Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur melepaskan empat ekor orangutan ke area Hutan Lindung Gunung Batu di Mesangat, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala BKSDA Kalimantan Timur M. Ari Wibawanto mengatakan empat orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) ini merupakan hasil penyitaan yang dititipkan di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) untuk perawatan dan direhabilitasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Proses pelepasliaran bertujuan untuk memberikan kesempatan hidup liar bagi orangutan eks peliharaan. Pelepasliaran juga dapat menambah populasi orangutan di habitat alaminya,” ucap Ari dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 15 Januari 2025.
Ari mengatakan pelepasan ini dilakukan pada Sabtu, 11 Januari 2025. Mereka yang dilepas bernama Paluy, Bonti, Jojo, dan Mary, yang memiliki cerita berbeda-beda sebelum dilepaskan kembali ke alam liar.
Paluy, orangutan jantan berumur 18 tahun, dievakuasi oleh BKSDA Kalimantan Timur saat ditemukan terluka pada 23 Juli 2024. Paluy kemudian dirawat dan kesehatannya dipulihkan sampai dinyatakan bisa kembali ke habitat.
Sementara orangutan betina bernama Bonti (12 tahun), Jojo (12 tahun), dan Mary (10 tahun) sempat dipelihara dalam kandang oleh masyarakat. Bonti dievakuasi oleh BKSDA Kalimantan Timur pada 27 April 20217.
Jojo dievakuasi pada 12 April 2018 setelah dipelihara dalam kandang kayu selama empat tahun. Orangutan Mary juga dipelihara dalam kotak kayu berukuran 1 x 1,5 meter, lalu akhirnya dievakuasi dan direhabilitasi sejak 12 Februari 2019.
Pusat rehabilitasi BORA berada di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Kecamatan Kelay, dan di Kampung Tasuk, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Ari mengatakan rehabilitasi orangutan yang dipelihara sebagai cara untuk memulihkan perilaku alami dan memutus ketergantungan kepada manusia.
Di pusat rehabilitasi, mereka beradaptasi agar hidup mandiri di hutan dengan cara memanjat, berayun, mencari buah-buahan di pohon, hingga membuat sarang. Setelah mereka menunjukkan perilaku seperti orangutan liar, maka sudah dianggap layak untuk dilepasliarkan. “Pelepasliaran orangutan merupakan bentuk komitmen Kementerian Kehutanan dalam upaya konservasi orangutan Kalimantan,” tutur Ari.
Kegiatan ini hasil kolaborasi multipihak antara Kementerian Kehutanan, BKSDA Kalimantan Timur, Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Lingkungan Hidup (BBPSILH), Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, KPHP (Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi) Kelinjau, COP (Center for Orangutan Protection), dan masyarakat lokal.
Setelah empat orangutan dilepasliarkan, tim monitoring COP akan mengikuti mereka selama tiga bulan. Ini bertujuan untuk memastikan semuanya aman dan bisa beradaptasi dengan baik di hutan.