Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rekayasa cuaca yang digencarkan tim gabungan, termasuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), terbukti meningkatkan debit air yang masuk (inflow) ke puluhan waduk di Pulau Jawa. Skema hujan buatan itu menyasar 43 bendungan di Pulau Jawa yang memiliki layanan irigasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Bob Arthur Lombogia, menyebut teknologi modifikasi cuaca (TMC) merupakan upaya mitigasi kekeringan. Sepanjang penerapan TMC, tim mencatat inflow hingga maksimal 60,22 meter kubik per detik pada 34 dari total 43 waduk. Prosedur TMC diterapkan selama 10 hari, pada 1-10 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Volume inflow bertambah sebesar 63.853.170 meter kubik,” katanya melalui keterangan tertulis, Senin, 8 Juli 2024.
Merujuk data pemetaan waduk di Pulau Jawa hingga 27 Mei 2024, terdapat 97 waduk yang tampungannya secara total menurun hingga 981.563.373 meter kubik, atau berkurang 19 persen, dibandingkan tahun sebelumnya. Tim gabungan yang juga mencakup Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta TNI Angkatan Udara, kemudian memilih 43 bendungan yang cocok dijadikan sasaran TMC.
Dengan penyemaian garam di langit, kata Bob, tim bisa menjaga curah hujan ringan pada 22 bendungan dan curah hujan sedang pada 12 bendungan. Curah hujan ringan berkisar 0,5 –20 milimeter (mm) per hari, sedangkan hujan sedang sekitar 20-50 mm per hari.
Skema TMC tidak jadi diterapkan di beberapa lokasi, seperti Bendungan Sindangheula dan Bendungan Karian di Banten, karena tampungannya airnya sudah penuh, bahkan hampir melimpas.“Hujan hasil TMC juga turun di beberapa areal irigasi, sehingga mampu mengairi area irigasi secara langsung,” tutur Bob.
Ketua Tim Variabilitas Perubahan Iklim dan Awal Musim BRIN, Erma Yulihastin, sebelumnya menyarankan modifikasi cuaca disesuaikan dengan kebutuhan setiap waduk. Pasalnya, tidak semua waduk membutuhkan hujan buatan di tengah kemarau basah.
"Jadi apakah strategi mengisi waduk sudah tepat? Saya kira tergantung wilayahnya," kata Erma saat dihubungi Tempo, Senin 3 Juni 2024.
Menurut Erma, modifikasi cuaca seharusnya menyasar kawasan sentra pertanian yang rentan terdampak kemarau. Kekeringan bisa menyebabkan petani merugi akibat gagal panen.
Adapun kebutuhan air sebagian besar sentra pertanian di Pulau Jawa, kata Erma, sudah terpenuhi berkat Sungai Bengawan Solo. Artinya, lahan pertanian di Jawa cenderung aman dari situasi kemarau 2024 yang tergolong normal.