Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Teori "z"

Manajemen teori "z" menerapkan demokrasi dalam perusahaan. contoh baik teori "z" ini ada pada sebuah perusahaan komputer, intel. organisasi perusahaan ini dikelola oleh sebuah "dewan".

21 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA "Tipe A", ada "Teori Z". Barangkali dengan itu kita bicara lebih baik tentang demokrasi. "Tipe A" adalah jenis sebagian besar perusahaan Amerika manajemennya disusun dengan sang boss sendirian di pucuk. Keputusan diproses hanya oleh yang paling di atas itu. Ternyata tradisi demokrasi yang termasyhur di Amerika agak macet di sini. Akibatnya berat perusahaan-perusahaan Amerika sedikit demi sedikit kalah bersaing menghadapi perusahaan Jepang. Maka, muncullah "Teori Z". Setidaknya menurut resep William Ouchi. Profesor ilmu manajemen dari Universitas California ini bulan depan akan menerbitkan bukunya, Theory Z Corporations: How American Business Can Meet the Japanese Challenge. Kisah "Teori Z" dimulai dengan kisah sebuah perusahaan yang sedang sekarat. Pada suatu hari seorang muda diangkat jadi manager pabrik. Ia langsung mengundang rapat semua pekerja. Dijelaskannya, bahwa perusahaan saingan mungkin akan menggerogoti bisnis pabrik ini. Dibahasnya sebuah studi, yang menunjukkan permintaan para konsumen. Dikemukakannya betapa perusahaan perlu memperoleh untung tertentu, agar dapat terus menampung para buruh yang ada dan mengadakan investasi baru. Para pekerja manggut-manggut. Sebelumnya, mereka tak pernah tahu menahu soal ini. Mereka cuma menjalankan perintah, menyelesaikan kerja. Mereka tak merasa jadi bagian yang integral dengan sistem yang lebih besar. Mereka tak sadar alasan apa yang mengharuskan mereka bekerja lebih keras dan lebih efisien -- kecuali untuk kepentingan perusahaan, yang seakan lepas dari kepentingan mereka sendiri. Kini mereka boleh berdiskusi. Mereka dipercaya. Perlahan-lahan, mereka mengembangkan sikap baru. Mereka mengatur sendiri efisiensi mereka. Itu tak berarti mereka yang harus ditegur dibiarkan saja. Bahkan mereka yang tak menunjukkan ikhtiar untuk maju, atau tak mampu bekerja lebih jauh, terI.Lksa dilepas. Disiplin tetap. Tapi "Teori Z" mengajarkan, bahwa keputusan diproses berdasarkan basis yang lebih luas, tak cuma di puncak yang sempit. Contoh yang baik untuk penerapan "Teori Z" ini terdapat pada sebuah perusahaan komputer yang didirikan di tahun 1968, Intel -- singkatan dari Integrated Electronics. Di tahun 1970, penjualan Intel mencapai $ 70 juta. Di tahun 1980, angka itu menjadi $ 900 juta, dengan tenaga kerja berjumlah 15.000. Anehnya, meskipun keuntungan jangka pendek bukan tujuan Intel, ternyata catatan prestasinya di segi ini bagus benar: laba sebelum dipotong pajak dapat selalu di pertahankan di atas 20%, baik di masa laris atau pun di masa sulit. Setelah ditelaah, yang menarik dari Intel adalah organisasinya. Dalam kerja sehari-harinya -- baik dalam soal penjualan, pengawasan mutu dan sebagainya -- Intel punya beberapa lusin "dewan". Lembaga bersama yang tak cuma terdiri dari para spesialis ini ikut memutuskan dan menegakkan standar. Andrew Grove, sarjana ahli komputer yang jadi manajer perusahaan, mengatakan apa gerangan sebabnya. Semua peserta dalam dewan-dewan itu diperlakukan sama (pekerja baru boleh mengadu argumen dengan eksekutif yang senior), karena sang pemimpin tahu batas. "Saya tak dapat berlagak tahu bentuk silikon atau teknologi komputer yang baru di masa depan," kata Grove. Dan dengan pengakuan akan makin cepatnya pertambahan informasi, sikap demokratis adalah suatu keniscayaan. Kata kunci di situ adalah partisipasi. Di Indonesia, kata ini juga dikenal. Namun yang berlaku di sini bukan "Teori Z", Juga bukan "Tipe A". Yang lebih nampak berlaku di sini adalah "Tipe D" yang terkenal itu: Datang, Duduk, Diam, Damai. Tak teramat mengherankan, bila banyak hasil besar yang ditelurkan pemerintah ternyata ditonton seperti siaran pembangunan TVRI saja. Jika ada manfaat, penonton tak ikut merasa mensyukuri. Jika ada persoalan, penonton tak merasa ikut menyadari. Hasil pembangunan seakan hanya buat dipersembahkan kepada rakyat -- bukan yang digulati sendiri oleh rakyat. Serba beres, tanpa problem, juga tanpa keterlibatan hati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus