Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Fakta Lain Pohon Pisang Raksasa Musa ingens: Buah dan Belgia

Sekalipun besar, buah dari pohon pisang jenis ini tak disukai masyarakat setempat. Tim peneliti dari Belgia mengkoleksinya. Untuk apa?

22 Agustus 2021 | 08.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pohon pisang Musa Ingens. phys.org/Rodrigo Cmara Leret

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto, mengungkap fakta lain dari pohon pisang terbesar di dunia, Musa ingens, yang ada di pulau itu. Menurut dia, sekalipun besar, buah pisang jenis ini tak disukai masyarakat setempat. Alasannya, buah memiliki banyak biji.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pisang Musa ingens, Hari mengatakan, oleh warga Papua hanya dimanfaatkan daunnya untuk atap rumah tinggal sementara di hutan, alas duduk, dan alas makanan. “Sedangkan pelepah untuk menyimpan hasil buruan atau hasil kebun,” ujar dia menambahkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Biji-biji dalam buah itulah yang biasa mengundang banyak burung datang ke pohonnya yang menjulang 25-30 meter, diameter mencapai dua meter, ini. Bandingkan dengan pohon pisang jenis umumnya yang hanya tumbuh 2-5 meter.

Interaksi alamiah yang terjadi dengan kawanan burung itu yang diyakini membantu pohon pisang ini bisa menyebar. “Pohon pisang raksasa tidak tumbuh berumpun atau sangat jarang ada tunas muncul dari bonggol,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Barat, yang juga Guru Besar Botani di Universitas Papua, Charlie Heatubun, kepada JUBI, pada 22 Agustus 2020 lalu.

Itu sebabnya pula Musa Ingens semakin terancam keberadaannya di habitatnya. Hanya mengandalkan perbanyakan dengan cara itu, pohon pisang ini—sekalipun raksasa—bukanlah tandingan dari deforestasi yang berjalan dengan cepat, termasuk kebakaran hutan. Hal ini seperti dinyatakan dari penelitian tim di International Musa Germplasm Transit Center yang berbasis di Leuven, Belgia.

Bank gen tanaman pisang itu telah mengumpulkan sebanyak 1.617 jenis pisang dari seluruh dunia dalam sebuah misi menyelamatkan keanekaragamannya dari kepunahan. Bukan hanya dari deforestasi, ancaman disebutkan datang dari hama dan penyakit serta perubahan iklim. "Pohon pisang liar mewakili kekayaan genetika di alam yang terabaikan," kata Sebastien Carpentier, penelitinya, seperti dikutip dari PHYSORG, November 2020. 

Pada tahun itu misi mereka itu mendarat di Papua Nugini dan mendapati di antaranya Musa Ingens. Dalam koleksi delapan jenis tanaman pisang yang berbeda yang berhasil dikumpulkan saat itu, ada pula pohon pisang Musa acuminate subspecies Banksii. Jenis ini juga berbeda dari buah pisang yang saat ini banyak tersedia di pasar atau supermarket karena di dalamnya mengandung biji-bijian yang cukup besar yang diyakini tak mudah untuk reproduksi secara alami.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus