Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Semburan Lumpur Liar di Bekasi Diperkirakan Punya Efek 1-2 Bulan

Ke depan, Pemerintah Bekasi maupun DKI Jakarta harus secara ketat menerapkan persyaratan pengeboran air tanah di kawasan yang sama.

10 September 2020 | 14.18 WIB

Semburan lumpur di area kolam renang wilayah Kranggan, Jatisampurna, Bekasi. Instagram/@infobekasi
Perbesar
Semburan lumpur di area kolam renang wilayah Kranggan, Jatisampurna, Bekasi. Instagram/@infobekasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Semburan lumpur dan gas di sebuah lokasi di Kranggan, Jatisampurna, Kota Bekasi, memang bisa cepat diatasi. Tapi dampaknya bisa bertahan 1-2 bulan. Semburan liar karena terjadi lost dan kick saat pengeboran sumur dalam itu kemungkinan membuat lapisan-lapisan akuifer air tawar yang dangkal di sekitar lokasi akan terasa seperti tercemar gas metan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Hal ini akan berlangsung 1-2 bulan atau lebih tergantung aktivitas rembesan gas yang masih terus terjadi di bekas lubang sumur bor,” kata Andang Bachtiar, mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia seperti dikutip dari penuturannya di media sosial Facebook.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Andang yang lulusan ITB dan juga Geology Department Colorado School of Mines, Amerika Serikat, itu menerangkan bagaimana cara penanggulangan semburan tersebut. Menurutnya, sepanjang rembesan gas masih berlangsung, harus dipasang tanda peringatan bahaya dengan perimeter 3-5 meter di sekitar lubang bor.

"Supaya tidak didekati dengan membawa percik api ataupun bara yang bisa menyulut kebakaran,” katanya.

Adapun mulut lubang bekas sumur bor sebaiknya ditutup dengan teknik penyemenan. Tujuannya, lubang tertutup permanen dan rembesan gas terhenti, agar tidak membahayakan area sekitar, sambil terus melakukan monitoring sampai benar-benar didapatkan nilai 0 di atas lubang bor.

Selain itu, dalam penanggulangannya, lulusan sarjana Fakultas Teknologi Industri ITB itu juga menjelaskan bahwa idealnya ada pipa dari dalam lubang untuk mengarahkan pelepasan gas. Sehingga, mengurangi risiko menyebar dalam konsentrasi lebih besar ke daerah sekitar.

Namun, menurut Andang, dalam kasus di Kranggan volume gas diperkirakannya tidak terlalu besar. Indikasinya, tekanan yang dengan cepat menurun dalam waktu setengah hari. “Jadi kemungkinan selanjutnya hanya akan tinggal rembesan atau gelembung-gelembung gas dan air saja yang keluar setelah lubang ditutup warga setempat dengan pasir dan batu.”

Untuk langkah ke depan, Andang menyarankan Pemerintah Bekasi maupun DKI Jakarta harus secara ketat menerapkan dan monitoring persyaratan pengeboran air tanah dalam. Ini yang diaku pernah disampaikannya delapan tahun lalu.

Dia menganjurkan sumur itu tidak ada yang melebihi 40 meter. Khususnya di daerah Cipayung, Kranggan dan Cibubur yang sesuai dengan temuan lapangan migas dangkal. Andang juga meminta adanya kampanye keselamatan aktivitas pembangunan, konstruksi, dan industri di daerah tersebut.

“Pengeboran antara 60 – 100 meter hanya ada lempung saja, tidak ada lapisan pembawa air. Kalau lebih dalam lagi, bahaya gas mengancam,” katanya.

Zacharias Wuragil

Zacharias Wuragil

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus