Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tak banyak data curah hujan yang didapat dari BMKG menjelang peristiwa banjir besar di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu, mulai 13 Mei 2024. Padahal banjir yang terjadi terbilang mencengangkan karena terjadi di hulu Sungai Mahakam dan tak pernah terjadi sebelumnya--setidaknya hingga yang setinggi lima meter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya ada data dari dua pos pengamatan hujan di Mahulu yang disodorkan Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan. Itu pun, seperti dituturkan Kukuh Ribudiyanto, kepala stasiun meteorologi itu, keduanya berposisi lebih cenderung di Mahakam Ulu bagian timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keduanya tepatnya berada di Long Melaham dan Long Bagun Ilir. Berdasarkan data di kedua lokasi, curah hujan tertinggi sebesar 108 mm per hari yang dicatat di Long Melaham pada 15 Mei lalu. Angka itu masih tergolong hujan sangat lebat--belum ekstrem di atas 150 mm per hari.
Mundur dua hari juga terjadi hujan 52 dan 78 mm per hari di Long Melaham. Lalu nihil hujan empat hari ke belakangnya lagi. Di Long Bagun Ilir, data intensitas hujannya lebih rendah yakni 37, 50, dan 10,5 mm per hari pada 12-14 Mei lalu.
Kukuh mengakui tak ada data hujan untuk Mahulu bagian barat yang berupa hutan pegunungan. Bisa saja di sana turun hujan yang lebih lebat lagi sehingga banjir parah terjadi. "Kalau hujannya relatif lebih luas dan terjadi beberapa hari ya mungkin saja karena tanah sudah jenuh lalu hujan terus terjadi," katanya pada Rabu, 22 Mei 2024.
Sayangnya data hujan yang ada tak cukup representatif karena sebaran stasiun pemantau yang diakui Kukuh belum rapat. "Faktor penutupan lahan juga masih harus dicek ke lokasi," katanya menambahkan.
Sebelumnya, peneliti dinamika Sungai Mahakam dari Universitas Sriwijaya yang kini sedang menjalani studi doktoral di Institut Teknologi Bandung (ITB), Stevanus Nalendra Jati, mengungkap sejumlah kontradiksi dalam bencana banjir besar Mahulu.
Kondisi banjir besar di Mahakam Ulu dengan lima kecamatan dan 37 desa yang terdampak. ANTARA/HO-Basarnas Kaltim
Pertama, daerah topografinya yang berupa pegunungan yang selama ini justru menjadi daerah tangkapan air untuk Sungai Mahakam. "Ini ibarat Bogor-Puncak yang banjir besar, bukannya Jakarta," kata dia.
Kedua, aliran Sungai Mahakam di wilayah Mahakam Ulu juga disebutnya relatif lurus dan tegas, yang kecil kemungkinan untuk daerah sekitarnya terdampak banjir karena luapan sungai itu. Berbeda kalau alirannya berkelok-kelok, seperti di bagian hilir.
"Dinding sungainya atau bantarannya di hulu juga relatif lebih tinggi sehingga normally kejadian banjir kecil kemungkinannya," kata Nalendra menambahkan catatan ketiganya.