Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kunci Pokok: 5% Yang Dipuncak Itu

Hari lingkungan hidup sedunia diperingati dengan seminar nasional. Sumber alam harus menumpu peningkatan kebutuhan masyarakat sampai thn 2000. Emil Salim menganjurkan menyederhanakan pola konsumsi. (ling)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENIN, 5 Juni lalu, seluruh dunia memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Bersliweran di antara turis, orang-orang bisnis dan pengunjung serta tamu Hotel Indonesia Sheraton Jakarta, ratusan tamu Menteri Negara PPLH Prof. Emil Salim ikut memeriahkan hari penting itu. Mereka diundang untuk bicara dalam Seminar Nasional Pengembangan Lingkungan Hidup yang berlangsung dua hari lamanya di hotel yang mewah itu. Semula, dlperkirakan hanya 30 orang yang diundang. Namun selama persiapan sebulan lamanya, dari hari ke hari agenda seminar terus tumbuh-dari 4 kelompok diskusi menjadi 14 kelompok. Jumlah peserta pun terus membengkak menjadi 200-300 orang, baik dari pemerintah, maupun swasta. Mungkin ini "jamboree pertama para ahli lingkungan," dalam istilah seorang peserta. Seminar ini didahului dengan serangkaian "pra-seminar" selama Mei, antara Menteri Negara PPLH dengan berbagai kelompok ahli di Jakarta, Bogor, Bandung dan Yogya. Tujuannya: memberi input bagi Repelita III yang tengah disusun. Juga bahan bagi program tahunan 1978/1979 di bidang Pengembangan Lingkungan Hidup yang memang belum ada. Dalam kata-kata sang Menteri: "Hari Lingkungan Hidup, dan persiapan Repelita III ini merupakan satu momen poIitis yang harus dimanfaatkan betul-betul." Di hari-hari sibuk menjelang seminar itu, Prof..Emil Salim masih sempat menyelipkan waktu untuk wawancara terputus-putus dengan wartawan TEMPO, George Y. Adicondro. Berikut ini beberapa petikan dari percakapan itu: Apa sebenarnya relevansi antara pola hidup, atau pola konsumsi, dengan kelestarian lingkungan yang harus Bapak awasi? Begini. Sumber alam kita, yakni bagian dari lingkungan hidup kita, harus dapat menumpu peningkatan kebutuhan masyarakat Indonesia minimal sampai tahun 2000. Sesudahnya, mudah-mudahan perkembangan ilmu dan teknologi dapat memberikan jalan keluar baru. Nah, dengan pola konsumsi yang berkiblat kepada negara-negara maju, sumber alam kita tak akan cukup. Kalau dipaksakan, sumber alam itu akan overexploited, dan ini pada gilirannya akan merusak seluruh lingkungan hidup kita. Makanya, mulai sekarang kita harus menyesuaikan pola konsumsi kita dengan daya dukung lingkungan hidup kita yang terbatas. Kita tak bisa lagi mengandalkan diri pada bonanza minyak kita selama Repelita I dan II yang hampir usai. Membangun dan mengatur rumah dengan berkiblat pada bacaan seperti Better Home, saya kira sudah tak cocok lagi .... Apakah anjuran hidup sederhana itu hanya ditujukan kepada pribadi-pribadi golongan atas yang 20% itu? Atau juga ke alamat pemerintah sebagai satu kesatuan? Kunci pokok, sesungguhnya bukan yang 20% itu, tapi the top 5% (5% yang dipuncak). Sebab dalam masyarakat yang masih paternalistis, peri kehidupan panutan itulah yang menjadi teladan bagi orang banyak. Memang, anjuran ini tak hanya ditujukan kepada pribadi-pribadi di atas. Tapi juga kepada seluruh aparat pemerintah, seluruh strategi pembangunan harus berkiblat pada penyederhanaan pola konsumsi. Ini sudah merupakan niat politik dari MPR dan Pemerintah, sebab sudah tercantum dalam G.B.H.N. Kalau begitu, apakah standar perbelanjaan pemerintah sendiri akan lebih disederhanakan? Kantor cabang Bank Indonesia di daerah minus seperti NTT misalnya, tampak sangat menonjol lantaran tingginya standar bangunan yang ditentukan dari Pusat ..... Saya tahu alasan B.I., yakni mereka harus melihat 30-40 tahun ke depan. Makanya mereka selalu mendirikan bangunan yang tahan lama. Tapi memang, uang itu sebenarnya bisa digunakan dengan lebih baik .... Sebagai Menteri Lingkungan, Bapak tentunya tahu ada sejumlah binatang yang dilindungi. Artinya, tak boleh diburu, tak boleh dipelihara sendiri-sendiri, tak boleh disimpan dalam bentuk awetan. Padahal sekarang ada semacam mode di kalangan atas untuk memiliki burung cenderawasih atau macan awetan. Bagaimana pendapat Bapak soal ini? Pertama, saya kurang percaya bahwa itu sudah menjadi semacam mode. Mungkin pejabatnya tidak tahu bahwa binatang-binatang itu dilindungi. Perlindungan alam ini kan ilmu baru? Dan seringkali, pejabat yang sering ke daerah, tahu-tahu pulang ke rumah sudah ada kiriman macam-macam. Termasuk binatang awetan yang semustinya dilindungi. Lalu, saya harus berbuat apa? Bapak sekarang sering berbicara tentang eco-development. Secara ringkas, apa yang dimaksud dengan istilah itu? Pembangunan yang mengindahkan segi pengembangan lingkungan hidup. Lingkungan hidup menghendaki keragaman. Bukan monokultur. Dalam pembangunan, keragaman juga lebih baik. Pola pertanian yang monokultur misalnya, selain secara ekologis sangat labil, juga sangat peka terhadap goncangan konjunkur. Makanya, eco-development menghendaki diversifikasi ekonomi, diversifikasi pangan, diversifikasi aktivitas, yang semuanya didasarkan pada diversifikasi sumber alam pula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus