Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Soemarlin "Pri" Dan "Nonpri"

Wawancara tempo dengan menpan/wakil ketua bappenas prof.dr. JB Soemarlin tentang apa tujuan politik keppres 14 a & masalah-masalah yang berkaitan dengan keppres itu. (nas)

21 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Penertiban Aparatur Negara (PAN)/Wakil Ketua Bappenas Prof. Dr. Soemarlin selama minggu terakhir ini sibuk rapat dengan tim Keppres 14 A. Senin lalu, Ketua Tim Keppres 14 A itu menunda rapat tim sampai malam hari. Siangnya, ia menghadiri rapat kordinasi bidang Kesejahteraan Rakyat yang diketuai Menko Kesra Surons di Departemen P dan K. Selama makan siang di lantai bawah Departemen P dan K, duduk berjajar di kursi lipat bersama menteri lainnya, ia sempat menjawab pertanyaan A. Margana dari TEMPO. Beberapa petikan dari wawancara itu: Apa sebenarnya tujuan politik Keppres 14 A? Tujuan pokok Keppres 14 A, sebenarnya ialah mengatur pelaksanaan APBN. Maksudnya, bagaimana APBN itu bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien. Sambil melaksanakan APBN itu, sekaligus pelaksanaan harus diarahkan untuk mencapai sasaran pemerataan. Tujuan pemerataan ini terutama pemerauan di bidang: þ Kesempatan berusaha khususnya bagi golongan ekonomi lemah. þ Kegiatan pembangunan di daerah-daerah. Artinya pengeluaran anggaran belanja pemerintah supaya benar-benar dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan daerah dan sekaligus dapat meningkatkan potensi kegiatan di daerah itu. þ Pemerataan pendapatan yang erat hubungannya dengan nomor 1 dan 2. Maksudnya, dengan adanya pengeluaran anggaran negara tersebut, maka sekaligus dapat diciptakan lapangan kerja di daerah. Sejauh mana tujuan politik Keppres 14 A ini sudah tercapai? Hasilnya, misalnya, dalam pemerataan kesempatan berusaha. Banyak golongan ekonomi lemah yang memperoleh pekerjaan dari proyek yang besar atau kecil. Karena menurut keputusan itu, proyek-proyek besar, misalnya pengeluaran tertentu sampai Rp 100 juta atau jumlah tertentu, itu harus diutamakan bagi pengusaha ekonomi lemah setempat. Dalam hal penyebaran kegiatan, proyek sampai dengan Rp 200 juta harus ditender di lokasi proyek, atau paling jauh di kabupaten. Dengan demikian, pengusaha yang domisilinya di kabupaten, dapat ikut serta dalam kesempatan ini. Proyek di atas Rp 200 juta samllai Rp 500 juta, pedomannya harus dilakukan tender di kabupaten. Kalau ha rus di provinsi, baru dibicarakan dngan gubernur bersama pimpinan proyek dan bupati. Proyek-proyek demikian ini, sejauh mungkin dilaksanakan tendernya di daerah. Sedang proyek di atas Rp 500 juta ke atas, kalau dilaksanakan, tendernya di pusat harus diputuskan oleh Keppres 10 setelah mendengar pertimbangan pemerintah daerah setempat. Ini merupakan sistem untuk mengamankan bahwa benar-benar proyek-proyek itu dilaksanakan di daerah guna memberi kesempatan pada pengusaha di daerah. Di samping itu dalam ketentuan tender, siapa pun yang menang tender, terutama yang tidak lemah, harus mencantumkan dalam kontraknya akan menggunakan golongan ekonomi lemah sebagai sub kontraktor. Ini berlalu baik untuk proyek besar maupun yang tidak. Dalam Keppres 14 A disebutkan adanya golongan ekonomi lemah dan kuat dan kelompok pribumi serta nonpribumi. Apakah pembedaan ini memang berkaitan langsung? Begini. Dalam Keppres 14 A itu secara implisit dibedakan antara golongan ekonomi lemah dan tidak lemah. Yang lemah ada 3 ciri pokok, yaitu pemilikan modal perusahaan. 50% oleh golongan pribumi dan selebihnya golongan lain. Kepengurusannya mayoritas harus pribumi. Modal perusahaan, sepanjang di bidang perdagangan atau jasa, harus Rp 25 juta besarnya (modal netto). Sedang di bidang konstruksi dan industri Rp 100 juta. Tiga ciri pokok ini yang membedakan yang lemah dan tidak lemah. Pengertian ini adalah pengertian ekonomis, bukan pengertian etnis-sosiologis. Sepanjang perusahaan itu masuk golongan ekonomi lemah, ia dapat memperoleh kemudahan di dalam pelaksanaan APBN, APBD maupun anggaran perusahaan negara. Termasuk perusahaan negara dalam rangka menjual barang-barang yang mereka kuasai. Jadi perusahaan negara itu juga diperintahkan untuk mengutamakan golongan ekonomi lemah sebagai distributor barang-barang mereka. Sebagai contoh Pabrik Semen Gresik dan beberapa perusahaan negara lainnya. Jadi tidak secara langsung mengkaitkan golongan ekonomi lemah dengan pribumi? Pengertian di dalam Keppres 14 A yang dinamakan golongan ekonomi lemah itu sama sekali tidak identik dengan pribumi. Di dalam GBHN dikatakan, golongan ekonomi lemah itu sebagian terbesar adalah pribumi. Bagaimana dengan keturunan Arab, misalnya? Di beberapa daerah kabarnya mereka juga mendapat kesulitan karena dikaitkan dengan nonpribumi? Ini yang harus dimengerti para pimpinan proyek atau pelaksana lainnya. Keturunan Arab misalnya, praktis sudah membaur. Arab sejak dulu sudah membaur. Jadi, kalau tidak mengidentikkan yang lemah dengan pribumi, saya kira tidak ada masalah mengenai itu, tidak perlu menimbulkan hal-hal yang menyulitkan. Justru dengan Keppres 14 A itu, dimaksudkan untuk membaurkan modal-modal yang pribumi dan "nonpribumi". Ini merupakan sarana pembauran modal. Kalau pembauran dibidang modal ini berhasil, sangat pnting dan diharapkan dapat memperlancar pembauran di bidang-bidang lain, seperti bidang sosial dan lain-lain. Dalam perkembangannya, pengusaha tidak lemah mulai memberikan kesempatan pemilikan modal mereka pada golongan pribumi. Ada kecenderungan ke sana. Ini suatu proses dan suatu kemajuan. Mengenai persyaratan menjadi rekanan golongan ekonomi lemah, golongan pribumi diwajibkan memiliki modal 509. Apakah ini tidak memberatkan mereka? Itu syarat. Tapi kita lihat dalam perkembangannya bagaimana. Tentunya ada penyelesaiannya. Tapi yang jelas, perusahaan harus mempunyai modalnya. Nyatanya, banyak yang tidak mengalami kesulitan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus