Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memutuskan kerja samanya dengan Yayasan WWF Indonesia melalui surat keputusan menteri nomor SK.32/Menlhk/Setjen/KUM.1/1/2020 yang ditetapkan pada 10 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi keputusan tersebut, Ketua Badan Pembina Yayasan WWF Indonesia Kuntoro Mangkusubroto menjelaskan beberapa sikap WWF Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, kata Kuntoro, Yayasan WWF Indonesia menyayangkan keputusan sepihak KLHK dan tidak diberikan ruang komunikasi dan konsultasi langsung. “Tidak ada melakukan musyawarah agar mencapai seperti yang tercantum pada perjanjian kerja sama antar kedua lembaga,” ujarnya menanggapi pemutusan kerja sama di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Selasa, 28 Januari 2020.
Perjanjian kerja sama antara KLHK tengan WWF Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1996 meskipun sudah berdiri di Indonesia pada 1962, dan seharusnya perjanjian kerja sama berakhir pada 2023.
Berdasarkan salinan surat keputusan Menteri LHK yang diterima Tempo, surat tersebut ditetapkan pada tanggal 10 Januari 2020 yang ditandatangani oleh Plt. Kepala Biro Hukum KLHK Maman Kusnandar dan tertanda Menteri LHK Siti Nurbaya.
“Memutuskan, menetapkan, keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang akhir kerja sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Yayasan WWF Indonesia,” bunyi surat keputusan itu.
Sedangkan kedua, Kuntoro yang juga mantan Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melanjutkan, keputusan sepihak ini merugikan reputasi WWF yang telah lebih dari 50 tahun berkiprah mendukung upaya konservasi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Sikap ketiga, berdasarkan UU Nomor 32/2019 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Yayasan WWF Indonesia sebagai bagian dari masyarakat sipil memiliki hak yang sama untuk bekerja dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Untuk memperjuangkan hal ini, kami mengutamakan terjadinya dialog dengan KLHK. Namun jika dibutuhkan kami juga mempertimbangkan opsi langkah hukum,” kata Kuntoro.
Sebagai sikap keempat, Yayasan WWF Indonesia akan melaksanakan keputusan pengakhiran perjanjian kerja sama dan menyegerakan proses serah terima program kerja yang terdampak pemutusan kerja sama, baik di tingkat nasional maupun di tingkat tapak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. WWF Indonesia juga siap menjadi mitra kerja KLHK, selama masa transisi dan seterusnya, jika diterima.
Yayasan WWF Indonesia tetap dan akan mendukung komitmen prioritas pemerintah Indonesia untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. “Kelima, kami siap bekerja sama dengan semua pihak, menjunjung tinggi nilai-nilai yang berlandaskan kepercayaan dan saling menghormati demi kemajuan bangsa dan terwujudnya alam Indonesia yang lestari,” tutur pria 72 tahun itu.
Kuntoro menambahkan, “Serta membangun masa depan di mana manusia hidup selaras dengan alam, bagi kepentingan generasi sekarang dan mendatang.”
Terakhir, kerja konservasi dan pelestarian alam memiliki cakupan yang sangat luas dan memerlukan keterlibatan semua pihak. Sebagai lembaga independen berbadan hukum Indonesia, Kuntoro berujar, WWF Indonesia berhak melakukan kegiatannya di Indonesia berdasarkan ketentuan hukum dan perundangan yang berlaku.
“Yayasan WWF Indonesia dapat dan akan terus beroperasi di Indonesia melanjutkan kiprah dan kontribusinya pada pelestarian sumber daya alam hayati dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia,” tambah Kuntoro.