Nasran Azis di Pengadilan Negeri Tangerang hanya menuntut Gayus satu tahun penjara dengan satu tahun masa percobaan. Majelis hakim yang diketuai Muhtadi Asnun malah memvonis bebas Gayus.
Belakangan Arafat bersaksi pernah mendengar pengacara Haposan Hutagalung membagi-bagi uang Gayus yang telah dibuka blokirnya. Porsinya masing-masing Rp 5 miliar untuk polisi, jaksa, hakim, dan pengacara. Sisanya boleh dinikmati Gayus. Sampai di sini terasa betapa tercabik-cabiknya rasa keadilan.
Amat mengherankan, setelah muncul kesaksian yang terang-benderang , Cyrus Sinaga belum juga dihadirkan ke pengadilan. Bila para jaksa dalam perkara itu enggan memanggil Cyrus bersaksi karena solidaritas korps, rasa kesetiakawanan itu jelas salah.
Apalagi Juni lalu, Kepala Badan Reserse Kriminal Ito Sumardi sudah menetapkan Cyrus Sinaga dan Poltak Manullang sebagai tersangka kasus mafia hukum. Mestinya, setelah penetapan itu, serentak keduanya ditahan. Bila tidak segera ditindak, sebagai jaksa senior keduanya sangat mungkin bisa mempengaruhi para juniornya seperti terlihat dalam sikap jaksa di persidangan Sri Sumartini dan Syahril Djohan.
Seharusnya pula Cyrus Sinaga dan Poltak Manullang segera diadili. Mereka patut dijatuhi hukuman lebih berat daripada warga biasa karena menjalankan praktek mafia hukum yang mencoreng tekad pemerintah memberantas korupsi. Korps kejaksaan harus berhenti pula melindungi anggota yang berperilaku tercela seperti mereka. Hal itu bisa dimulai dengan memberhentikan keduanya secara tidak hormat agar menimbulkan efek jera bagi jaksa yang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo