Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberikan rekomendasi mitigasi bencana tanah longsor di Desa Pejagoan dan Desa Kedungwinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Kedua wilayah dikenal memiliki tanah yang labil dan telah beberapa kali terjadi longsor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI, Indra Riswadinata, mengatakan, kajian ilmiah dilakukan November 2020 hingga Januari 2021. “Kajian ini akan digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan pemerintah melalui BPBD Kabupaten Kebumen dalam memitigasi bencana longsor tersebut,” ujar dia dalam keterangan tertulis yang dibagikan LIPI, Jumat 5 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Tim Tanggap Bencana BIKK LIPI, Sueno Winduhutomo, menerangkan, bencana longsor sering terjadi di wilayah Kebumen, terutama di daerah dengan lereng curam pada musim hujan. Ini disebutnya, terjadi karena adanya penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukannya.
Sueno menambahkan, secara geologis, lokasi longsor di dua desan itu masuk jenis tanah aluvium (Qa), atau jenis tanah yang terdiri dari lapisan lempung, pasir, kerikil, dan krakal hasil dari pengendapan sungai yang berumur 10 ribu tahun (holosen) dan masih aktif hingga sekarang (resen). Di bawahnya, terdapat Formasi Halang sebagai lapisan terdekat di lokasi kejadian.
Formasi Halang sendiri merupakan susunan batupasir, batu gamping, napal dan tuf (batu putih) dengan sisipan breksi. Susunan tanah tersebut merupakan lapisan batuan muda, sehingga mudah terkena erosi air.
“Merujuk pada aspek geohidrologi dan geoteknik, gerakan air tanah ditambah adanya tanah jenuh air juga menjadi faktor pemicu longsor di lokasi bencana,” kata Sueno yang juga Peneliti Geoteknologi LIPI tersebut.
Dari hasil pengkajian, Tim Tanggap Bencana BIKK LIPI merumuskan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mitigasi bencana longsor di desa Pejagoan dan Kedungwinangun, Kebumen. Enam rekomendasi tersebut adalah, pertama masyarakat terdampak bencana diimbau agar segera mengungsi ke lokasi yang lebih aman.
Kedua, masyarakat yang berada atau tinggal dekat lokasi bencana perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi longsor susulan. Atau mengungsi sementara ke lokasi yang lebih aman, terutama pada saat dan setelah hujan deras yang berlangsung lama.
Ketiga, pengelolaan dan pengaturan drainase dimulai dari pemukiman. Keempat, mengurangi kemiringan tebing sungai. Kelima dan keenam, penyelamatan tebing sungai dengan bronjong, dan mengurangi arus turbulensi.
Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Eko Yulianto, mengatakan bahwa pada konteks bencana geohidrometeorologi, khususnya tanah longsor, peningkatan ancaman terjadi salah satunya sebagai efek dari perubahan iklim. Namun terdapat peningkatan yang dipengaruhi kerentanan masyarakat.
Menurut Eko, risiko bencana tanah longsor meningkat akibat meningkatnya kerentanan masyarakat. “Pembangunan infrastruktur dan pilihan tindakan masyarakat yang lebih mengedepankan pemenuhan terhadap tuntutan ekonomi semata mengakibatkan meningkatnya tekanan terhadap lingkungan,” kata Eko.