Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyatakan, masyarakat adat tidak dimaksimalkan sebagai mitra utama berbagai pihak untuk menjaga keanekaragaman hayati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deputi Sekretaris Jenderal AMAN, Eustobio Rero Renggi, mengatakan persoalan ini penting diperhatikan setelah adanya Conference of the Parties 16 (COP16) Convention on Biological Diversity (CBD) di Cali, Kolombia, pada 21 Oktober sampai 2 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pelibatan penuh masyarakat adat sebagai mitra utama ini memang belum maksimal, dan ini harus menjadi kewajiban pasca COP16,” katanya saat diskusi melalui kanal YouTube Forest Watch Indonesia, Senin, 11 November 2024.
Menurut catatan AMAN, saat ini banyak wilayah adat yang telah dikuasai untuk investasi skala besar yang justru menghancurkan lingkungan. Semestinya paradigma yang menyerahkan persiangan ekonomi pada pasar itu harus dihentikan dan mencari model yang berbasis pada kearifan lokal dan keanekaragaman hayati.
Eksploitasi alam berlebihan atas nama pembangunan menjadi catan penting bagi AMAN untuk dievaluasi pemerintah. Sayangnya tidak ada timbal balik positif terhadap masyarakat adat yang selama ini telah menjaga ekosistem. “Harusnya tetap mengacu pada penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat,” kata Eustobio.
Sebagaimana diketahui, COP16 CBD merupakan pertemuan berbagai negara untuk menyepakati target-target dalam perlindungan keanekaragaman hayati. Sejak digelar pertama tahun 1994, pertemuan ini menghasilkan beberapa kesepakatan.
Manager Riset dan Data Informasi Forest Watch Indonesia, Ogy Dwi Aulia, mengatakan sebelumnya ada Aichi Biodiversity Targets dalam rencana strategis keanekaragaman hayati selama 2011 hingga 2020. Namun dalam laporan Global Biodiversity Outlook, kata dia, hanya ada 6 dari 20 target yang terpenuhi sebagian oleh pemerintah.
Kemudian hadir lagi Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KMGBF) pada 2020 sampai 2030 yang menetapkan 23 target yang harus dipenuhi. “Kalau tidak salah 7 dari 23 target KMGBF itu sudah mengakomodir adanya hak masyarakat adat,” ucap Ogy.
Pilihan Editor: Ikut Buka Indonesia Pavilion di COP29, Menhut Raja Juli Ingatkan Pentingnya Kolaborasi untuk Jaga Hutan