Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tergelincir Lumpur Lapindo

Negara seharusnya tak menanggung dampak korban lumpur Lapindo. Putusan Mahkamah Konstitusi yang janggal.

23 Desember 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPINTAS alasan Mahkamah Konstitusi menampik gugatan soal pembiayaan korban lumpur Lapindo tampak logis. Pemerintah dibenarkan merogoh kas negara demi melindungi korban semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur, itu. Pendapat majelis hakim konstitusi ini sulit diterima akal sehat karena mengukuhkan keganjilan: negara seolah-olah "membantu" PT Lapindo Brantas, pengebor yang semestinya bertanggung jawab penuh atas petaka itu.

Negara dan PT Lapindo—belakangan berubah menjadi PT Minarak Lapindo Jaya—selama ini sama-sama memberi ganti rugi kepada korban semburan lumpur yang terjadi sejak 2006 itu. Keduanya menyantuni puluhan ribu penduduk yang terkena dampak luapan lumpur yang tersebar di 13 desa, termasuk membeli tanah dan rumah mereka.

Urusan ganti rugi belum kelar. Hingga kini, Lapindo masih menunggak pembayaran Rp 900 miliar dari Rp 3,8 triliun yang disepakati. Beban perusahaan keluarga Bakrie ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan pemerintah, yang menggerujukkan Rp 4,1 triliun. Anggaran negara yang terkuras untuk korban lumpur Lapindo bahkan diperkirakan mencapai Rp 8,6 triliun pada 2014.

Penggunaan duit rakyat untuk korban lumpur Lapindo tersebut dilegalkan lewat Pasal 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Aturan ini kemudian diperbarui lewat Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang APBN Perubahan. Dua aturan itulah yang dipersoalkan Letnan Jenderal Purnawirawan Suharto dan rekan-rekannya sebagai pembayar pajak, lalu permohonan uji materinya diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Mereka berpendapat kedua pasal itu menabrak konstitusi karena anggaran negara seharusnya tidak digunakan secara sembarangan.

Permohonan itu sayangnya ditolak majelis hakim konstitusi yang diketuai Mahfud Md. Alasannya, antara lain, konstitusi juga mewajibkan negara melindungi dan menjamin warganya mendapat lingkungan hidup yang sehat. Hakim konstitusi yang biasanya cermat kali ini tergelincir. Argumen itu terasa tidak pas karena mengabaikan status semburan lumpur Lapindo. Banyak ahli geologi berpendapat semburan ini bukanlah bencana alam melainkan akibat kelalaian pengebor oleh Lapindo.

Perlindungan masyarakat semestinya dilakukan lebih dulu lewat penegakan hukum. Pemerintah seharusnya membawa kasus lumpur Lapindo ke pengadilan agar terang-benderang sebab-musababnya. Upaya inilah yang nyata-nyata diabaikan. Kasus pidana lumpur Lapindo telah dihentikan polisi, sehingga tak sampai disidangkan. Pemerintah justru mengeluarkan peraturan presiden tentang pembentukan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo pada 2007. Lewat badan inilah duit negara untuk penanganan lumpur Lapindo dikucurkan, termasuk buat ganti rugi korban.

Peraturan presiden itu mengatur pula pembagian tanggung jawab antara PT Lapindo dan pemerintah dalam menangani dampak semburan lumpur. Konsiderans peraturan ini memang mencantumkan Undang-Undang Lingkungan Hidup, tapi ketentuan ini seolah-olah ditempel begitu saja sebagai formalitas, karena faktanya tak pernah ditegakkan. Tak ada pengusutan soal perusakan lingkungan. Pemerintah juga belum pernah menetapkan secara resmi jenis bencana semburan lumpur itu—kalau memang hendak mau dipaksakan disebut bencana. Belum jelas betul, apakah bencana alam atau bencana sosial, sesuai dengan Undang-Undang Penanggulangan Bencana.

Mahkamah Konstitusi sebetulnya berpeluang memaksa pemerintah mengusut dan memperjelas kasus lumpur Lapindo dengan mengabulkan permohonan terserbut. Sayang, kesempatan emas ini telah disia-siakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus