Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIKAP alum Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam menindak keterlambatan parah Lion Air pada penerbangan 18 Februari lalu sungguh sangat disesalkan. Menteri yang biasanya tegas dan bersikap langsung itu mengizinkan maskapai yang sudah terkenal dengan "tradisi" delay ini memperoleh talangan dana penggantian tiket penumpang dari PT Angkasa Pura II. Padahal keterlambatan Lion di Bandar Udara Soekarno-Hatta berdampak paling brutal dibanding kejadian-kejadian sebelumnya.
Alasan izin terbang Lion Air tidak dibekukan karena pelanggaran termasuk kategori pelayanan, bukan keamanan, seharusnya diimbangi jenis sanksi lain yang tegas. Sudah jelas maskapai bermoto "we make people fly" itu harus mendapat hukuman yang sesuai dengan peraturan, karena Lion sudah sangat terkenal dengan perilaku mengabaikan keluhan penumpang yang tidak memperoleh hak terbang tepat waktu. Harga tiket murah seolah-olah menjadi "pembenar" kebelepotan mutu pelayanan.
Intinya, sanksi tegas terhadap berbagai jenis pelanggaran, baik di bidang kualitas pelayanan maupun keamanan, perlu dijatuhkan tanpa pandang bulu agar kesalahan yang sama tak terulang. Jonan harus mampu menghadirkan bukti konkret bahwa pemerintah benar-benar menindak Lion Air. Jangan sampai timbul kesan pemerintah pilih kasih. Sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan dijelaskan bahwa pemerintah bertindak adil dalam hal pembinaan yang berupa pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
Bukti nyata ketegasan pemerintah terhadap Lion ini sangat penting karena menjadi tolok ukur kesungguhan pemerintah membenahi kualitas layanan dan keamanan penerbangan di Tanah Air. Sejak booming bisnis penerbangan di Indonesia yang ditandai kemunculan maskapai-maskapai bertarif murah, berbagai persoalan yang terkait dengan ketidaksiapan infrastruktur belum pernah ditangani komperhensif oleh pemerintah.
Kapasitas bandar udara beserta kelengkapan penunjang, misalnya, tak disiapkan bertumbuh sejalan dengan kebutuhan maskapai. Akibatnya, perusahaan penerbangan bersaing agresif berebut pasar yang tumbuh pesat; kenyamanan dan mutu pelayanan jadi terbengkalai.
Menteri Jonan seharusnya memiliki semacam road map pembenahan menyeluruh bisnis penerbangan agar pemerintah tak cuma seperti petugas pemadam kebakaran, yang bertindak hanya bila ada masalah. Bisnis penerbangan di Indonesia sudah banyak berubah sejak deregulasi pada 2000. Apalagi pertumbuhan pasarnya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, merupakan yang tertinggi di dunia, sehingga membuat bisnis penerbangan di Indonesia menggoda. Janganlah persaingan keras di antara maskapai penerbangan terus-menerus dibiarkan, bahkan sering sampai pada pelanggaran rambu yang sudah ditetapkan pemerintah.
Pembenahan komprehensif juga sangat dibutuhkan agar Indonesia tak tertinggal dalam persaingan bisnis penerbangan di Asia Tenggara. Perbaikan kualitas pelayanan Lion Air sebagai maskapai dengan jumlah penumpang terbanyak di Indonesia, sekaligus pemegang rekor delay, merupakan langkah strategis. Jika Lion beres, kualitas penerbangan Indonesia maju secara signifikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo