Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ini Beda Semburan Lumpur di Bekasi dari Lapindo

Efek semburan lumpur dan gas di daerah sekitarnya diprediksi sampai 1-2 bulan.

10 September 2020 | 09.00 WIB

Semburan air bercampur lumpur di kawasan Kranggan, Jatisampurna, Bekasi. Instagram/@infobekasi
Perbesar
Semburan air bercampur lumpur di kawasan Kranggan, Jatisampurna, Bekasi. Instagram/@infobekasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Semburan lumpur yang terjadi di Kranggan, Jatisampurna, Bekasi, berbeda dengan fenomena lumpur Lapindo di Sidoarjo yang sepanjang belasan tahun masih menyemburkan lumpur panas. Yang terjadi di Bekasi adalah fenomena gas biogenik dangkal yang terperangkap dalam batu gamping dengan volume terbatas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Lempung penutupnya tipis dan kondisinya terpisah-pisah atau kompartementalisasi oleh patahan,” ujar geolog, mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Andang Bachtiar melalui unggahannya di akun pribadi Facebook. Dia menggunakannya untuk menjawab pertanyaan Tempo.co, Selasa 8 September 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Volume gas terbatas itu yang menurut Andang menyebabkan semburan lumpur di Bekasi pada Sabtu, 4 September 2020, berlangsung relatif singkat. Dalam dua hari tekanannya menurun drastis dan diperkirakannya bakal merembes 1-2 bulan atau lebih lama, "Tergantung hubungannya dengan kompartemen lain di bawah permukaan."

Andang menerangkan, gas biogenic itu memiliki komposisi 99 persen metana dan mudah terbakar. Sedangkan efek dari semburan lumpur di Kranggan kemungkinan besar membuat lapisan-lapisan akuifer air tawar yang dangkal di sekitar lokasi beberapa saat akan terasa seperti terkontaminasi dengan hidrokarbon (gas metana).

“Hal ini akan berlangsung 1-2 bulan atau lebih, tergantung dari aktivitas rembesan gas yang masih terus terjadi di bekas lubang sumur bor,” kata Andang.

Lulusan Geology Department Colorado School of Mines, Golden, Colorado, Amerika Serikat, itu mengungkapkan pernah mempresentasikan bahaya semburan itu sewindu lalu kepada Pemerintah DKI Jakarta. Sayangnya, dia mengaku tak sempat melakukan yang sama kepada Pemerintah Kota Bekasi. 

Andang menjelaskan bahwa lokasi semburan di Kranggan terletak 2-3 kilometer arah tenggara dari area lapangan migas Jatinegara, di perbatasan Jakarta-Bekasi. Lapangan migas itu tepatnya wilayah Cipayung, Kranggan, dan Cibubur, yang sudah terdeteksi pada 2012.

Dari kronologis kejadian Sabtu lalu yang diketahuinya, Andang menduga telah terjadi apa yang disebut Loss atau Kick saat pengeboran sampai di kedalaman 99 meter. Lulusan Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) itu menjelaskan, fenomena serupa juga dialami oleh sumur-sumur migas di Lapangan Migas 3-4 km di sebelah barat laut dari Kranggan. 

Namun, karena prosedur keselamatan di lubang sumur bor migas lebih rinci dan siap, semuanya sudah biasa diantisipasi dengan pemasangan casing dan penggunaan fracseal serta dan berat lumpur yang tepat.

Jadi, Andang menyimpulkan, semburan lumpur dan gas yang terjadi di Kranggan adalah akibat pengeboran yang tidak dilengkapi dan tidak dipersiapkan untuk menembus lapisan migas. Pengeboran menembus kantong gas biogenik di lapisan batu gamping parigi. “Sehingga terjadi semburan liar gas, air, pasir dan lumpur ke permukaan atau blow out,” ujar Andang.

Zacharias Wuragil

Zacharias Wuragil

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus